Senin, 09 April 2012

DEVALUASI DAN REVALUASI

Berkaitan dengan kurs mata uang asing, di samping kurs itu dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing yang bersangkutan, pemerintah juga sering mengambil kebijakan penentuan kurs. Kebijakan tersebut bisa berupa devaluasi maupun revaluasi. Mengapa pemerintah melakukan kebijakan devaluasi ataupun revaluasi?

Devaluasi adalah kebijakan menurunkan nilai mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Misalnya, semula US$ 1=Rp 400,00 lalu menjadi US$=Rp 650,00 (devaluasi pada tanggal 15 November 1978). sebaliknya, revaluasi adalah kebijakan menaikkan nilai mata uang dalam negeri atas mata uang asing.

Perlu di cacat bahwa penurunan nilai rupiah terhadap mata uang asing pada masa krisis moneter di Indonesia (sejak 1997) tidaklah termasuk devaluasi, sebab bukan merupakan  kebijakan pemerintah. Penurunan nilai akibat tarik menarik antara permintaan dan penawaran terhadap mata uang rupiah di pasar internasional dan nasional.

Dampak Kebijakan Devaluasi
Dengan devaluasi, nilai mata uang asing terhadap Rupiah menjadi naik. Akibatnya, harga barang-barang impor menjadi sangat tinggi jika dinilai dengan rupiah. Harapan pemerintah, dengan kebijakan ini impor dapat dikurangi. Sebaliknya, barang-barang yang kita ekspor ke luar negeri menjadi turun nilainya jika mata uang importirnya bukan rupiah (sekalipun dilihat dari rupiah tidak turun). Karena nilai barang-barang ekpor kita di luar negeri lebih rendah maka diharapkan volume ekspor bisa naik (bisa bersaing di pasar internasional).

Dengan adanya kenaikan ekspor dan penurunan impor, diharapkan perusahaan-perusahaan di dalam negeri bisa berkembang. Akibatnya, akan dapat menyerap tanaga kerja yang menganggur dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Namun, devaluasi juga mempunyai dampak negatif. Adanya devaluasi membuat harga-harga di dalam negeri mejadi naik. Selain itu, orang-orang Indonesia yang mempunyai utang luar negeri dalam bentuk mata uang asing menjadi terpukul sebab utang tersebut menjadi membengkak jika dilihat dari Rupiah.







Contoh:
Utang Adi US$1 juta. Apabila ia bayar utangnya sebelum 15 November 1978, ia harus membeli US$ dengan kurs US$ 1 = Rp 400,00. jadi Adi harus herus mengeluarkan Rp 400 juta. Namun, apabila ia harus membayar utangnya setelah 15 November 1978, Adi harus mengeluarkan Rp 650 juta ini berarti, devaluasi mengakibatkan utang Adi bertambah dalam nilai Rupiah sebesar Rp250 juta. “tambahan” utang  ini dapat mendorong Adi untuk menaikkan harga barang.

Dampak Kebijakan Revaluasi
Revaluasi adalah kebijakan menaikkan mata uang dalam negeri atas mata uang asing. Kebijakan ini diambil ketika pemerintah ingin mendorong tingkat impor dan menurunkan ekspor. Mengapa pemerintah ingin mengingkatkan impor? Salah satu alasannya adalah  untuk mengurangi akumulasi mata uang asing dalam negeri. Dengan revaluasi, nilai barang-barang dalam negeri menjadi lebih mahal, dan nilai barang-barang luar negeri menjadi lebih murah. Akibatnya, impor meningkat. Setiap impor dilakukan, suatu nilai mata uang asing harus digunakan untuk membayar barang-barang yang diimpor tersebut. Sehingga, peningkatan impor mengakibatkan peningkatan permintaan mata uang asing dan pada akhirnya penurunan cadangan mata uang asingg di dalam negeri. 

Revaluasi dapat membawa dampak negatif pada keuntungan dan daya saing perusahaan-perusahaan dalam negeri. Revaluasi membuat barang-barang lokal lebih murah di pasar internasional. Akibatnya, perusahaan-perusahaan dalam negeri akan mengalami tekanan untuk menurunkan harga barang-barangnya, meningkatkan produktivitas, dan promosi agar barang-barangnya dapat bersaing di pasar internasional dan dalam negeri.

Contoh:
Pada bulan Januari 2004 US$ 1 = Rp 8.500
Pada bulan Maret 2004, pemerintah mengambil kebijakan revaluasi sehingga US$ 1 = Rp7.000.

Perusahaan Empat Musim adalah perusahaan garmen yang mengekspor produk-produknya ke berbagai negara Eropa. Seluruh transaksi menggunakan mata uang US$. Pada bulan Januari 2004, apabila Negara x ingin membeli produk-produk Perusahaan Empat Musim senilai Rp 1.000.000. Negara X harus membayar Rp 1.000.000 x US$1/Rp 8.5000 = US$ 117.647. Setelah revaluasi, nilai transaksi itu berubah menjadi Rp 1.000.000 x US$1/Rp 7.000. = US$142,857. Dari sini dapat dilihat bahwa setelah revaluasi, barang-barang ekspor akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, apalagi Perusahaan Empat Musim adalah pengimpor produk garmen, nilai transaksi setelah revaluasi akan menjadi lebih murah. Katakanlah Perusahaan Empat Musim mempunyai transaksi impor US$ 1juta x Rp 8.500/US$ 1 =Rp 8.500.000.000, namun setelah revaluasi transaksi menjadi US$ 1juta x Rp 7.000/US$1 = Rp 7.000.000.000. ini berarti, biaya impor menjadi lebih murah.


Sumber: Buku Ekonomi. Suyanto. Nurhadi

7 komentar:

  1. thanks artikelnya.., tapi saya masih bingung..

    BalasHapus
  2. pernah ada gak negara yg merevaluasi mata uangnya?? dan untuk devaluasi/revaluasi apakah itu kebijakan bank sentral atau kesepakatan dengan organisasi keuangan dunia lainnya(imf, bank dunia)?? :-?

    BalasHapus
  3. iklannya terlalu maksa banget untuk di klik, mengganggu,
    bukan blogger yang baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf gan. Saya lagi dalam masa testing iklannya. dlam beberapa wktu akn brubah

      Hapus
  4. Tanya mas. Saat devaluasi rupiah, disebutkan bahwa nilai barang yg dijual di LN jd turun jika pembelinya tdk menggunakan dolar. Bisa dijelaskan bagaimana keterkaitannya?

    Btw, artikelnya bagus kok. Bisa memberi pencerahan.

    Salam

    BalasHapus
  5. Mendingan sekarang rupiahnya direvaluasi, misalnya Dari $1 = Rp13.900 menjadi $1 = Rp6.900.

    BalasHapus
  6. Terimakasiih Sharingnya sangat bermanfaat,
    untuk pembahasan mengenai devaluasi mungkin link berikut bisa menjadi tambahan referensi

    https://www.krishandsoftware.com/blog/1423/pengertian-devaluasi/

    BalasHapus