Kamis, 21 Februari 2013

KONSELING PENGEMBANGAN DAN ISLAM


Konseling sebagai proses membantu individu agar berkembang memiliki beberapa prinsip yang penting yaitu:

Memberikan kabar gembira dan kegairahan hidup
Didalam hubungan konseling konselor sebaiknya jangan dulu mengungkapkan berbagai kelemahan, kesalahan, dan kesulitan klien. Akan tetapi berupaya membuat situasi konseling yang menggembirakan. Karena situasi seperti itu membuat klien senang, tertarik untuk melibatkan diri dalam pembicaraan, dan akhirnya akan menjadi terbuka untuk membebaskan isi hati dan rahasianya. Menggembirakan klien adalah sesuai dengan ajaran Islam seperti difirmankan oleh Allah SWT. Yaitu: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan” (Q.S 34:28).

Dengan diciptakan suasana kegembiraan, maka besar kemungkinan hati klien terbuka untuk menerima peringatan – peringatan dan mudah baginya mengungkapkan kelemahannya. Akan tetapi jika hubungan konseling dimulai dengan langsung memberi nasehat peringatan, dan mengungkapkan kelemahan, maka klien akan tertutup. Jika hal ini terjadi, maka upaya menggali potensi dan kelemahan klien akan menjadi sulit.

Melihat klien sebagai subjek dan hamba Allah
Klien bukanlah objek konseling, melainkan sebagai subjek yang berkembang. Dan dia adalah hamba Allah, yang menjadi tugas amanat bagi seorang konselor. Dia bukan objek konselor untuk diperlakukan tanpa nilai moral – religius, akan tetapi menghargainya sebagia pribadi yang merdeka. Karena itu didalam hubungan konseling klien yang harus banyak berbicara mengenai dirinya dan bukan konselor. Sebab itu upaya konselor adalah menggali potensi dan kelemahan serta kesulitan klien kemudian klien akan menggunakan segalanya dengan jujur dan terbuka.

Biasanya pada konselor pemula dan yang masih kurang wawasan dianggapnya benar berbicara banyak dalam hubungan konseling dianggapnya benar, padahal amat keliru. Demikian pula kebiasaan memberi nasehat yang banyak dan tanpa diminta klien akan pasif, tidak mandiri, kurang kreatid untuk memikirkan mengenai dirinya, daya eksplorasi diri rendah, dan bahkan banyak klien yang diam dan manggut – manggut saja. Nasehat agama dirasakan amat mudah membuat klien mengintropeksi diri, bila hal itu diminta dan tepat momennya.

Menghargai klien tanpa syarat
Menghargai klien adalah syarat utama untuk terjadinya hubungan konseling yang gembira dan terbuka. Penghargaan ini  dimaksudkan sebagai upaya konselor yang memberikan ucapan – ucapan, serta bahan bahasa badan yang menghargai.

Dialog Islami yang menyentuh
Dalam hubungan konseling yang akrab konselor berupaya agar mengemukakan butir – butir dialognya yang menyentuh hati klien sehingga memunculkan rasa syukur, rasa cinta, bahkan perasaan berdosa. Klien mengungkapkan perasaan – perasaan tersebut dengan tulus, jujur dan terbuka. Keakraban dan keterbatasan klien adalah kata – kata kunci dalam hubungan konseling untuk membuat klien tersentuk perasaan keagamaan dan kemanusiaan.

Banyak konselor menggunakan pendekatan agama untuk membuat klien tersentuh hatinya. Karena itu selayaknya konselor mempelajari ilmu agama. Sebab manakala klien meminta informasi hal itu, dapat diberikan secara lengkap termasuk pengajaran agama seperti sholat (bacaannya), doa – doa, fikih, dan sebagainya.

Keteladanan pribadi konselor
Keteladanan pribadi konselor dapat menyentuh perasaan klien untuk mengidentifikasi diri konselor. Hal itu merupakan sugesti bagi klien untuk berubah kearah positif. Motivasi untuk berubah disebabkan kepribadian, wawancara, dan keterampilan, serta amal kebajikan konselor terhadap klien. Konselor bersikap jujur, saleh dan berpandangan luas, serta penuh perhatian terhadap klien. Seolah – olah kepribadian teladan adalah pesan Rabbani, yang memancar dalam perilaku konselor.


Sumber: KONSELING INDIVIDUAL Teori dan Praktek. Prof. DR. Sofyan S. Willis (Hal. 23 – 25)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar