Kamis, 07 Juni 2012

TEORI “Contingency” DARI KEPEMIMPINAN


Model contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka the performance of the group is contingent upon both the motivation system of the leader and the degree to which the situational favorableness(Fiedler, 1974; 73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.

Untuk menilai system motivai dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala dalam bentuk skala semantic differential suatu skala yang terdiri dari 16 butir bipolar

Bagian dari skala Semantic Differential dari Rekan Kerja yang Paling Tidak DIsenangi.

Think of the Person with Whom You Can Work Least Weit. He May Be Someone You Work with Now, or He May Be Someone You Knew in the Fast. He Does Not Have to Be the Person You Like Least Well, But Should Be the Person with Whom You Had the Most Difficualty in Geming a Job Done.Describe This Person as He Appears to You”

Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh pemimpin antara dia densiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana yang menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented), suatu konsep yang mempunyai persamaan dengan konsep Penenggangan (Consideration). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka dengan mana ia tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented), yang mirip pengertiannya degan Memprakarsi Struktur (Initiating Structure).

Situasi yang mengungtungkan (situational favorableness), yaitu sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variable situasi, yaitu:
  1. Hubungan pemimpin-anggota (leader-member relations): hubungan pribadi pemimpin dengna anggota kelompoknya. Variable ini ditaksir melalui jawaban pemimpin terhadap 10 sampai 20 skala semantic differential yang digunakan untuk menilai konsep dibatasi oleh sepasang kata sifat yang bipolar, dan suasana kelompok diharkat (rated) sesuai dengan dimana tempatnya pada garis bersinambung..
  2. Struktur tugas (task structure). Derajat struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan. Cirri ini ditaksir melalui empat skala pengharkatan yang dikembangkan oleh Shaw, yaitu tentang Gool Clariry, Gool-path multiplicity, decision Verifibility dan Decesion specificity (Fiedler & Chemers, 1974).
  3. Kekuasaan kedudukan (position power). Kekuasaan dan kewenangan yang terkait dalam kedudukannya. Besar kecilnya variable ini diukir dengan suatu checklist, yang disusun oleh Hunt, yang terdiri dari 18 butir pertanyaan, yang dijawab oleh seorang penimbang (judge) yang terdiri (independent) dengan jawaban “ya” atau “tidak”. Misalnya: (a) Can the supervisor recommend subordinate rewards and punishments to his boss? (b) Can the supervisor punish or reward subordinates on his own? (c) etc. (Fiedler & Chemers, 1974).

Berdasarkan ketiga variable ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungan bagi pemimpin. Situasi dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak mengutungkan ialah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.

Kedua kesimpulan di atas ini berlaku terutama untuk kelompok-kelompok interaksi. Fiedler membedakan antara kelompok-kelompok interkasi, koaksi dan konteraksi (interacting, coacting groups).

Dalam kelompok interkasi dituntut koordinasi yang ketat dari para anggota kelompko dalam melaksanakan tugas-tugas utama mereka. Para anggota kelompok saling tergantung dalam arti bahwa sulit untuk menentukan koordinasi seseorang dalam mencapai tujuan kelompok.

Kelompok koaksi juga bekerja sama pada satu tugas bersama. Namun setiap anggota kelompok berdiri dan prestasi kerjanya tergantung pada kecakapan, keterampilan dan motivasinya sendiri.

Kelompok konteraksi terdiri dari orang-orang  yang bekerja sama untuk tujuan perundingan dan perujukan dari tujuan dan pandangan yang saling bertentangan.

Sebagainya telah disinggung pada subbab pola hubungan antartenaga kerja dalam perusahaan, pada manajer pertama lebih banyak berhubungan dengan kelompok interaksi daripada kelompok koaksi dan tidak membawahi kelompok konteraksi. Para manajer madya dan puncak lebih banyak berhubungan dengan kelompok koaksi dan konteraksi sebagai bawahan.

Kesimpulan Fiedler di atas lebih berlaku untuk kepemimpinan pada tingkat manajemen pertama.





Sumber: Buku Psikologi Industri dan  Organisasi. Asher Sunyato Munandar. Penerbit universitas indonesia (UI. Press). 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar