Jumat, 09 Maret 2012

TUJUAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

 
Tujuan yang pertama yang paling nyata ialah pengujian kerampatan (generality) pengetahuan dan teori psikologis yang ada. Tujuan ini pernah diajukan dan teori psikologis yang ada. Tujuan ini pernah diajukan dan teori psikologis yang ada. Tujuan ini pernah di uraikan oleh J. W. Whiting (1968). ia mengatakan bahwa kita menggunakan psikologi lintas-budaya melalui penggunaan data “beragam orang dari seantero dunia semata-mata untuk menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan perilaku manusia”. Dawson (1971) mengajukan tujuan ini ketika menyatakan bahwa psikologi lintas-budaya dirancang “agar kesahihan universal teori-teori psikologi dapat dikali secara lebih efektif.” Pandangan ini lebih jauh digaungkan oleh Segall dan kawan-kawan (1990), yang menyatakan bahwa “mengingat pentingnya budaya sebagai suatu penentu perilaku, para psikologi wajib menguji kerapatan lintas-budaya dari asas-asas mereka sebelum menerapkan asas-asas itu” (hal. 37).

tujuan pertama ini oleh Berry & Dasen (1974) disebut “tujuan membawa dan menguji” (transport and test goal). Intinya bahwa sang psikolog berusaha membawa hipotesis dan temuan mereka ke lingkungan budaya lain untuk menguji daya terapannya dalam kelopok manusia lain (malahan semua manusia). Contoh, kita mungkin bertanya: “apakah pada kasus “praktek pangkal kesempurnaan” (melakukan sesuatu melalui coba-coba dalam kajian pembelajaran). Atau butir-butir pernyataan yang disajikan di awal dan di akhir kajian ingatan (pada primacy  dan recency effect) memang lebih menunjukkan efektivitas bagi individu-individu dalam semua budaya? Untuk tujuan pertama kasus dalam budaya sindiri dan menerapkan pertanyaan yang sama pada budaya lain. Karena itu, formulasinya secara  khusus tidak rentan terhadap penemuan fenomena psikologi yang mungkin penting dalam budaya lain.
 
Tujuan kedua yang diajukan Berry dan Dasen (1974) menjawab persoalan ini: menjelajahi budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dijumpai dalam pengalaman budaya seseorang yang memang terbatas. Meski kita menyadari fenomena ini, melalui kegagalan mendapat hasil yang sama ketika mencanangkan tujuan pertama, secara sederahana kita dapat kembali dari kajian dalam budaya lain dengan konkluisi, tidak ada efek tampilan atau efek urutan awal (primacy effect) dalam pembelajaran dan ingatan. Tujuan ini memperjernihkan tujuan pertama sehingga, dari kegagalan itu, kita dapat merampatkan dan mencari tahu sebab-sebabnya atau menemukan cara-cara alternatif (yang barangkalu khas budaya setempat). Dengan semua itu, diharapkan atau daya nalar dikembangkan. Lebih jauh, tujuan kedua menuntut kita membuka mata terhadap aspek-aspek perilaku yang baru walau kita telah mendapat dukungan menarik dari perampatan fenomena yang kita pelajari. Contoh, individu mungkin mencerna dengan rangka “mnemonic” bercorak lain selama berpartisipasi dalam kajian eksperimantal mengenai ingatan.

Tujuan ketiga berusaha menjalin dan mengintegrasikan hasil-hasil yang diakui ke dalam sebuah psikologi berwawasan luas ketika tjuan pertama dan kedua tercapai. Juga menetaskan sebuah konstruksi psikologi yang mendekati unviversal (misal, dalam menjelaskan pembelajaran dan ingatan ) dan sahih bagi tebar budaya yang lebih luas (broader range of cultures). Tujuan ketiga ini penting. Kebolehjadiannya berbeda dengan tujuan pertama yang mengahadapkan kita pada batas-batas upaya merampatkan pengtahuan  psikologis yang kita kukuhi. Tujuan ketiga juga menindaklanjuti pencapaian psikologi baru yang tetap  harus dikembalikan ke dalam suatu kerangka teori psikologi lebih umum.

Dalam buku ini berlaku asumsi “hukum-hukum universal” perilaku manusia yang niscaya dapat dicapai. Kami yakin, kita akhirnya menemukan proses-proses psikologis penting yang khas spesies kita—homo sapiens---sebagai suatu keseluruhan. Keyakinan kami berdasarkan kenyataan suatu keseluruhan. Keyakinan kami berdasarkan kenyataan universal yang terdapat pada disiplin-disiplin terkait. Contoh, dalam biologi ada kebutuhan primer yang diakui mapan secara lintas spesies (seperti makan, minum, dan tidur) kendati pemenuhannya dicapai melalui berbagai cara dalam budaya berbeda. Dalam sosiologi ada latar belakang cara dalam budaya berbeda. Dalam sosiologi ada latar berlaku universal tentang relasi (seperti makan, minum, dan tidur) kendati pemenuhannya dicapai melalui berbagai cara dalam budaya berbeda, dalam ilmu linguistik ada pencirian bahasa universal (seperti kaidah gramatika), dan dalam antropologi terdapat suatu kebiasaan dan pelembagaan universal (seperti penciptaan alat-alat dan keluarga). Jadi, masuk akal dalam psikologi terdapat kemungkinan memberlakukan anggapan, kita pun mampu menyingkap tabir universalitas perilaku manusia meski (sebagaimana berlandas pemahaman cognate discriplines) mungkin terdapat variasi luas. Lintas-budaya dalam cara proses-proses universal ini dikembangkan, ditampilkan, dan diarahkan.

Sumber: Psikologi Lintas Budaya Riset dan Aplikasi, John W. Berry, Ype H Poortinga, Marshall H. Segall, Pierre R. Dasen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar