Untuk mempelajari interaksi
sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interactionist perspective (Douglas,
1973). Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi
sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksi aksionisme
simbolik (symbolic interactionism).
Pendekatan in bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata
interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi
sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.
Apakah yang dimaksudkan disini
dengan simbol? Leslie White mendefinisikan simbol sebagai “a thing the value or meaning of which is bestowed upon by those who use
it” (White, 1968). Jadi simbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknnya
diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Menurut While makna atau
nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-sifat yang secara terdapat dalam
bentuk fisiknya. Makna suatu simbol, menurut While, hanya dapat ditangkap
melalui cara nonsesoris; malaui cara simbolik. Sebagai contoh; makna suatu
warna tergantung pada mereka yang menggunakannya. Warna merah, misalnya, dapat
berarti berani (“merah berarti berani, dan putih suci “), dapat berarti komunis
(“kaum merah”), dapat pula tempat pelacuran (“daerah lampu merah”). Warna putih
dapat berarti suci, dapat berarti berkabung (pada orang Thionghoa), dapat pula
berarti menyerah. Makna-makna tersebut tidak ada kaitannya dengan sifat-sifat
yang secara interistik terdapat pada warna, makna suatu simbol, menurut White,
hanya dapat ditangkap melalui cara nonsensoris; melalui cara simbolik. Sebagai
contoh; makna suatu warna tergantung pada mereka yang menggunakannya. Warna
merah, misalnya dapat berarti berani (“merah berarti berani, dan putih suci”),
dapat berarti komunis (“kaum merah”) dapat pula berarti suci, dapat berarti
berkabung (pada orang Tionghoa). Dapat pula berarti menyerah. Makna-makan
tersebut tidak ada kaitannya dengan sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat
pada warna. Halnya sma dengan sesuatu yang lain, misalnya air atau benda lain
yang dianggap suci. Kesucian hewan tertentu (misalnya sapi di india), orang
tertentu (seperti air, patung) tergantung pada makna yang diberikan oleh pihak
yang menggunakannya; kesucian suatu benda tidak dapat diamati dengan
pancaindra. Sebagaimana telah dikemukakan White, kesucian suatu benda, makhluk
atau seseuatu yang lain tidak ada hubungannya dengan sifat-sifat yang secara
intrinsik melekat pada benda, makhluk atau sesuatu yang lain itu.
Herbert Blumer, salah seorang
penganut Mead, berusaha menjabarkan pemikiran Mead mengenai interaksionisme
simbolik. Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga, yang
pertama ialah bahwa manusia bertindak (act)
terhadap sesuatu (thing) atas dasar
makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Dengan demikian
tindakan (act) seorang penganut agama
hindu di india terhadap seekor sapi (thing)
akan berbeda dengan tindakan seorang penganut agama islam di pakistan, karena
bagi masing-masing orang tersebut sapi tersebut mempunyai makna (meaning) berbeda.
Blumer selanjutnya mengemukakan
bahwa yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial
antara seseorang dengan sesamanya. Mengapa dalam masyarakat kita warna merah
bermakna berani, dan putih suci? Mengapa orang yang ideologinya radikal sering
disebut kiri, sedangkan yang konservatif disebut kanan? Makna yang diberikan
orang pada konsep merah, putih, kanan, kiri ini muncul dari interaksi sosial.
Keberanian tidak melekat pada warna merah (sebagai telah disebutkan, dalam
konteks lain warna merah dapat diartikan sebagai komunisme atau tempat
pelacuran) dan pandangan ideologis pun tidak ada kaitannya dengan arah kiri
atau kanan (kecuali dalam konteks tertentu di masa lalu, di mana pandangan
politik yang dianut seseorang pernah terkait dengan letak tempat duduknya dalam
parlemen).
Pokok pikiran ketiga yang
dikemukakan Blumer ialah bahwa diperlukan atau diubah melalui suatu proses pernafsiran (interpretative process), yang digunakan
orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Yang hendak ditekankan Blumer
di sini ialah bahwa makna yang muncul dari interaksi tersebut tidak begitu saja
diterima oleh seseorang melainkan ditafsirkan terlebih dahulu. Apakah seseorang
akan menaggapi dengan baik ucapan “selamat pagi” atau “assalamualaikum,”
misalnya, tergantung pada penafsirannya apakah si pemberi salam tersebut
beriktikadbaik ataukah buruk.
Sumber: Buku Pengantar Sosiologi, edisi revisi. Kamanto Sunarto.
Sumber: Buku Pengantar Sosiologi, edisi revisi. Kamanto Sunarto.
0 komentar:
Posting Komentar