Kamis, 23 Februari 2012

PERKEMBANGAN PERS PADA MASA REVOLUSI FISIK DI INDONESIA


Reiode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Masa itu adalah masa bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
  1. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda).
  2. Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik.

Kedua golongan ini sangat berlawanan. pers Republik disuarakan oleh kaum Republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menetang usaha penduduk Sekutu. Pers benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu. Sebaliknya, Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.

Beberapa contoh koran Republik yang muncul pada masa itu, antara lain: harian “Merdeka”, “ Sumber”, “Pemandangan”, “Kedaulatan Rakyat” Nasional” dan “Pedoman”. Jawatan Penerangan Belanda menerbitkan Pers Nica, antara lain: Warta Indonesia” di Jakarta , “Persatuan “ di Bandung, Sulung Rakya di Semarang, “Pelita Rakyat” di Surabaya, dan “Mustika” di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah Persatuan Wartawan Indonesia (PMI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai  kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia untuk pertama kali mengeluarkan peraturan yang membatasi kemerdekaan pers pada tahun 1948. Menurut Smith, dalam kegembiraan kemerdekaan ini, pers dan pemerintahan bekerja bergandeng tangan erat sekali dalam seratus hari pertama masa merdeka itu”.

Pemerintahan memerlihatkan itikad baik terhadap pers dan berusaha membantunya dengan mengimpor dan mensubsidi kertas koran dan dengan memberikan pinjaman uang. Pada awalnya semua berjalan lancar, namun saat pers mulia bertindak dengan menyerang pemerintahan dan tokoh-tokoh masyarakat sampai pada presiden sendiri, tampaknya pemerintah yang baru ketika itu belum dapat menerima kritikan yang pedas.

Sesuai dengan fungsi, naluri, tradisinya, pers harus menjadi penjaga kepentingan publik (publik watchadog). Pers telah menyampaikan pesan-pesan yang diperlukan oleh yang terlampau berat, sehingga pemerintah mulai memukul balik pers. Konflik keduanya berkembang menjadi pertentangan permanen dan pers dipaksa tunduk di bawah kekuasaan pemerintah.

Untuk menangani masalah-masalah pers, pemerintahan membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1950. Dewan pers tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran. cendikiawan, dan pejabat-pejabat pemerintahan, dengan tugas:
  1. Penggantian undang-undang pers kolonial,
  2. Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia (artinya fasilitas-fasilitas kredit dan mungkin juga bentuan pemerintahan),
  3. Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia,
  4. Pengaturan yang memadai tantang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan Indonesia (artinya, tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan hukum, etika jurnalistik, dan lain-lain).

Namun, akibat kekuasaan pemerintah yang tidak terlawan, organisasi-organisasi pers tidak berkutik. Tidak tampak bukti bahwa lembaga-lembaga ini berhasil membelokkan jalannya kegiatan-kegiatan antipers secara berarti.

Sumber: Buku  Pendidikan Kewarganegaraan. Budiyanto. Penerbit erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar