Minggu, 15 April 2012

PERKEMBANGAN SIKAP PENELITI NON-BARAT DALAM PENELITIAN PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

Perkembangan sikap peneliti non-Barat di bidang psikologi lintas-budaya dapat dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap di mana para peneliti yang umumnya menerima pendidikan dari negara-negara Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui buku-buku, melakukan penelitian yang sudah dilakukan di Barat, tanpa lakukan penelitian yang sudah dilakukan di Barat, tanpa memperhitungkan pengaruh dari kekhasan budaya mereka. Mengingat bahwa penelitian yang dilakukan di negara non-Barat (yang kebanyakan adalah negara berkembang) lebih terbatas baik dari segi dana maupun kekerasan prosedur penelitian, sulit untuk dapat memberikan tambahan sumbangan teoritis kepada apa yang yang telah ditemukan peneliti di Barat. Di samping itu, mengingat bahwa kekhasan budaya setempat tidak diikursertakan, hasil penelitian ini juga kurang dapat dirasakan relenvansi dan manfaat praktisnya bagi kehidupan sehari-hari individu setempat. Dapat dikatakan bahwa manfaat penelitian semacam ini hanyalah untuk latihan penelitian yang bersangkutan.



Tahap kedua adalah tahap di mana para peneliti dari negara Barat mulai mengajak para peneliti lintas-budaya mereka, karena pengetahuan peneliti setempat dibutuhkan untuk mengembangkan dan menginterprestasi hal-hal yang emic sifatnya. Kesempatan untuk bekerjasama dalam kedudukan yang kurang lebih sederajat telah membuka peluang bagi para peneliti non-Barat untuk mengkaji teori-teori dan penelitian yang telah di lakukan di Barat secara kritis dengan menggunakan pengetahuan mereka tentang budaya setempat. Dengan demikian ada nilai tambah yang dapat disumbangkan oleh para peneliti non-Barat untuk dapat melakukan modifikasi terhadap teori-teori yang telah dikembangkan di Barat sehingga lebih dapat digeneralisasikan. Kendati demikian, mengingat topik penelitian sebagian besar ditentukan oleh para peneliti Barat yang minatnya lebih penelitian untuk individu dan masyarakat setempat masih terbatas dan belum tentu menjawab kebutuhan yang ada.


Tahap ketiga adalah tahap di mana para peneliti non-Barat yang aktif terlibat dalam penelitian-penelitian lintas-budaya di Barat baik mengenai perkembangan teori maupun metode penelitian. Pada tahap ini banyak di antara mereka merasa kurang puas karena topik-topik penelitian yang diminati oleh rekan-rekan mereka yang berasal dari Barat tidak dapat menjawab kebutuhan masyarakat mereka. Kebanyakan dari para peneliti yang sebagian besat berasal dari banyakan dari para peneliti yang sebagian besar berasal dari negara berkembang ini berpendapat bahwa penelitian yang hanya ditujukan untuk memuaskan keingintahuan ilmiah tetapi tidak secara lansung dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada di masyarakat terlalu mahal bagi negara berkembang. Walaupun tetap berpartisipasi dalam penelitian psikologi lintas-budaya yang dilakukan bersama rekan-rekan peneliti dari negara maju, para peneliti psikologi di negara berkembang mulai lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat mereka. Perkembangan psikologi sosial komunitas di Amerika Selatan, penelitian tentang kemiskinan dan hubungannya dengan perkembangan nasional di India, sikolohiyang Pilipino di Filipina, yang dikemukakan pada Bab 16 Psikologi dan Negara Berkembang dalam buku ini, merupakan contoh dari kecenderungan tersebut.


Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tahap ini para peneliti psikologi lintas-budaya di negara berkembang mempunyai dua perhatian. Pertama, ikut berpartisipasi dalam mencari teori-teori psikologi yang bersifat universal di mana kekhasan budaya mereka ikut memberikan sumbangan. Kedua, mengembangkan teori-teori psikologi yang relevan untuk menjawab kebutuhan masyarakat mereka. Indigenous pychology yang dibahas dalam buku ini dapat dimasukkan dalam kelompok perhatian yang kedua ini.


Perkembangan di atas yaitu tentang hubungan antara perkembangan psikologi lintas-budaya dan perkembangan, dengan sendirinya berlaku pula bagi peneliti psikologi di Indonesia. Kendati demikian, perlu diingat bahan walaupun ada tiga tahap perkembangan sikap peneliti non-Barat, tidak berarti bahwa semua peneliti sudah sempat pada tahap ketiga. Dalam kaitannya dengan konteks Indonesia, kiranya akan bermanfaat bila kita mencoba untuk memeperkirakan berapa banyak dari peneliti psikologi di Indonesia yang sudah berada pada tahap ketiga.



Sumber: Psikologi Lintas Budaya Riset dan Aplikasi. John W. Berry. Ype H. Poortinga. Marshall H. Segall. Pierre R. Dasen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar