Reiode revolusi fisik terjadi
antara tahun 1945 sampai 1949. Masa itu adalah masa bangsa Indonesia berjuang
mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus
1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia sehingga terjadilah perang
mempertahankan kemerdekaan. Pada saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan,
yaitu:
- Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda yang selanjutnya dinamakan Pers Nica (Belanda).
- Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yang disebut Pers Republik.
Kedua golongan ini sangat
berlawanan. pers Republik disuarakan oleh kaum Republik yang berisi semangat
mempertahankan kemerdekaan dan menetang usaha penduduk Sekutu. Pers benar-benar
menjadi alat perjuangan masa itu. Sebaliknya, Pers Nica berusaha mempengaruhi
rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.
Beberapa contoh koran Republik
yang muncul pada masa itu, antara lain: harian “Merdeka”, “ Sumber”,
“Pemandangan”, “Kedaulatan Rakyat” Nasional” dan “Pedoman”. Jawatan Penerangan
Belanda menerbitkan Pers Nica,
antara lain: Warta Indonesia” di Jakarta , “Persatuan “ di Bandung, Sulung
Rakya di Semarang, “Pelita Rakyat” di Surabaya, dan “Mustika” di Medan. Pada
masa revolusi fisik inilah Persatuan Wartawan Indonesia (PMI) dan Serikat
Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia untuk
pertama kali mengeluarkan peraturan yang membatasi kemerdekaan pers pada tahun
1948. Menurut Smith, “dalam kegembiraan kemerdekaan ini, pers dan
pemerintahan bekerja bergandeng tangan erat sekali dalam seratus hari pertama
masa merdeka itu”.
Pemerintahan memerlihatkan itikad
baik terhadap pers dan berusaha membantunya dengan mengimpor dan mensubsidi
kertas koran dan dengan memberikan pinjaman uang. Pada awalnya semua berjalan
lancar, namun saat pers mulia bertindak dengan menyerang pemerintahan dan tokoh-tokoh
masyarakat sampai pada presiden sendiri, tampaknya pemerintah yang baru ketika
itu belum dapat menerima kritikan yang pedas.
Sesuai dengan fungsi, naluri,
tradisinya, pers harus menjadi penjaga kepentingan publik (publik watchadog). Pers telah menyampaikan pesan-pesan yang
diperlukan oleh yang terlampau berat, sehingga pemerintah mulai memukul balik
pers. Konflik keduanya berkembang menjadi pertentangan permanen dan pers
dipaksa tunduk di bawah kekuasaan pemerintah.
Untuk menangani masalah-masalah pers,
pemerintahan membentuk Dewan Pers
pada tanggal 17 Maret 1950. Dewan pers tersebut terdiri dari orang-orang
persuratkabaran. cendikiawan, dan pejabat-pejabat pemerintahan, dengan tugas:
- Penggantian undang-undang pers kolonial,
- Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia (artinya fasilitas-fasilitas kredit dan mungkin juga bentuan pemerintahan),
- Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia,
- Pengaturan yang memadai tantang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan Indonesia (artinya, tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan hukum, etika jurnalistik, dan lain-lain).
Namun, akibat kekuasaan
pemerintah yang tidak terlawan, organisasi-organisasi pers tidak berkutik.
Tidak tampak bukti bahwa lembaga-lembaga ini berhasil membelokkan jalannya
kegiatan-kegiatan antipers secara berarti.
Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan. Budiyanto. Penerbit erlangga.
Sumber: Buku Pendidikan Kewarganegaraan. Budiyanto. Penerbit erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar