Kamis, 12 April 2012

MODEL KONEKSIONIS TENTANG MEMORI-MEMORI


Pendekatan terhadap sebagaimana yang diajukan Tulving menemukan adanya korelasi langsung antara aktivitas-aktivitas neural dan jenis-jenis memori. Model koneksionis, yang dikembangkan oleh Rumelhart, McClelland dan sejumlah penelitian lain (1986), juga diinspirasikan oleh adanya aktivitas-aktivitas neural, namun berusaha mendeskripsikan memori berdasarkan analisis unit pemprosesan yang lebih halus (funegrained), yang menyerupai neuron. Lebih lanjut, model Tulving dihasilkan dari observasi terhadap aktivitas-aktivitas otak sehingga model koneksionis dibuat berdasarkan hukum-hukum perkembangan yang mengatur representasi pengetahuan dalam memori. Sebuah fitur tambahan dari model PDP (parallel distributed processing; lihat Bab 1) adalah bahwa model tersebut bukan sekedar model memori, melainkan suatu model aksi dan representasi pengetahuan.

Jets dan Sharks sistem-sistem memori sebagaimana disebutkan diatas, telah dipelajari oleh McClellans (1981) dan McClelland dan Rumenlhart (1985), yang mengilustrasikan bagaimana sistem momori yang isinya dapat diakses tersebut (content-addressable memory) dapat bekerja dalam suatu model PDP. Dalam Tabel 6.1 kita mendapatkan sejumlah nama karakter-karakter bangis (dan hipotetik) yang tinggal di lungkungan yang buruk (juga hipotetik). Sebuah subset unit yang merepresentasikan informasi tersebut ditampilkan dalam Gambar 6.10. dalam gambar tersebut, pengelompokan dibagian tepi menyertakan informasi yang saling berhubungan satu sama lain secara ekslusif. (Sebagai contoh, Art tidak mungkin sama dengan Rick). Seluruh atribut karakter saling berhubungan satu sama lain. Saat kita memahami jaringan tersebut (artinya kita memahami koneksi antar unit), kita dapat menentukan ciri-ciri unik setiap individu.

Andai kata anda ingin menentukan ciri-ciri Ralph. Dengan mencari nama Ralph dalam sistem (hanya ada satu Ralph dalam sistem tersebut), anda mengingatkan bahwa Ralph adalah anggota Jet, berusia 30-an, lulusan SMU, lajang, dan berprofesi sebagai penjual obat bius. Sebagai akibatnya, kita memiliki representasi mengenai Ralph. Dengan kata lain, Ralph adalah orang yang memiliki ciri-ciri di atas. Meski demikian, jika minim, anda mungkin mendapatkan hasil-hasil yang ambigu. Sebagai contoh, saat anda mencari seseorang yang berasal dari kelompok Jet, berusia 30-an, lulusan SMU, dan lajang, anda akan menemukan dua nama yaitu Ralph dan Mike. Dalam contoh tersebut, kita memerlukan informasi lebih banyak untuk menentukan nama yang spesifik, (Penyelidikan polisi menggunakan jaringan inklusif-eksklusif yang serupa).

Salah satu keunggulan model koneksionis (connectionist model) tentang memori adalah model tersebut dapat menjelaskan pembelajaran kompleks (complex learning), 
Tabel 6.1
Atribut-atribut anggota dua geng, Jets dan Sharks
Nama
Geng
Usia
Pendidikan
Status Pernikahan
Pekerjaan
Art
Jets
40-an
SMP
Lajang
Penjual narkoba
Mike
Jets
30-an
SMP
Lajang
Bandar taruhan
Ralph
Jets
30-an
SMP
Lajang
Penjual narkoba
Rick
Sharks
30-an
SMU
Cerai
Perampok
Ol
Sharks
30-an
Universitas
Menikah
Penjual narkoba
Don
Sharks
30-an
Kuliah
KuliahAlihar
Perampok
Ned
Sharks
30-an
Kuliah
Kuliah
Bandar taruhan
Karl
Sharks
40-an
SMU
Menikah
Bandar taruhan






































“Anak muda itu menceritakan seluruh kisahnya, dan kemudian dia terdiam. Saat matahari terbit, ia jatuh terkapar. Sesuatu yang berwarna hitam keluar dari mulutnya. Wajahnya menjadi berkerut-kerut. Para warga desa menjerit-jerit ketakutan. Pia itu telah dewasa.”
Setelah keda selama haru satu (atau lebih), para partisipan mereproduksi cerita tersebut secara lebih umum, lebih singkat, dan lebih informal, dibandingkan cerita asilnya. Selain itu, terdapat penghilang sejumlah bagian dan terdapat pula sejumlah modifikasi. Sebagai contoh, kata-kata yang familiar menggantikan kata-kata yang tidak lazim (perahu menggantikan kuno, dan memancaing menggantikan berburu anjing laut).
Berhari-hari kemudian, para partisipan kembali diminta meceritakan kisah tersebut. Cerita yang direproduksi kedua kalinya ini menjadi lebih singkat. Sebagai contoh, nama yang mucul dalam cerita (seperti Kalama) telah hilang dan perkataan “Aku bisa saja terbunuh” justru muncul (perkataan tersebut tidak muncul dalam reproduksi pertama).
Enam bulan kemudian, para partisipan diminta melakukan reproduksi ketiga. Dalam reproduksi tersebut, seluruh istilah yang tidak lazim, seluruh nama, dan seluruh bagian cerita yang melibatkan kekuatan supernatural, telah lanyap.
Akhirnya, seorang partisipan diminta menceritakan kembali kisah tersebut setelah 2 tahun 6 bulan. Selama jeda waktu dia, dia tidak pernah sekali pun membaca ulang kisah tersebut, dan sebagaimana yang dinyatakannya sendiri, ia tidak pernah memikirka cerita tersebut. Penuturannya mengenai cerita tersebut adalah sebuah intisari cerita tersebut, namun sebagian besar detail cerita lenyap atau berubah:
Sejumlah prajurit pergi untuk berperang melawan hantu. Mereka bertempur sepanjang hari dan salah satu dari mereka terluka. Mereka pulang ke desarnya pada malam hari, membawa rekan mereka yang terluka. Saat hari menjelang malam, kondisi prajurit yang terluka tersebut menjadi semakin parah dan para warga desa berdatangan mengelilinginya. Saat matahari terbenam, prajurit tersebut terbatuk: sesuatu berwarna hitam keluar dari mulutnya. Di dewasa.
Hanya intisari cerita yang tersisa. Tidak ditemukan elaborasi detail, dan sejumlah tema tampaknya berkaitan dengan apa yang seherusnya tejadi menurut partisipan (jadi bukannya apa yang terjadi dalam cerita). Sebagai contoh, perhatian bagian saat prajurit yang terluka tersebut akhirnya tewas. Menurut partisipan, kapan hal itu terjadi? Saat matahari terbena......tidak mengherankan! Tampaknya “saat matahari terbenam” merupakan bagian dari tema cerita-cerita populer bagi partisipan, meskipun tema itu tidak dapat terdapat dalam cerita aslinya.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Bartlett (1932) mampu menganalisa bagaimana memori direkonstruksi:
  1. Penghilang (omission) informasi. Sejumlah informasi yang spesifik akan lenyap. Selain itu, informasi yang tidak oleh partisipan yang bersangkutan.
  2. Rasionalisas. Sejumlah informasi ditambah sedemikian rupa oleh partisipan dlam upaya memperluas bagian-bagian memori yang tidak kongruen atau tidak logis.
  3. Tema yang dominan. Sejumlah tema tampaknya diingat dengan kuat, dan detail-detail disesuaikan dengan tema yang dominan.
  4. Transformasi informasi. Kata-kata yang tidak familiar diubah ke kata-kata lebih familiar.
  5. Transformasi urutan (sequence) cerita. Sejumlah peristiwa “diputarbalikkan” terjadi lebih awal dari yang seharusnya, atau lebih lambar.
  6. Sikap (attitude) partisipan. Sikap partisipan terhadap materi itu sendiri akan menentukan tingkat rekoleksi memori.
Dalam tindakan menyusun analisis berdasarkan gagasan-gagasan di atas, Bartlett menggunakan konsep skema untuk mempertanggung jawabkan hasil penelitiannya. Dalam pandangan Bartlett, skema mengacu pada pengorganisasian secara aktif terhadap reaksi-reaksi lampu atau pengalaman-pengalaman lampau. Stimuli yang diindra selanjutnya memberikan kontribusi terhadap pembentukan suatu skema yang terorbganisasikan dengan baik.


Sumber: PSIKOLOGI KOGNITIF. Edisi kedelapan. Robert L. Solso. Otto H. Maclin. M. Kimberly Maclin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar