KELUARGA SEBAGAI AGEN SOSIALISASI GENDER - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Senin, 30 Oktober 2017

KELUARGA SEBAGAI AGEN SOSIALISASI GENDER

Kumpulan Materi Sebagaimana bentuk-bentuk sosialisasi yang lain, maka sosialisasi gender pun berawal pada keluarga. Keluargalah yang mula-mulai mengajarkan seorang anak laki-laki menganut sifat maskulin, dan seorang anak perempuan untuk menganut sifat feminism. Melalui proses pembelajaran gender (gender learning), yaitu proses pembelajaran femininitas dan maskulinitas yang bertanggung sejak dini, seorang mempelajari peran gender (gender role) yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya.

Proses sosialisasi ke dalam peran perempuan dan laki-laki sudah berawal semenjak seorang bayi dilahirkan. Sejak lahir, bayi perempuan sering sudah diberi busana yang jenis dan warna busana yang dikenakan bayi laki-laki, dan perbedaan jenis busana dan warnanya semakin mencolok manakala usia mereka bertambah. Perilaku yang diterima pun kasar daripada bayi perempuan. Korner mengemukakan, misalnya, bahwa dalam berbagai masyarakat Barat bayi perempuan cenderung diangkut dan ditimang-timang dengan lebih hati-hati dan lebih cepat ditolong di kala menangi daripada bayi laki-laki (lihat, antara lain, Korner, dalama Laswell dan Lasswell, 1987). Dalam berkomunikasi lisan dengan seorang bayi sang ibu, bapak, kerabat lain maupun orang dewasa sering memperlakukan bayi perempuan secara berbeda dengan bayi laki-laki. Bayi laki-laki, misalnya, diberi julukan maskulin seperti tampan dan gagah, sedangkan bayi perempuan diberi feminism seperti cantik atau manis.

Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender ialah mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin (sex-differentiated toys atau gender-typed toys. Lihat Giddens, 1989 dan Moore dan Sinclair, 1995). Meskipun sewaktu masih bayi seorang anak diberi mainan berupa boneka, namun boneka yang diberikan kepada bayi laki-laki cenderung berbeda dengan boneka yang diberikan kepada bayi perempuan. Kalau bayi perempuan diberi boneka yang menggambarkan seorang perempuan cantik ataupun seekor hewan halus seperti kelinci dan bebek, maka bayi laki-laki diberi boneka yang menggambarkan seorang laki-laki gagah atau seekor hewan buas seperti macan dan beruang. Dengan semakin meningkatyan usia anak, jenis mainan yang diberikan pun semakin mengarah ke peanan gender. Anak perempuan diberi mainan yang berbentuk peralatan rumah tangga seperti perlengkapan memasak dan menjahit, sedangkan anak laki=laki diberi mainan yang berbentuk kendaraan bermotor, alat berat, alat pertukangan atau senjata.

Buku cerita kanak=kanak merupakan media lain untuk melakukan sosialisasi gender. Selain menggarisbawahi peran gender, buku-buku demikian sering menonjolkan tokoh laii-laki yang penuh ambisi, sedangkan perempuan yang berstatus sebagai gadis, istri ataupun ibu diberi peran sebagai tokoh pembantu yang lebih kuat. Dalam berbagai cerita kanak-kanak perempuan diberi peran antagonis, seperti ratu ataupun ibu tiri yang jahat, atau sebagai nenek sihir.

Kesadaran akan adanya sosialisasi gender melalui pola asur anak ini telah menimbulkan keinginan untuk menerangkan pola asuh yang tidak berifat seksis (yang oleh Giddens disebut non sexist child rearing). Namun dalam praktik terbukti bahwa ide semacam ini tidak mudah dilaksanakan.







Sumber: Sunarto K. (2004) Pengantar sosiologi. (Rev. ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Hal 111).

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer