Sebenarnya, psikologi dan ilmu pendidikan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mengapa? Karena keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak ia lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik bilamana tidak berdasarkan kepada psikologi perkembangan. Demikian pula watak dan kepdibadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Karena begitu eratnya tugas antara psikologi dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah suatu subdisiplin psikologi pendidikan (educational psychology).
Reber. (1988) menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisipllin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:
- Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas.
- Pengembangan dan pembaruan kurikulum.
- Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan.
- Sosialisasi proses-proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitif.
- Penyelenggaraan pendidikan keguruan.
Dengan batasan atau pengertian di atas, Rober tampaknya menganggap bahwa psikologi pendidikan masuk dalam subdisiplin psikologi terapan (applicable). Meskipun demikian, menurut Witherington (1991:12-13), psikologi pendidikan tidak dapat hanya dianggap sebagai psikologi yang dipraktikkan saja. Psikologi pendidikan, katanya, adalah studi suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai hak hidup sendiri. Memang benar bahwa aspek-aspek tertentu dari psikologi pendidikan nyata-nyata bersifat kefilsafatan, tetapi sebagai suatu ilmu pengetahuan, sebagai sctence, psikologi pendidikan telah memiliki:
- Susunan prinsip atau kebenaran dasar tersendiri,
- Fakta-fakta yang bersifat objektif dan dapat diperiksa kebenarannya,
- Teknik-teknik yang berguna untuk melakukan penyelidikan atau “research”nya sendiri, termasuk dalam hal ini adalah alat-alat pengukur dan penilai yang sampai batas-batas tertentu dapat dipertanggungjawabkan ketepatannya.
Diantara alat-alat pengukur dan alat penilai ini, terhadap tes tentang hasil perkembangan jiwa anak dan tes tentang hasil belajar anak. Kedua tes ini lazim disusun dengan sangat hati-hati. Di laboratorium, misalnya, untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan mekanis dalam kebiasaan membaca anak-anak, diadakan pemotretan terhadap geraan mata anak-anak pada waktu membaca dengan mempergunakan ophthalmograph. Untuk mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan suara yang menyenangkan dan untuk memperoleh pemilihan kata-kata yang tepat pada waktu berbicara, diadakan perekaman terhadap latihan-latihan bercakap yang dilakukan.
Jadi, meskipun psikologi pendidikan cenderung dianggap oleh banyak kelangan atau para ahli psikologi, termasuk ahli psikologi pendidikan sendiri, sebagai subdisiplin psikologi yang bersifat terapan atau psikis, bukan teoritis, cabang psikologi ini dipandang telah memiliki konsep, teori, dan metode sendiri, sehingga mestinya tidak lagi dianggap subdisiplin, tetapi disiplin (cabang ilmu) yang berdiri sendiri.
Sumber: Buku Psikologi Umum. Drs. Alex Sobur, M. Si.
0 komentar:
Posting Komentar