PERAN GENDER - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Jumat, 10 Februari 2012

PERAN GENDER

17.00

Pengertian Peran Gender
Kumpulan MateriMenurut Bem (1981), gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi 4 klasifikasi yaitu maskulin, feminim, androgini dan tak terbedakan. Konsep Gender dan peran gender merupakan dua konsep yang berbeda, gender merupakan istilah biologis, orang-orang dilihat sebagain pria atau wanita tergantung dari organ-organ dan gen-gen jenid kelamin mereka.

Sebaliknya menurut Basow (1992), peran gender merupakan istilah psikologis dan kultural, diartikan sebagai perasaan subjektif seseorang mengenai ke-pria-an (maleness) atau kewanitaan (femaleness).

Brigham (1986) lebih menekankan terhadap konsep stereotipe di dalam membahas mengenai peran gender, dan menyebutkan bahwa peran gender merupakan karakterisitik status, yang dapat digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti yang digunakan untuk mendukung diskriminasi sama seperti ras, kepercayaan, dan usia.

Sementara peran gender sendiri sebagai sebuah karakteristik memiliki determinan lingkungan yang kuat dan berkait dengan dimensi maskulin versus feminim (Stewart & Lykes, dalam Saks dan Krupat, 1998). Ketika berbicara mengenai gender, beberapa konsep berikut ini terlibat di dalamnya:

  1. Gender role (peran gender), merupakan definisi atau preskripsi yang berakar pada kultur terhadapa tingkah laku pri dan wanita.
  2. Gender identity (identitas gender), yaitu bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya sendiri dengan memperhatikan jenis kelamin dan peran gender.
  3. Serta sex role ideology (ideologi peran-jenis kelamin), termasuk di antaranya stereotipe-stereotipe gender, sikap pemerintah dalam kaitan antara kedua jenis kelamin dan status-status relatifnya (Segall, Dosen, Berry, & Poortiga, 1990). Kepentingan di dalam membedakan antara jenis kelamin dan gender berangkat dari pentingnya untuk membedakan antara aspek-aspek biologis dengan aspek-aspek sosial di dalam menjadi pria atau wanita. Bahkan yang paling seringg terjadi adalah bahwa orang-orang mengasumsikan kalau perbedaan kepribadian dan sikap yang tampak antara pria dan wanita sangat berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin (Basow, 1992).


Jika menyamakan antara gender dapat mengarahkan keyakinan bahwa perbedaan trait-trait dan tingkah laku antara pria dan wanita mengarah langsung kepada perbedaan secara biologis. Sementara jika kita membedakan konsep gender dan gender akan membantu kita untuk menganalisis keterkaitan yang kompleks antara gender dan peran gender secara umum. Ini yang membuat sangat penting untuk membedakan antara gender dengan peran gender.

Unger (dalam Basow, 1992) menyebutkan bahwa dalam psikologi baru mengenai gender dan peran gender, ke-pria-an dan ke-wanita-an lebih sebagai kontruk sosial yang dikonfirmasikan melalui gaya gender dalam penampilan diri dan distribusi antara pria dan wanita ke dalam peran-peran dan status yang berbeda, dan diperhatikan oleh kebutuhan-kebutuhan intrapsikis terhadap konsistensi diri kebutuhan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial.

Oleh karena itu, peran gender dikonstruksikan oleh manusia lain. Bukan secara biologis, dan konstruksi ini dibentuk oleh proses-proses sejarah, budaya, dan psikologis (Basow, 1992). Kini lebih banyak digunakan istilah peran gender daripada gender di dalam mempelajari tingkah laku pria dan wanita di dalam suatu konteks sosial. Gender merupakan konstruksi sosial.

Peran gender adalah pola tingkah laku yang dianggap sesuai untuk masing-masing gender yang didasarkan pada harapan masyarakat. Menurut Myers (1995), peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita, dikaitkan dengan ciri-ciri feminim dan maskulin sesuai dengan yang diharapkan dalam masyarakat.


Orientasi Peran Gender
Bem (dalam Basow, 1992) menyetakan bahwa terdapat dua model peran gender di dalam menjelaskan mengenai maskulintas dan feminita, dalam kaitannya dengan laki-laki dan perempuan, yaitu modell tradisional dan model non tradisional (Nauly, 2003).

1. Model tradisional memandang feminitas dan maskulinitas sebagai suatu dikotomi. Model tradisional menyebutkan bahwa maskulinnitas, dan feminitas merupakan titik-titik yang berlawanan pada sebuah kontinum yang bipolar. Pengukuran yang ditujukan untuk melihat maskulinitas dan feminitas menyebutkan derajat yang tinngi dari maskulin yang menunjukkan derajat yang rendah dari feminitas, begitu juga sebaliknya, derajat yang tinggi dari feminitas menujukkan derajat yang rendah dari maskulinitas (Nauly,2003).

Menurut pandangan model tradisional ini, penyesuaian diri yang positif dihubungakan dengan kesesuaian antara tipe peran gender dengan gender seseorang. Seorang pria akan memiliki penyesuaian diri yang positif jika ia menunjukkan maskulinitas yang tinggi dan feminitas yang rendah. Dan sebaliknya, seorang wanita yang memiliki penyesuaian diri yang positif adalah wanita yang menunjukkan feminitas yang tinggi serta maskulinitas yang rendah (Nauly, 2003).

Model tradisional dengan pengukuran yang bersifat bipolar ini memiliki konsekuensi, yaitu dimana individu-individu yang memiliki ciri-ciri maskulinitas dan feminitas yang relatuf seimbang tidak akan terukur, sehingga menimbulkan reaksi dengan dikembangkannya model yang bersifat non tradisional (Nauly, 2003). Model ini dapat digambarkan secara sederhana melalui gambar di dawah ini yang menjelaskan konseptualisasi dan maskulinitas-feminitas sebagai sebuah dimensi atau kontinum tinggal yang memiliki yang berlawanan.

2. Sedangkan nontradisional menyatakan bahwa maskulinitaas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, dimana masing-masing merupakan dimensi yang independen. Model yang ini memandang feminitas dan maskulinitas bukan merupakan sebuah dikotomi, hal ini menyebabkan kemungkinan untuk adanya pengelompokan yang lain, yaitu androgini, yaitu laki-laki atau perempuan yang dapat memiliki ciri-ciri maskulinitas sekaligus ciri-ciri ferminitas. Model no tradisional ini dikembangkan sekitas tahun 1970-an oleh sejumlah penulis (Bem, 1974) yang menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, karena masing-masing merupakan dimensi yang independen.

Model ini dapat dijelaskan secara sederhana melalui gambar di bawah ini. Di sini dijelaskan bahwa konseptualisasi maskulinitas-feminitas digunakan sebagai dimenti yang terpisah.

Berdasarkan pandangan ini, Sandra Bem (dalam Basow, 1992) mengklasifikasikan tipe peran gender menjadi 4 bagian, yaitu:

  1. Sex-typed: seorang yang mendapat skor tinggi pada maskulinitas dan skor rendah pada ferminitas. Pada perempuan, yang mendapatkan skor tinggi pada feminitas dan mendapat skor rendah pada maskulinitas.
  2. Cross-sex-typed: laki-laki yang mendapatkan tinggi pada ferminitas dan skor pada maskulinitas. Sedangkan pada perempuan, yang memiliki skor yang tinggi pada maskulinitas dan skor yang redah pada feminitas.
  3. Androginy: laki-laki dan perempuan yang mendapatkan skor tinggi baik pada maskulinitas maupun feminitas.
  4. Indifferentiated: laki-laki dan perempuan yang mendapat skor rendah baik pada maskulinitas dan feminitas.

Berdasarkan konsep ini, Bem (dalam Santrock, 2003) kemudian mengembangkan alat ukur yang disebut Bem sex role inventory (BSRI). Alat tes ini terdiri dari 60 kata sifat, 20 diantaranya merupakan kata sifat yang menunjukkan karakteristik maskulin (karakteristik instrumel), 20 kata sifat lainnya menujukkan karakteristik feminin (karakteristik ekspresif) dan sisanya menunjukkan karakteristik yang tidak dengan peran gender namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu.

Melalui BSRI, individu diklasifikasikan dalam hal kepemilikan satu dari empat orientasi tipe peran gender, yaitu:
  1. Maskulin 
  2. Feminim 
  3. Androgini 
  4. Undifferentiated 

Berdasarkan model nontradisional ini, terdapat semacam klasifikasi kepribadian yang mulai banyak dibicarakan sebagai alternatif dari peran yang bertolak belakang antara pria dan wanita, yaitu tipe androgini (Naully, 2003). Adapun pengertian dari masing-masing peran gender maskulin, feminin dan androgini adalah sebagai berikut:

Maskulin: menurut Hoyenga & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan gender yang lebih umum terdapat pada laki-laki, atau suatu peran atau trait maskulin yang dibentuk oleh budaya. Dengan demikian maskulin adalah sifat dipercaya dan bentuk oleh budaya sebgai ciri-ciri yang ideal bagi laki-laki (Nauly, 2003). Misalnya asertif dan dominan dianggap sebagai trait maskulin. 


Feminin: feminin menurut Hoyenge & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri atau trait yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Ketika dikombinasikan dengan “stereotipikal”, maka ia mengacu ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada perempuan daripada laki-laki secara kulturi pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan (Nauly, 2003). 


Androgini: selain pemikiran tentang maskulin dan feminitas sebagai berada dalam suatu garis kontinum, dimana lebih pada satu dimensi berarti kurang pada dimensi yang lain, ada yang menyatakan bahwa individu-individu dapat menunjukkan sikap ekspresif dan instrumental. Pemikiran ini memicu perkembangan konsep androgini. 


androgini adalah tingginya kehadiran karakterisitik maskulin dan feminin yang diinginkan pada satu individu pada saat bersamaaan (Bem, Spence & Helmrich, dalam Santrok, 2003). Individu yang androgini adalah seorang laki-laki yang asertif (sifat maskulin) dan mengasihi (sifat feminin), atau seorang perempuan yang dominan (sifat maskulin) dan sensitif terdapat perasaaan orang lain (sifat feminin). Beberapa penelitian menemukan bahwa androgini baerhubungan dengan berbagai atribut yang sifatnya positif, seperti self-esteem yang tinggi, kecemasan rendah, kreatifitas, kemampuan parenting yang efektif (Bem, Spence dalam Hughes &Noppe, 1985).





Sumber: Pengantar SOSIOLOGI. Edisi Revisi. Kamanto Sunarto

7 komentar:

  1. referensinya diambil dri mna sja y..?? thx..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengantar SOSIOLOGI. Edisi Revisi. Kamanto Sunarto.
      postingan sudah saya perbarui.

      Hapus
  2. Maaf tolong di berikan Footnote dan daftar pustakanya biar jelas melihat kutipan dari sumber buku manannya... terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah diingatkan. Postingan sudah saya perbarui.
      Materi diatas bersumber dari Buku Pengantar SOSIOLOGI. Edisi Revisi. Kamanto Sunarto

      Hapus
  3. kaya kutipan bab 2 skripsi anak USU

    BalasHapus
    Balasan
    1. sumber:Pengantar SOSIOLOGI. Edisi Revisi. Kamanto Sunarto

      Hapus
  4. bisa tolong dilihatkan di daftar pustakanya? Ada beberapa sumber yang saya butuhkan secara langsung seperti: Bem, Basow, Myers dll. bisa dituliskan judul buku atau jurnalnya.mksh

    BalasHapus

Popular Posts

 
Toggle Footer