Minggu, 15 April 2012

SALAH PENGERTIAN TENTANG PSIKOLOGI KLINIS

Dalam kehidupan sehari-hari gangguan kejiwaan sering dihubungkan dengan perilaku dan penampilan fisik serta mental yang ekstrim dan dramatis atau terkadang didramatisasi. Karenanya, gangguan kejiwaan sering diasosiasikan dengan perbuatan atau pikiran yang aneh dan perlu dijauhi. Penderitaan pun sering dikucilkan, ditakuti, bahkan dimusuhi. Dalam sejarah kesehatan jiwa indonesia, tercacat kejadian pemasungan si penderita, sebagaimana luas diberitakan media massa pada tahun 1970-an. Kejadian-kejadian ini memberi gambaran tentang gangguan kejiwaan yang salah. Kejadian ini membari gambaran tentang pengertian gangguan kejiwaan yang salah. Namun, juga berarti adanya kesadaran baru mengenai bagaimana kita mengartikan dan sekaligus mengajukan bagaimana seharusnya bersikap terhadap penderita.

Sebenarnya, seperti halnya sakit fisik atau organis, gangguan jiwa mempunyai jenis yang bermacam-macam dan tingkat keparahan yang berbeda pula. Kalau dalam gangguan fisik ada sakit influensa yang dapat sembuh kebingunan yang dapat diselesaikan dengan cara hanya menenangkan diri beberapa jam. Kalau ada penyakit berat seperti kanker atau penyakit lainnya yang sudah berada dalam stadium akhir sehingga secara kedokteran tidak dapat pertolongan lagi, juga ada gangguan kejiwaan yang parah dan tidak tertangani sehingga penderitanya harus menjadi “penghuni tetap” rumah sakit jiwa. Gangguan jiwa mengenal garis proses yang disebut kontinuum, yang berarti keadaan antara satu taraf dengan taraf berikutnya tidak tampak jelas. Oleh karena itu, dalam wacana umum terdapat pengertian atau kesan mengenai gangguan kejiwaan yang bersifat akademik dan ada pula yang bersifat awam dan tidak benar.


Sumber: Pengantar Psikologi Klinis. Edisi revisi. Prof. Dr. SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar