Sabtu, 10 Maret 2012

KEHIDUPAN BERKELOMPOK DALAM ALAM BINATANG


Bukan hanya makhluk manusia saja, melainkan juga banyak jenis makhluk lain yang hidup bersama individu sejenisnya dalam sebuah kelompok. Dari ilmu mikrobiologi, misalnya, kita mengetahui bahwa banyak jenis protozoa hidup bersama makhluk sel sejenis dalam suatu kelompok sebanyak ribuan sel yang masing-masing tetap merupakan individu sendiri-sendiri. Dalam kelompok protozoa misalnya jenis Hydractinia itu, ada suatu pembagian kerja yang nyata antara subkelompok. Ada subkelompok yang terdiri dari ratusan sel subkelompok lain yang fungsinya mereproduksi jenis dengan cara membelah diri, ada subkelompok yang berfungsi meneliti keadaan lingkungan dengan kemampuan membedakan suhu yang terlampau tinggi atau terlampau rendah, untuk mendeteksi adanya bahan yang dapat dimakan, adanya lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan lain-lain.

Kita juga mengetahui bahwa jenis serangga, seperti semut lebah, belalang dan lain-lain hidup secara berkelompok. Dalam kelompok serangga seperti itu pun dapat kita amati adanya pembagian kerja yang luas antara berbagai subkelompok individu. Ada beberapa jenis semut yang menurut para ahli terbagi ke dalam 16 subkelompok yang masing-masing bertugas melakukan salah satu dari ke-16 macam fungsi yang berbeda-beda. Ada yang hanya bertugas dalam fungsi reproduksi dengan bertelur, ada yang berfungsi sebagai tukang membersihkan sarang, ada yang berfungsi dalam mempertahankan sarangnya dan sebagainya.

Selain makhluk sel dan serangga, juga banyak jenis binatang yang lebih tinggi, seperti ikan, burung, serigala, bangteng, dan makhluk-makhluk primata, hidup sebagai kesatuan kelompok. Dari mempelajari kelompok-kelompok binatang seperti itu kita dapat mengabstraksikan beberapa ciri yang dapat kita anggap ciri khas kehidupan berkelompok, yaitu (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam subkesatuan atau golongan individu dalam kelompok untuk melaksanakan berbagai macam fungsi hidup, (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kelompok sebagai akibat dari pembagian kerja tadi(3) kerja sama antaraindividu yang disebabkan karena sifat ketergantungan tadi, (4) komunikasi antaraindividu yang diperlukan guna melaksanakan kerja sama tadi, (5) diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kelompok dan indvidu-individu dari luarnya.

Mengenai asas-asas pergaulan antara makhluk dalam kehidupan alamiah itu, beberapa ahli filsafat seperti H. Spencer pernah menyatakan bahwa asas egoisme atau asas “mendahulukan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan yang lain”, mutlak perlu bagi jenis-jenis makhluk untuk dapat bertahan dalam alam yang kejam. Hanya sikap egois yang dapat membuat sejenis makhluk menjadi kuat sehingga ia cocok (fit) dengan alam untuk dapat bertahan dan hidup (survive). Sikap eogis memungkinkan “the survival of the fittest”.

Sebalikanya, ada beberapa ahli filsafat lain yang menunjukkan bahwa lawan asas egoisme, yaitu asas altruisme atau asas “hidup berbakti” untuk kepentingan yang lain”. Juga dapa membuat jenis makhluk itu menjadi sedemikian kuatnya sehingga dapat bertahan dalam proses seleksi alam yang kejam. Kita dapar mengerti bahwa asas altruisme ini. Justru karena altruisme yang kuat, maka jenis makhluk berkelompok itu mampu mengembangkan suatu hubungan saling tolong-menolong begitu kuat dapat bertahan hidup dalam alam yang kejam. Jika pada semut ada individu-individu yang dengan pernah dedikasi mencari makan, dan keamanan jenisnya, maka ratu semut dapat dengan sepenuhnya berkonsentrasi pada aktivitas bertelur saja sehingga dapat menetaskan semut baru yang cukup banyak guna menjamin kelangsungan hidup dari jenisnya.

Sumber:  Pengantar Ilmu Antropologi. Prof. Dr. Koentjaraningrat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar