Sabtu, 23 Maret 2013

ANALISIS TRANSAKSIONAL

Pengertian
Analisis transaksional adalah sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang mengunakan tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego yang terpisah, yaitu orang tua, orang dewasa dan anak. 

Ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau dari subsitut orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan oleh kita adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaan dan tindakan orang tua kita terhadap kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “ harus” dan “ semestinya” . 

Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi yang merupakan bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan kepecahan yang paling baik bagi masalah tertentu. 

Ego anak adalah berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan spontan. “anak” yang ada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah”, “profesor cilik”, atau berupa “ anak yang disesuaikan”. Anak alamiah adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Preofesor cilik adalah kearifan yang asli dari seseorang anak. Dia memanipulatif dan kreatif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif, bagian yang bermain diatas firasat-firasat. Anak-anak yang disesuaikan menunjukkan suatu modifikasi dari anak alamiah. Modifikasi-modifikasi dihasilkan oleh pengalaman-pengalam traumatik, tuntutan latihan dan ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh belaian. 


Konsep-konsep utama 

Pandangan tentang sifat manusia 
AT adalah berakar pada suatu filsafat yang anti deterministik serta menekan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemrograman awal. Disamping itu, AT berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa orang mampu memilih untuk memutuskan ulang. AT meletakkan kepercayaan pada kesanggupan individu untuk tampil di luar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru. Hal ini tidak menyeretkan orang terbebas dari pengaruh kekuatan-kekuatan sosial, juga tidak berarti bahwa orang-orang sampai pada putusan-putusan hidupnya yang penting sepenuhnya oleh dirinya sendiri. Bagaimanapun, orang-orang dipengaruhi oleh harapan –harapan dan tuntutan dari orang-orang lain yang berarti, dan putusan-putusan dirinya pun dibuat ketika hidup mereka sangat bergantung oleh orang lain. Akan tetapi, putusan itu bisa ditijau dan ditantang serta jika putusan-putusan dini tersebut tidak baik lagi, bisa dibuat keputusan baru. Pandangan tentang manusia ini memiliki implikasi-implikas nyata bagi terapi AT. Terapis mengakui bahwa salah satu alasan mengapa seseorang berada dalam terapi karena dia ingin memasuki persengkongkolan permainan dalam mempermainkan permainan, terapis tidak mendukung perkembangan hubungan persengkongkolan dalam terapi. Terapis tidak menerima perkataan “coba”, “saya tidak bisa membantunya”, dan “jangan menyalahkan saya, sebab saya bodoh”. Dengan premis dasar bahwa seseorang dapat membuat pilihan-pilihan, putusan-putusan baru, dan bisa bertindak, maka praktek trapeutik AT tidak bisa menerima akal-akal, penolakan dalam kewajiban.


Sumber: Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Gerald Corey (Hlm 157 - 158)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar