Bukan
hanya makhluk manusia saja, melainkan juga banyak jenis makhluk lain
yang hidup bersama individu sejenisnya dalam sebuah kelompok. Dari
ilmu mikrobiologi, misalnya, kita mengetahui bahwa banyak jenis
protozoa hidup bersama makhluk sel sejenis dalam suatu kelompok
sebanyak ribuan sel yang masing-masing tetap merupakan individu
sendiri-sendiri. Dalam kelompok protozoa misalnya jenis Hydractinia
itu, ada suatu pembagian kerja yang nyata antara subkelompok. Ada
subkelompok yang terdiri dari ratusan sel subkelompok lain yang
fungsinya mereproduksi jenis dengan cara membelah diri, ada
subkelompok yang berfungsi meneliti keadaan lingkungan dengan
kemampuan membedakan suhu yang terlampau tinggi atau terlampau
rendah, untuk mendeteksi adanya bahan yang dapat dimakan, adanya
lingkungan yang cocok untuk reproduksi dan lain-lain.
Kita
juga mengetahui bahwa jenis serangga, seperti semut lebah, belalang
dan lain-lain hidup secara berkelompok. Dalam kelompok serangga
seperti itu pun dapat kita amati adanya pembagian kerja yang luas
antara berbagai subkelompok individu. Ada beberapa jenis semut yang
menurut para ahli terbagi ke dalam 16 subkelompok yang masing-masing
bertugas melakukan salah satu dari ke-16 macam fungsi yang
berbeda-beda. Ada yang hanya bertugas dalam fungsi reproduksi dengan
bertelur, ada yang berfungsi sebagai tukang membersihkan sarang, ada
yang berfungsi dalam mempertahankan sarangnya dan sebagainya.
Selain makhluk sel dan serangga, juga banyak jenis binatang yang lebih tinggi, seperti ikan, burung, serigala, bangteng, dan makhluk-makhluk primata, hidup sebagai kesatuan kelompok. Dari mempelajari kelompok-kelompok binatang seperti itu kita dapat mengabstraksikan beberapa ciri yang dapat kita anggap ciri khas kehidupan berkelompok, yaitu (1) pembagian kerja yang tetap antara berbagai macam subkesatuan atau golongan individu dalam kelompok untuk melaksanakan berbagai macam fungsi hidup, (2) ketergantungan individu kepada individu lain dalam kelompok sebagai akibat dari pembagian kerja tadi(3) kerja sama antaraindividu yang disebabkan karena sifat ketergantungan tadi, (4) komunikasi antaraindividu yang diperlukan guna melaksanakan kerja sama tadi, (5) diskriminasi yang diadakan antara individu-individu warga kelompok dan indvidu-individu dari luarnya.
Mengenai
asas-asas pergaulan antara makhluk dalam kehidupan alamiah itu,
beberapa ahli filsafat seperti H. Spencer pernah menyatakan bahwa
asas egoisme atau asas “mendahulukan kepentingan diri sendiri di
atas kepentingan yang lain”, mutlak perlu bagi jenis-jenis makhluk
untuk dapat bertahan dalam alam yang kejam. Hanya sikap egois yang
dapat membuat sejenis makhluk menjadi kuat sehingga ia cocok (fit)
dengan alam untuk dapat bertahan dan hidup (survive).
Sikap eogis memungkinkan “the survival of the fittest”.
Sebalikanya, ada beberapa ahli filsafat lain yang menunjukkan bahwa
lawan asas egoisme, yaitu asas altruisme atau asas “hidup berbakti”
untuk kepentingan yang lain”. Juga dapa membuat jenis makhluk itu
menjadi sedemikian kuatnya sehingga dapat bertahan dalam proses
seleksi alam yang kejam. Kita dapar mengerti bahwa asas altruisme
ini. Justru karena altruisme yang kuat, maka jenis makhluk
berkelompok itu mampu mengembangkan suatu hubungan saling
tolong-menolong begitu kuat dapat bertahan hidup dalam alam yang
kejam. Jika pada semut ada individu-individu yang dengan pernah
dedikasi mencari makan, dan keamanan jenisnya, maka ratu semut dapat
dengan sepenuhnya berkonsentrasi pada aktivitas bertelur saja
sehingga dapat menetaskan semut baru yang cukup banyak guna menjamin
kelangsungan hidup dari jenisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar