SELAYANG PANDANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Sabtu, 31 Maret 2012

SELAYANG PANDANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN

12.11
Psikologi adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada pemahaman tentang proses belajar dan mengajar dalam lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan adalah bidang yang sangat luas sehingga dibutuhkan satu buah buku tersendiri untuk menjelasknnya.


Latar Belakang Historis

Bidang psikologi pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang psikologi sebelum awal abad ke-20. Ada tiga perintis terkemuka yang muncul di awal sejarah psikologi pendidikan.


William James.Tak lama setelah meluncurkan buku ajaran psikologisnya yang pertama, Principles of Psychology (1890), William James (1842-1910) memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “Talks to Teacher” (James, 1899/1993). dalam kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengajar anak secara efektif. Dia menegaskan pentingnya memperlajari proses belajar dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi di atas tingkat pengeluaran dan pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran anak.


John Dewey. Tokoh kedua yang berperan besar dalam membentuk psikologi pendidikan adalah John Dewey (1859-1952). Dia menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologi di tingkat praktis. Dewey membangun laboratorium psikologi pendidikan pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894. kemudian, di Columbia University, dia melanjutkan karya inovatifnya tersebut. Kita banyak mendapat ide penting dari John Dewey (Glasseman, 2001, 2002). Pertama, dari Dewey kita mendapatkan pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif (active learner). Sebelum Dewey mengemukakan pandangan ini, ada keyakinan bahwa anak-anak mestinya duduk diam di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara pasif dan sopan. Sebaliknya, Dewey percaya bahwa anak-anak akan belajar dengan baik jika mereka aktif. Kedua, dari Dewey kita mendapatkan ide bahwa pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dewey percaya bahwa anak-anak seharusnya tidak hanya mendapatkan pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari cara untuk berfikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah. Dia secara khusus berpendapat bahwa anak-anak harus belajar agar mampu memeccahkan masalah secara reflektif. Ketiga, dari Dewey kita mendapat gagasan bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan yang selayaknya. Cita-cita demokrasi ini pada masa pertengahan abad ke-19 belum muncul, sebab saat itu pendidikan hanya diberikan pada sebagian kecil anak, terutama anak keluarga kaya. Dewey adalah salah seorang psikolog yang sangat berpengaruh—seorang pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua anak, lelaki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.


E. L. Thorndike. Perintis ketiga adalah E. L. Thorndike (1874-1949), yang memberikan banyak perhatian pada penelitian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar dan mengajar secara ilmiah (Beatty, 1998). Thorndike mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran (O'Donnell & Levin, 2001).





Diversitas dan Psikologi Pendidikan Awal. Tokoh paling menonjol dalam sejarah awal psikologi pendidikan kebanyakan adalah perubahan undang-undang dan kebijakan hak-hak sipil pada 1960-an, hanya ada segelintir tokoh non-kulit putih yang berhasil mendapatkan gelar dan bisa menembus rintangan diskriminasi rasial untuk melakukan riset di bidang ini (Banks, 1998). Dua tokoh Amerika keturunan Afrika-Amerika (Clark & Clark, 1939). pada 1971, Kenneth Clark menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang menjadi presiden dari negara latin, George Sanchez melakukan riset yang menunjukkan bahwa tes kecerdasan secara kultural telah dibiaskan dan merugikan anak-anak etnis minoritas.

Seperti minoritas etnis lainnya, perempuan juga menghadapi rintangan untuk mendapatkan pendidika yang lebih tinggi dan karenanya mereka lambat dalam mendapatkan pengakuan atas konstribusi mereka terhadap riset psikologis. Salah satu orang yang sering diabaikan dalam sejarah psikologi pendidikan adalah LetaHollingworth. Dia adalah orang pertama yang menggunakan istilah gifted untuk mendeskripsikan anak-anak yang mendapatkan skor istimewa dalam tes kecerdasan (Hollingworth, 1916).


Perkembangan Lebih Lanjut. Pendekatan Thorndike untuk studi pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi psikologi pendidikan di paruh pertama abad ke-20. Dalam ilmu psikologi Amerika, pandangan B. F. Skinner (1938), yang didasarkan pada ide-ide Thorndike, sangat memengaruhi psikologi pendidikan pada pertengahan abad ke-20. Pendekatan perilaku ala Skinner, yang akan di deskripsikan secara rinci pada Bab 7, menggunakan cara menentukan kondisi terbaik untuk belajar secara tepat. Skinner berpendapat bahwa mental yang dikemukakan oleh psikolog seperti James dan Dewey dalah proses yang tidak dapat diamati dan karenanya tak bisa menjadi subjek studi psikologi ilmiah yang menuntutnya adalah ilmu tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu tentang kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku. Pada 1950-an, Skinner (1954) mengembangkan konsep progremmed learning (pembelajaran terprogram), yakni setelah murid melalui serangkaian langkah ia terus didorong (reinforced) untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Skinner menciptakan sebuah alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor dan mendorong murid untuk mendapatkan jawaban yang benar (Skinner, 1958).


Akan tetapi, muncul keberatan terhadap pendekatan behavioral yang dianggap tidak memedulikan banyak tujuan dan kebutuhan pendidika di kelas. (Hilagrd, 1996). sebagai reaksinya, pada 1950-an Benjamin Blomm menciptakan taksonomi keahlian kognitif yang mencakup pengingat, pemahaman, synthesizing, dan pengevaluasian, yang menurutnya harus dipakai dan dikembangkan oleh guru untuk membantu murid-muridnya (Bloom & Krathowohl, 1956). sebuah ulasan, di Annual Review of Psychology (Wittorock & Lumsdaine, 1977) menyatakan, “Perspektif kognitif mengimplikasikan bahwa analisis behavioral terhadap pembelajaran.” Revolusi kogitif mulai berlangsung pada 1980-an dan disambut hangat karena pendekatan ini mengaplikasikan konsep psikologi kognitif—memori, pemikiran, penalaran, dan sebagainya—untuk membantu murid belajar. Jadi, menjelang akhir abad ke-20 banyak ahli psikologi pendidikan kembali menekankan pada aspek kognitif dari proses belajar seperti pernah didukung oleh James dan Dewey pada awal abad ke-20. Selama dekade terakhir abad ke-20, ahli psikologi pendidikan juga semakin memerhatikan pada aspek sosiemosional dari kehidupan murid. Misalnya, mereka menganalisa sekolah sebagai konteks sosial dan mengkaji peran kultur dalam pendidikan. Guru yang baik adalah Guru yang punya barang-barang yang dapat menarik perhatianmu. Kadang-kadang kamu mulai belajar dan kamu bahkan tidak menyadarinya. Guru yang baik adalah guru yang membuat kamu berfikir (Nikola-Lisa & Burnaford, 1994)



Sumber: Buku Psikologi Pendidikan , edisi kedua. John W. Santrock, Universty of Texas-Dallas.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer