Jumat, 18 Mei 2012

PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI PENDEKATAN EKSISTENSIAL-HUMANISTIK


Dalam terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi-persepsi tentang dunianya. Di harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasinya. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan, seperti ditunjukkan oleh catatan salah seorang klien yang tidak  diungkapkannya selama periode terapi. Rasakan kecemasan yang dialami oleh klien ketika dia memutuskan untuk meninggalkan keamanan dan memulai mencari dirinya sendiri:

“Saya memulai terapi hari ini. Saya merasa takut, tetapi tidak tahu kerena apa. Sekarang saya tahu. Pertama, saya takut karena Jerry. Dia memiliki kekuatan untuk mengubah saya. Saya memberinya kekuatan itu, dan saya tidak bisa kembali. Itulah yang benar-benar membingungkan saya. Tidak ada yang sama…saya masih belum mengenal diri saya sendiri, hanya tahu bahwa tidak ada yang sama. Saya sedih dan takut akan hal itu. Saya cemas, keamanan akan hilang dari diri saya, dan saya takut, siapa saya nantinya. Saya sedih tidak bisa kembali. Saya telah membuka pintu ke dalam diri sendiri dan negeri menemukan apa yang terdapat di dalamnya, menghindari diri yang baru, menemui dan berhubungan dengan orang-orang dengan cara yang berbeda. Saya menduga, saya memiliki kecemasan yang mengambang tentang segala hal, tetapi saya terutama takut terhadap diri sendiri.”

Pendek kata, klien dalam terapi eksistensial terlibat dalam permbukaan pintu menuju diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan, atau menyenangkan, mendepresikan, atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dngan membuka pintu yang tertutup, klien mulai melonggarkan belenggu deterministic yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikoogi. Lambat laun klien menjadi sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekrang, serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi, klien bisa mengeklorasikan alternative-alternatif guna membuat pandangan-pandangannya menjadi riel.



Sumber: Psikologi Pendidikan , edisi kedua. John W. Santrock, Universty of Texas-Dallas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar