PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN "IMPULSIF" DAN "KOMPULSIF" - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Rabu, 11 Januari 2012

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN "IMPULSIF" DAN "KOMPULSIF"

16.46

Kumpulan MateriProses pengambilan keputusan pembelian pada dasarnya sangat bervariasi, ada yang sederhana dan ada yang kompleks. Hawkins (1992), dan Engel (1990), membagi proses pengambilan keputusan pembelian ke dalam tiga jenis yaitu pengambilan keputusan yang luas (extended decision making), pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making), dan pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making).

Masing-masing individu memiliki perilaku yang berbeda-beda. Begitu pula terhadap perilaku pembeliannya. Tiap-tiap individu dapat memilih berbagai macam keputusan pembeliannya. Sebelum melakukan pembelian suatu produk biasanya konsumen selalu merencanakan terlebih dahulu tentang barang apa yang akan dibelinya, jumlah, harga, tempat pembelian, dan lain sebagainya. Namun demikian ada kalanya proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja saat ia melihat suatu barang atau jasa. Karena ketertarikannya, selanjutnya ia melakukan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Model atau tipe pembelian tersebut dinamakan tipe pembelian yang tanpa direncanakan atau impulsive buying.

Pembelian impulsif merupakan suatu proses pembelian yang terjadi ketika seseorang melihat suatu barang dan tiba-tiba ingin membeli barang tersebut, dan kemudian memutuskan untuk melakukan pembelian saat itu juga. Perilaku pembelian tanpa direncanakan yang dilakukan secara teratur menyebabkan orang berperilaku kompulsif. Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan dalam berbelanja yang dikarenakan oleh rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan (Solomon, 2002:15). Pembelian kompulsif merupakan pembelian kronis yang berulang yang menjadi respon utama terhadap kejadiaan atau perasaan negatif. O’Guinn dan Faber (1992) seperti yang dikutip oleh Park dan Burns (2005:135) menyatakan bahwa, biasanya pembelanja kompulsif adalah seseorang yang tidak dapat mengendalikan atau mengatasi dorongan untuk membeli sesuatu. Park dan Burns (2005:135) menyatakan bahwa, “beberapa di antara mereka/konsumen menunjukkan pembelian secara ekstrim atau yang disebut juga pembelian kompulsif (compulsive buying)”.

Perilaku pembelian kompulsif dapat terjadi pada semua orang, baik itu pria maupun wanita (gender), tua atau muda dan lain sebagainya. Pembelian kompulsif juga sering dihubungkan dengan gaya hidup. Salah satu parameter dari gaya hidup menurut Park dan Burns (2005:135) adalah cara berpakaian. Dalam mengidentifikasi segmen gaya hidup berpakaian, Gutman dan Mills (1982:72) mengembangkan faktor minat terhadap fashion yang terdiri dari empat dimensi yaitu

  1. Pedoman fashion,
  2. Ketertarikan pada fashion,
  3. Pentingnya berpakaian yang baik, dan
  4. Perilaku anti- fashion.

Menggunakan sudut pandang ahli dari Korea, Chung (1996) dan Lee et al., (2004) meperkenalkan empat dimensi yang sama mengenai minat terhadap fashion (Park dan Burns, 2005:136).

Dengan berbagi dasar yang sama dengan Gutman dan Mills (1982), Huddleston et al., (1993) menggunakan minat terhadap fashion untuk memperkenalkan karakteristik gaya hidup yang berhubungan langsung dengan kebiasaan berbelanja dan Lumpkin (1985) menyertakan itu sebagai variabel dalam mengidentifikasi segmen orientasi berbelanja. Sebagai tambahan, Darley dan Johnson (1993) menemukan bahwa kebiasaan belanja para putri remaja Amerika terpengaruhi oleh minat terhadap fashion, memiliki hubungan yang signifikan dengan pembelian kompulsif (Park dan Burns, 2005:136).

Penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burns (2005) yang merupakan pengembangan dari penelitian Gutman dan Mills (1982) menambahkan variabel penggunaan kartu kredit sebagai variabel yang meningkatkan pembelian kompulsif. Dalam penelitiannya, Park dan Burns (2005) menyatakan bahwa pembelian kompulsif akan menjadi lebih tinggi saat seorang individu memiliki kemmapuan secara finansial dalam bentuk kepemilikan kartu kredit.

Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat dari materialisme dan dampak buruk dari konsumerisme. Alasannya adalah karena kedua hal tersebut berpengaruh sangat serius baik itu secara perseorangan maupun bagi publik. Meskipun beberapa langkah-langkah terperinci telah dibuat untuk mengidentifikasi faktor-faktor pembelian kompulsif, namun variabel-variabel yang tepat untuk melakukan riset masih sangat terbatas. Variabel-variabel yang digunakan oleh kebanyakan peneliti d’Atous et al., (1990); DeSarbo dan Edwards, (1996); Kwak et al., (2002); Mowen dan Spears, (1990); Ridfleisch et al., (1997); Roberts, (1998); Valence et al., (1998) cenderung terbatas pada variabel pemasaran yang berhubungan dengan media masa (iklan, acara TV), variabel lingkungan sosial (socio-environmental) yang merupakan hal-hal yang berhubungan dengan keluarga dan pengaruh rekan, serta variabel sikap personal yang berhubungan dengan sikap seseorang dan kondisi demografis.

Park (2003) menemukan bahwa penggunaan kartu kredit merupakan faktor yang paling berpengaruh disamping hasrat membeli barang-barang modis pada pembeli rumahan (home shopper) melalui TV. Park juga menyatakan bahwa pembeli rumahan melalui TV yang membeli barang-barang fashion menunjukan tingkat pembelian kompulsif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembeli yang tidak membeli barang-barang fashion. Berdasarkan temuan tersebut, Park menyatakan kebutuhan akan riset lebih lanjut mencakup bermacam-macam hubungan variabel fashion untuk memahami pembelian kompulsif secara lebih baik dan untuk menjelaskan hubungan variabel tersebut dengan penggunaan kartu kredit.  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krugger (1998), menyatakan bahwa pembeli kompulsif biasanya lebih memperhatikan penampilan mereka dan menggunakan lebih banyak barang, terutama pakaian. Penelitian ini meneliti variabel minat terhadap fashion, yang berhubungan dengan perhatian seseorang tentang persepsi orang lain terhadap pakaiannya. Penyebabnya adalah minat terhadap fashion yang mempengaruhi pembelian kompulsif baik itu secara langsung maupun tak langsung.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer