Senin, 02 September 2013

SKALA PSIKOLOGI SEBAGAI ALAT UKUR

Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan terpecaya. Pada pendekatan penelitian kuantitatif, hasil penelitian hanya akan dapat diinterprestasikan dengan tepat bila kesimpulannya didasarkan pada data yang diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang selain tinggi validitas dan realiabilitasnya, juga objektif.

Pengukuran dapat didefinisikan sebagai proses kuantifikasi suatu atribut. Pengukuran yang diharapkan akan menghasilkan data yang valid harus dilakukan secara sistematik. Berbagai alat ukur telah berhasil diciptakan untuk melakukan pengukuran atribut dalam bidang fisik seperti berat badan, kecepatan kendaraan, luas bidang datar, suhu udara, dan semacamnya yang segi validitasnya hampir semua dapat diterima secara universal. Kuantifikasi berat badan dengan mudah dilakukan dengan bantuan alat timbangan badan dan kuantifikasi kecepatan laju kendaraan dilakukan dengan bantuan speedometer sehingga angka berat badan 65 kg atau angka laju kendaraan 110 km perjam memberikan gambaran yang mudah dimengerti oleh hampir semua orang. Validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran di bidang fisik tidak banyak lagi menjadi sumber kekhawatiran dan tidak banyak lagi dipertanyakan orang.

Apalagi untuk menjaga akurasi hasil pengukuran fisik, bidang psikologi masih berada dalam taraf perkembangan yang mungkin tidak akan pernah mendekati kesempurnaan. Beberapa tes dan skala psikologi yang standar (standard measures) dan yang telah terstandarkan (standardized measures) kualitasnya belum dapat dikatakan optimal. Berbagai kemajuan pesat di bidang teori pengukuran psikologi (psikometri) justru menyingkap sisi lemah dari banyak tes dan skala psikologi yang sudah ada dan sudah lama digunakan. Untunglah, di sisi lain kemajuan teori pengukuranpun telah membuka peluang lebih besar bagi kita untuk mengingkatkan usaha mencapai keberhasilan yang optimal dalam penyusunan dan pengembangan alat – alat ukur psikologi yang lebih berkualitas.

Dibandingkan pengukuran atribut fisik, pengukuran atribut – atribut psikologi jauh lebih sukar dan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan tingkat validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang sangat tinggi. Hal ini antara lain dikarenakan:

  1. Atribut psikologi bersifat latent, yang eksistensinya ada secara konseptual. Artinya, objek pengukuran psikologi merupakan konstrak yang tidak dapat teramati secara langsung melainkan hanya dapat diungkap secara tidak langsung melalui banyak indicator keperilakuan yang operasional. Merumuskan indicator keperilakuan secara tepat bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
  2. Aitem – aitem dalam skala psikologi ditulis berdasarkan indikator keperilakuan yang jumlahnya pasti terbatas. Keterbatasan itu dapat mengakibatkan hasil pengukuran psikologi menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan bagian dari indicator keperilakuan yang terbatas itu pun sangat mungkin pula masih tumpang tindih dengan indicator keperilakuan dari atribut psikologi yang lain.
  3. Respon yang diberikan subyek terhadap stimulus dalam skala psikologi sedikit banyak dipengaruhi oleh variable – variable yang tida relevan seperti suasana hati subyek, gangguan kondisi dan situasi di sekitar, dan semacamnya.
  4. Atribut psikologi yang terdapat dalam diri manusia stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang mudah beribah sejalan dengan waktu dan situasi.
  5. Interpretasi terhadap hasil ukur psikologi hanya dapat dilakukan secara normative. Dalam istilah pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologi terdapat lebih banyak sumber eror.

Berbagai keterbatasan dalam bidang pengukuran psikologi inilah yang menjadi prosedur konstruksi skala – skala psikologi lebih rumit dan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan sistematik sehingga sumber eror yang mungkin ada dapat ditekan sesedikit mungkin. Permasalahan validitas pengukuran sudah harus diperhitungkan dan diusahakan untuk dicapai sejak dari langkah yang paling awal sampai pada langkah konstruksi yang terakhir dan sesudahnya.



Sumber: PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGI. Edisi 2. Saifuddin Azwar. (Hal 1 – 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar