Kamis, 01 Mei 2014

PERKEMBANGAN REKAM MEDIS (RM) DI INDONESIA

Kumpulan Materi - Walaupun pelayanan RM di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan, namun perhatian untuk pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai sejak di terbitkannya Surat Keputusan Menkes RI No. 031/Birhup/19972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording dan reporting dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya Keputusan Menkes RI No. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan pemeliharaan Rumah Sakit.

Pada Bab I pasal 3 dinyatakan guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, setiap rumah sakit diwajibkan:

  1. Mempunyai dan merawat statistik yang mutakhir.
  2. Membina RM yang berdasarkan ketentuan – ketentan yang telah dittapkan.

Selanjutnya, Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 134/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah sakit menyebutkan subbagian pencatatan medik mempunyai tugas mengatur pelaksnaan kegiatan pencatatan medik.

Dari keputusan – keputusan Menteri Kesehatan di atas, terlihat adanya usaha serius untuk mulai membenahi masalah RM dalam usaha memperbaiki recording reporting, hospital statistic dan lain – lain yang kini kita kenal sebagai informasi kesehatan.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan peran RM dalam pelayanan kesehatan, IDI juga menerbitkan. Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktik profesi – profesi kedokteran harus melaksanakan RM. Fatwa ini tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit, tetapi juga untuk dokter praktik pribadi (lihat lampiran 12)

Serangkaian peraturan yang diterbitkan pemerintah mengenai RM, dipertegas secara rinci. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749 a/Menkes/Per/XII/1989 tentang RM (Medical/Record) sehingga RM mempunyai landasan hukum yang kuat. (lihat Lampiran 14).

Guna melengkapi ketentuan dalam pasal 22 Permenkes tentang RM yang menyebutkan “hal – hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai bidang tugas masing – masing”. Direktoral Pelaksanaan Pelayanan Medis pada tahun 1991 telah pula menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Medik pada tahun 1991 telah pula menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Penyelanggaraan RM/Medical Record di Rumah Sakit (SK DIrektur Jenderal Pelayanan Medis No. 78 tahun 1991).

Dalam undang – undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengatur tentang RM secara khusus, secara mimplisit Undang – Undang ini jelas membutuhkan adanya RMa yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan, kedokteran/kesehatan yang berkualitas.

Kewajiban dokter untuk membuat RM dalam pelayanan kesehatan dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat RM harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberian pelayanan atau tindakan. Selanjutnya dalam pasal 79 diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak Rp 50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat RM.




Sumber: ETIKA KEDOKTERAN & HUKUM KESEHATAN Edisi 4. Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K). Prof. dr. Amri Amir, Sp.F.(K), SH.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar