Kita telah memberikan indikasi bahwa
kebiasaan (habit) merupakan
penjelasan alternatif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial
seseorang di samping instink (instinct).
Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut
(kebiasaan dan instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem
- karena mengabaikan kegiatan mental manusia.
Seorang psikolog James Baldwin (1897)
menyatakan bahwa paling sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada
kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang
perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog
Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan
perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif .
Kemudian banyak para psikolog sosial
menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental
atau kognitif tadi. Dua orang sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki
mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang sikap, yang diartikannya
sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan potensial
individu dalam dunia sosial". Sikap merupakan predisposisi perilaku.
Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Teori Medan (Field Theory), Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and Attribution Theory),
dan Teori Kognisi Kontemporer.
a. Teori Medan (Field
Theory)
Seorang psikolog, Kurt Lewin (1935,1936)
mengkaji perilaku sosial melalui pendekatan konsep "medan"/"field" atau "ruang
kehidupan" - life space. Untuk
memahami konsep ini perlu dipahami bahwa secara tradisional para psikolog
memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter individual (instink dan kebiasaan),
bebas - lepas dari pengaruh situasi di mana individu melakukan aktivitas. Namun
Lewin kurang sepaham dengan keyakinan tersebut. Menurutnya penjelasan tentang
perilaku yang tidak memperhitungkan faktor situasi, tidaklah lengkap. Dia
merasa bahwa semua peristiwa psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran,
impian, harapan, atau apapun, kesemuanya itu merupakan fungsi dari "ruang
kehidupan"- individu dan lingkungan dipandang sebagai sebuah konstelasi
yang saling tergantung satu sama lainnya. Artinya "ruang kehidupan" merupakan
juga merupakan determinan bagi tindakan, impian, harapan, pikiran seseorang.
Lewin memaknakan "ruang kehidupan" sebagai seluruh peristiwa (masa
lampau, sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam satu
situasi tertentu.
Bagi Lewin, pemahaman atas perilaku
seseorang senantiasa harus dikaitkan dengan konteks - lingkungan di mana
perilaku tertentu ditampilkan. Intinya, teori medan berupaya menguraikan
bagaimana situasi yang ada (field) di
sekeliling individu bepengaruh pada perilakunya. Sesungguhnya teori medan mirip
dengan konsep "gestalt" dalam psikologi yang memandang bahwa
eksistensi bagian-bagian atau unsur-unsur tidak bisa terlepas satu sama
lainnya. Misalnya, kalau kita melihat
bangunan, kita tidak melihat batu bata, semen, kusen, kaca, secara satu
persatu. Demikian pula kalau kita mempelajari perilaku individu, kita tidak
bisa melihat individu itu sendiri, lepas dari konteks di mana individu tersebut
berada.
b. Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap ( Attitude Consistency and Attribution Theory)
Fritz Heider (1946, 1958), seorang
psikolog bangsa Jerman mengatakan bahwa kita cenderung mengorganisasikan sikap
kita, sehingga tidak menimbulkan konflik. Contohnya, jika kita setuju pada hak
seseorang untuk melakukan aborsi, seperti juga orang-orang lain, maka sikap
kita tersebut konsisten atau seimbang (balance).
Namun jika kita setuju aborsi tetapi ternyata teman-teman dekat kita dan juga
orang-orang di sekeliling kita tidak setuju pada aborsi maka kita dalam kondisi
tidak seimbang (imbalance). Akibatnya
kita merasa tertekan (stress), kurang
nyaman, dan kemudian kita akan mencoba mengubah sikap kita, menyesuaikan dengan
orang-orang di sekitar kita, misalnya dengan bersikap bahwa kita sekarang tidak
sepenuhnya setuju pada aborsi. Melalui pengubahan sikap tersebut, kita menjadi
lebih nyaman. Intinya sikap kita senantiasa kita sesuaikan dengan sikap orang
lain agar terjadi keseimbangan karena dalam situasi itu, kita menjadi lebih
nyaman.
Heider juga menyatakan bahwa kita
mengorganisir pikiran-pikiran kita
dalam kerangka "sebab dan akibat". Agar supaya bisa meneruskan
kegiatan kita dan mencocokannya dengan
orang-orang di sekitar kita, kita mentafsirkan informasi untuk memutuskan
penyebab perilaku kita dan orang lain. Heider memperkenalkan konsep "causal attribution" - proses
penjelasan tentang penyebab suatu perilaku. Mengapa Tono pindah ke kota lain ?,
Mengapa Ari keluar dari sekolah ?. Kita bisa menjelaskan perilaku sosial dari
Tono dan Ari jika kita mengetahui penyebabnya. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita bedakan dua jenis penyebab, yaitu internal
dan eksternal. Penyebab internal
(internal causality) merupakan atribut yang melekat pada sifat dan
kualitas pribadi atau personal, dan penyebab external (external causality) terdapat dalam lingkungan atau situasi.
c. Teori Kognitif Kontemporer
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi,
sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi" digunakan
untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan
tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara
aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita
secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil
keputusan. Manusia memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur
kognitif yang diberi istilah "schema"
(Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991).
Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman-pengalaman sosial yang kita
miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan
lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan
yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak
terhitung jumlahnya.
Intinya, teori-teori kognitif memusatkan
pada bagaiamana kita memproses informasi yang datangnya dari lingkungan ke
dalam struktur mental kita Teori-teori kognitif percaya bahwa kita tidak bisa
memahami perilaku sosial tanpa memperoleh informasi tentang proses mental yang
bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang obyektif, lingkungan
eksternal belum mencukupi.
0 komentar:
Posting Komentar