Selasa, 21 Februari 2012

JUMLAH LAPISAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT


Berapakan jumlah lapisan sosial (strata) yang terdapat ada dalam suatu sisten stratifikasi? Di kalangan para ahli sosiologi kita menjumpai keanekaragaman dalam penetuan jumlah lapisan sosial. Ada yang merasa cukup dengan klasifikasi dalam dua lapisan. Marx, misalnya, membedakan antar kelas borjuis dan proieter; Mosca membedakan antar kelas yang berkuasa dan kelas yang dikuasai; banyak ahli sosiologi membedakan antar elit dan massa, antara orang kaya dan orang miskin.

Sejumlah ilmuan sosial membedakan antar tiga lapisan atau lebih. Kita sering menjumpai, misalnya, perbedaan antara kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah . warner bahkan merinci tiga kelas ini menjadi enam kelas: kelas atas atas (upper-upper), atas bawah (lower upper), menegah atas (upper middle), menengah bawah (lower middle), bawah atas (upper lower) dan bawah bawah (lower lower lihat Zanden, 1979:209). Sayogyo membagi petani miskin di jawa dalam tiga lapisan: petani lapisan III (cukup), yang luas tanahnya di atas 0,5 ha; lapisan II (miskin), yang luas tanahnya antara 0,25 dan 0,5 ha; dan lapisan I (miskin sekalli) yang luas tanahnya di bawah 0,25 ha atau buruh tani yang tidak mempunyai tanah (lihat Sajogyo, 1978).

Benard Barber memperkenalkan beberapa konsep yang mempertajam konsep stratifikasi . salah satu di antaranya ialah konsep rentang (span), yang mengacu pada perbedaan antara kelas teratas dengan kelas terbawah (Barber, 1957). Dalam masyarakat kita, misalnya, kita menjumpai rentang yang sangat lebar dalam hal penghasilan. Di bagian terbawah kita menjumpai penghasilan di bawah Rp 100.000 per bulan atau Rp 1,2 juta per tahun, di Jakarta awal tahun 90-an, misalnya, kita dapat menjumpai pegawai negeri dengan gaji di bawah Rp 50.000 per bulan, buruh pabrik yang penghasilannya sekitar Rp 35.000 per bulan. Di bagian teratas stratifikasi dibidang penghasilan, di pihak lain, kita akan menjumpai akan menjumpai penghasilan yang mencapai antara Rp. 800 juta dan Rp 1 miliar per  tahun (lihat Warta Ekonomi 23, 1990), atau sekitar Rp 66,7 juta sampai ke Rp 83,3 juta per bulan. Di bidang kepangkatan pegawai negeri rentang antara pangkat terendah, golongan IA dan pangkat tertinggi, golongan IVd adalah 16 jenjang; artinya, antara pangkat seorang pegawai negeri yang menduduki jenjang terendah dengan pangkat tertinggi terdapat 16 jenjang. Di bidang kekayaaan masyarakat kita dijumpai rentang sangat besar pula; antara keadaan una wisma yang tidak mempunyai apa-apa kecuali pakaian yang melekat ditubuhnya, dan pengusaha yang kekayaan pribadinya berjumlah di atas Rp 1 milliar. Konsep rentang memberikan pada kita petunjuk mengenai besarnya kedenjangan ataupun ketidaksamaan (atau kecilnya pemerataan) dalam masyarakat.

Konsep terkait lainnya yang dilakukan Barber ialah konsep bentuk (shape), yang mengacu pada proporsi orang yang terletak di kelas sosial yang berlainan (lihat Barber,1957). Suatu stratifikasi dapat berbentuk segi tiga. Ini berarti bahwa semakin tinggi posisi dalam stratifikasi, semakin sedikit jumlah posisi yang tersedia. Stratifikasi yang mendekati bentuk piramida ini kita jumpai, misalnya, dalam stratifikasi jabatan pimpinan dalam pemerintahan daerah: jumlah kepala desa atau lurah melebihi jumlah camat, jumlah camat melebihi jumlah bupati atau walikota, dan jumlah bupati atau walikota melebihi jumlah gubenur.

Stratifikasi tidak selalu bembentuk segi tiga atau piramida, karena kita sering menjumpai situasi yang di dalamnya terdapat sejumlah besar posisi rendah dan sejumlah kecil posisi tinggi. Situasi kesenjangan besar ini sering dijumpai dalam masyarakat yang sedang ber-kembang. Dari penduduk yang menurut sensus penduduk 1990 berjumlah 179 juta jiwa, misalnya, hanya terdapat sekitar 50 orang penduduk yang berpenghasilan antara Rp300 juta dan Rp1 miliar, dan dari perkiraan bahwa hanya terdapat sekitar 10 orang yang kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar (lihat Warta Ekonomi 18, 1990) kita melihat bahwa dalam masyarakat kita jumlah orang yang sangat kaya atau berpenghasilan sangat tinggi sangat sedikit.

Di bidang pendidikan formal, dalam masyarakat kita pun dijumpai kesenjangan besar antara mereka yang berpendidikan dasar dan menengah dengan mereka yang berpendidikan tinggi. Data Sensus 1971 dari BPS, misalnya menunjukkan bahwa pada tahun 1971 di kalangan penduduk berusia 10 tahun ke atas 41.01% tidak bersekolah, 52.35% berpedidikan dasar (32.97% tidak selesai), 4.3% berpendidikan SLP, 2.03% berpendidikan SLAdan hanya 0,31 berpendidikan tinggi.

Dalam masyarakat industri maju dapat dijumpai stratifikasi yang bentuknya intan: posisi di lapisan bawah san atas berjumlah relatif sedikit bila dibandingkan dengan posisi di lapisan menengah. Dalam studi yang dilakukan Warner di kota “Jonesville,”Amerika Serikat, misalnya, kelas atas berjumlah 2.7%, menengah atas 11% menengah bawah 31%, bawah atas 41% dan bawah bawah 14% (dikutip dalam Zanden, 1979:273). Data ini menunjukkan bahwa stratifikasi masyarakat kota “Jonesville” berbentuk intan; mayoritas penduduk berada pada kelas menengah kebawah pada pemilik modal, manajer swasta dan pejabat tinggi di dalamnya pedagang dan pengusaha sektor jasa berjumlah 29.4%. meskipun buruh nampaknya merupakan sehingga buruh jumlahnya tidak melebihi 39.7%. Dengan demikian data ini menunjukkan bahwa stratifikasi pekerjaan di Jepang cenderung berbentuk intan karena posisi kebanyakan kerja Jepang berada di tengah stratifikasi.

Sumber: Buku Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Janu Murdiyatmoko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar