Kumpulan Materi - Etika terapan merupakan disiplin filsafat yang berusaha untuk menerapkan teori – teori etika dalam situasi kehidupan sehari – hari. Etika terapan merupakan cabang etika yang terdiri dari analisis dari masalah moral yang spesifik dan konvensional. Berbagai pyertanyaan yang dapat diajukan dalam bidang etika terapan, misalnya: “Apakah melakukan aborsi amoral?”, “Apakah euthanasia amoral?”, “Apakah binatang juga memiliki hak?”, Apa saja yang merupakan hak asasi manusia, dan bagaimana menentukannya?”, dan lain – lain. Pertanyaan juga dapat bersifat lebih spesifik, seperti: “Jika seseorang dapat membuat hidupnya lebih baik disbanding saya, apakah benar secara moral untuk mengorbankan saya demi mereka jika dibutuhkan?” Pertanyaan – pertanyaan ini penting untuk menjadi tuas penyeimbang di bidang hukum, politik, dan praktik arbitrasi. Namun, tidak semua pertanyaan dapat diterapkan untuk kebijakan public. Misalnya, pertanyaan penilaian etika, seperti “Apakah berbohong itu selalu salah? Jika tidak, kapan dibenarkan?”, lebih merupakan pertanyaan di bidang etiket.
Bidang etika terapan sangat luar. Etika terapan dipergunakan untuk menentukan kebijakan public. Seringkali pertanyaan – pertanyaan etika terapan mendapatkan bentuk legal atau political, sebelum diinterpretasikan dalam etika normative, misalnya penetapan piagam hak asasi manusia sedunia UN Declaration of Human Rights yang ditetapkan oleh PBB pada tahun 1948 dan penetapan piagam kesadaran lingkungan hidup Global Green Charter tahun 2001. Etika terapan terus berkembang dalam tahun – tahun belakangan dan terbagi ke berbagai bidang, seperti etika kedokteran, etika bisnis, etika lingkungan, etika seksual, dan lain- lain.
Secara umum, terdapat dua karakter penting yang perlu agar suatu masalah dapat menjadi topic dalam etika terapan. Pertama, masalah harus bersifat controversial dalam pengertian terhadap berbagai kelompok yang besar, baik yang mendukung ataupun menolak issue yang dibahas tersebut. Masalah perampokan bersenjata, misalnya bukanlah masalah etika terapan, karena semua orang setuju bahwa praktik ini sangat tidak bermoral. Sebaliknya, masalah control senjata, dapat menjadi etika terapn karena terdapat kelompok besar, baik yang menyetujui maupun topik etika terapan adalah issue itu harus jelas merupakan masalah moral. Pada saat tertentu, mass media menyajikan serangkaian issue sensitive, seperti gay dalma dunia militer, komitmen paksa dari mereka yang memiliki gangguan mental, praktik bisnis kapitalis versus sosialis, system kesehatan pemerintah dan swasta, atau konservasi energy. Meskipun seluruh issue ini controversial dan memiliki dampak pada masyarakat, namun tidak semua merupakan issue moral. Beberapa di antaranya merupakan issue kebijakan sosial. Tujuan kebijakan sosial adalah untuk membantu masyarakat tertentu berjalan efisien dengan berlakunya konversi tertentu, seperti peraturan lalu lintas, hokum perpajakan, dan kode wilayah. Sebaliknya, issue moral lebih mengenal praktik kewajiban moral, seperti kewajiban kita untuk menghindari kecurangan, dan tidak terbatas pada masyarakat individual.
Sering kali, issue kebijakan sosial dan moralitas saling tumpang tindih. Pembunuhan, misalnya, merupakan hal yang secara sosial dilarang, namun juga menentang moralitas. Namun, kedua kelompok tersebut tetap merupakan sesuatu yang berbeda. Misalnya, banyak orang menyatakan bahwa perzinahan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas, tetapi tidak berarti bahwa seluruh Negara memiliki kebijakan sosial atau hokum yang secara langsung menghukum perzinahan tersebut. Sama dengan itu, terdapat berbagai kebijakan sosial yang melarang berjualan asongan di daerah pemukiman tertentu. Namun, selama tidak ada orang lain yang dirugikan, tidak terdapat sesuatu yang bertentangan dengan moral dalam hal penjualan asongan dalam pemukinan tersebut. Dengan demikian, untuk dapat dikualifikasi sebagai issue etika terapan, maka issue tersebut harus lebih dari semata – mata kebijakan sosial, namun harus relevan dengan moralitas itu sendiri.
Sumber: Kode Etik Psikolog & Ilmuwan Psikologi. Aliah B. Purwakania Hasan (Hal 89 – 91)
0 komentar:
Posting Komentar