Senin, 16 April 2012

TRADISI BAHASA AFRIKA-AMERIKA DAN KEMISKINAN


Shirley Heath (1989) meneliti tradisi bahasa kalangan  Afrika-Amerika dari gologan miskin. Dia meneliti beberapa aspek dari bahasa Inggris yang dipakai orang Afrika-Amerika mulai dari masa perbudakan. Heath juga meneliti bagaimana pola bicara mereka sampai membentuk bahasa inggris yang mereka pakai sekangan.  Dia menemukan arca pertanian di Amerika Serikat kawasan selatan punya tradisi lisan yang kaya.

Secara khusus di menemukan bahwa orang dewasa tidak menyederhanakan atau menyesuaikan bahasa mereka saat berbicara dengan anak-anak, dan ini membuat anak tertantang untuk menjadi pendengar yang sangat aktif. Orang dewasa juga hanya mengajukan “pertanyaan rill” kapada anak-anak, yakni pertanyaan yang tidak diketahui oleh si orang dewasa. Orang dewasa juga melakukan beberapa macam bentuk lelucon atau menggoda anak-anak dengan banyak cara untuk mendorong mereka menggunakan kepintarannya dalam berkomunikasi. Misalnya, seorang nenek pura-pura ingin mengambil topi si anak lalu menghidupkan percakapan di mana anak harus memehami banyak argumen, lelucon dan mood, apakah nenek benar-benar ingin topiku? Apakah di marah padaku? Apakah dia bercanda? Dapatkah saya membujuknya agar ia mengembalikan topi padaku? Terakhir, ada apresiasi atas kepintaran dalam penguasaan bahasa, dan pengakuan atas perbedaan individual, seseorang mungkun dihormati karena menceritakan dongeng, sedangkan orang lain dihormati karena menceritakan dongen, sendangkan orang lain dihormati karena ahli bernegosiasi dan mendamaikan orang.

Heath berpendapat bahwa tradisi bahasa ia dekripsikan itu sangat bervariasi. Menantang kemampuan kognitif, dan cocok untuk kehidupan nyata. Di mengatakan bahwa tradisi lisan dan tulisan di antara orang miskin Afrika-Amerika di kota-kota sangat cocok untuk banyak situasi kerja. Bertahun-tahun lalu banyak pekerjaan di kota mensyaratkan agar orang mengikuti perintah untuk melakukan pekerjaan yang rutin. Kini banyak pekerjaan membutuhkan interaksi terus-menerus yang membutuhkan pekerjaan yang rutin. Kini banyak pekerjaan yang banyak membutuhkan interaksi terus-menerus yang membutuhkan flesibilitas dalam berbahasa, seperti kemampuan untuk membujuk rekan kerja atau mengekpresikan ketidakpuasan, misalnya, dengan cara yang halus.

Meskipun berguna bagi banyak situasi kerja, tradisi bahasa yang kaya yang dimiliki Afrika-Amerika miskin tidak sesuai dengan perioritas pendidikan di Amerika. Sering kali sekolah menekankan pada mengingat (memorization), meminimalkan interaksi kelompok dan tidak mendorong komunikasi yang bervariasi. Juga, bahasa dalam kultur Afrika-Amerika dengan cepat pudar di tengah arus kehidupan kalangan miskin Afrika-Amerika, sebab struktur keluarga miskin, dan sering kali single-parent, tidak banyak memberikan stimulasi verbal untuk anak-anak.

Seorang itu bersedia untuk direkam oleh Heath saat itu di bercakap dengan anak-anaknya selama dya tahun dan menulis cacatan tentang aktivitasnya dengan anak-anaknya. Dalam rekaman 500 jam rekaman dan lebih dari seribu kalimat cacatan, si ibut itu mengawali pembicaraan dengan tiga anak presekolahnya hanya sebanyak 18 kali (yang lain hanya berupa perintah atau mengajukan pertanyaan singkat). Ada sedikit pembicaraan si ibu yang berisi rencana atau melakukan sesuatu bersama anak-anaknya. Heath (1989) menunjukkan bahwa kurangnya dukungan keluarga dan komunitas banyak dialami oleh keluarga urban miskin, terutama dari kaum Afrika-Amerika. Kondisi yang buruk dan miskin di area ini sangat menghambat kemampuan anak-anak mengembangkan keahlian berbahasa yang mereka butuhkan untuk secara kopeten.


Sumber: Psikologi Pendidikan , edisi kedua. John W. Santrock, Universty of Texas-Dallas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar