AT adalah suatu bentuk terapi berdasarkan kontrak. Suatu kontrak dalam AT menyiratkan bahwa seseorang akan berubah. Kontrak haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dan dinyatakan secara ringkas. Kontrak menyatakan apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke arah tujuan yang telah ditetapkannya, dan kapan klien mengetahui saat kontrak habis. Sebagai sesuatu yang dapat diubah, kontrak-kontrak bisa dibuat bertahap-tahap. Terapis akan mendukung dan bekerja sesuai dengan kontrak yang bagi klien adalah kontrak terapi. Penekanan kontrak-kontrak yang spesifik adalah salah satu sumbangan utama AT kepada konseling dan terapi.
Kontrak – kontrak yang cakupannya luas seperti “saya ingin bahagia”, “saya ingin memahami diri sendiri”, atau “saya berharap bisa menyesuaikan diri lebih baik”, tidak diterima. Kontrak harus lebih spesifik dan harus melukiskan cara-cara yang sesungguhnya digunakan dala terapi, baik terapi individual maupun terapi kelompok.
Banyak klien yang mengeluh bahwa mereka tidak tahu apa yang diinginkannya, atau terlalu bingung untuk bisa membuat suatu kontrak yang jelas. Mereka bisa memulai dengan menetapkan kontrak-kontrak jangka pendek atau kontrak yang lebih mudah, barangkali dengan hanya mendatangani terapi sebanyak tiga kali untuk menetapkan apa yang diinginkannya dari terapi.
Pendek kontrak dengan jelas menyiratkan suatu tanggung jawab bersama. Dengan berbagi tanggung jawab bersama terapis, klien menjadi rekan dalam treatment-nya. Terapis tidak melakukan sesuatu kepada klien, sementara klien itu sendiri berlaku pasif. Akan tetapi baik terapis maupun klien aktif dalam hubungan itu.
Dalam membicarakan persamaan terapis-klien, Holland (1973) menegaskan bahwa jaringan sekali-kali klien disisihkan dari “dewan yang kuasa”. Klien mempelajari prinsip-prinsip dasar dan konsep-konsep AT sehingga perbedaan-perbedaan yang menyangkut pemahaman masalah kiel bisa diminimalkan dan kerangka acuan bersama bagi kerja terapeutik bisa dijamin. Pendekatan analisis transaksional melalui pembentukan hubungan kontraktual memiliki status sebagai terapis.
Dengan nada yang sama, Harris (1967, hlm. 229) menyatakan bahwa semua orang bisa menganalisa transaksi-transaksinya sendiri, sebab AT pada dasarnya adalah suatu proses belajar dimana seseorang menemukan bagaiman mengevaluasi data yang digunakan dalam pembuatan keputusan. Menurut Harris, konsep konsep psikoanalisa tentang transferensi dan resistensi menghambat kelangsungan terapi, dan karenanya AT tidak menggunakan teknik-teknik tersebut. Transferensi, menurut pandangan AT, tidak mungkin mucul, sebab hubungan terapeutik AT berwujud partisipasi timbal balik dan isinya adalah ego orang tua, ego orang dewas, dan ego anak. Dalam praktek AT, teknik-teknik dari berbagai sumber, terutama dari terapi Gestalt, digunakan. Sebenarnya ada prosedur yang mngasyikkan yang dihasilkan dari perkawinan antara Analisis Transaksional dan terapi Gestalt. James dan Jongeward (1971) menggabungkan konsep-konsep dan proses AT dengan eksperimen-eksperimen Gestalt. Dengan pendekatan untuk mencapai kesadaran diri dan otonomi.
Sumber: Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI.
Gerald Corey
Tidak ada komentar:
Posting Komentar