Ketidakberdayaan
tradisi dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya
tidak boleh dibiarkan begitu saja .Upaya-upaya pembakuan dan modernisasi yang
mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus dilawan, karena itu
berarti pelenyapan atas sumber lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal.
Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk didalamnya penghargaan nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan cinta tanah air yang dirasakan semakin memudar dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Dalam kenyataannya didalam struktur masyarakat terjadi ketimpangan sosial, baik dilihat dari status maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan sosial yang semakin melebar itu menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan sementara itu budaya global lebih mudah merasuk.
Dalam kasus Globalisasi Media, sekarang di Indonesia bermunculan lembaga-lembaga media watch yang keras sebai pers sebagai jawaban terhadap kian maraknya terhadap penerbitan yang tidak memperhitungkan masalah etika dan kode etik. Dimana melalui media massapun, kita dapat membangun media publik, karena media mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat. Misalnya melalui pemberitaan tentang dampak negatif pornografi. Komentar para ahli dan tokoh-tokoh masyarakat yang anti pornogrfi dan anti media pornografi serta tulisan-tulisan, gambar dan surat pembaca yang berisikan realitas yang dihadapi masyarakat dengan maraknya pornografi, maka media dapat dengan cepat mengkontruksikan masyarakat secara luas karena jangkauannya jauh.
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan , dikenal adanya opinion leader atau pembuka pendapat atau tokoh masyarakat. Mereka mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam citacita tertentu. Menurut Rogers (1983): ”pemuka pendapat memainkan peranan penting dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim, para pemuka pendapat berperan menyampaikan pesan-pesan, ide-ide dan informasiinformasi baru kepada masyarakat”. Melalui pemuka pendapat seperti tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang bahaya media pornografi dapat disampaikan.
Tapi yang lebih
penting lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam menerapkan hukum
baik Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang
Penyiaran secara tegas dan konsisten disamping tentu saja partisipasi dari
masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi
media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini. Kemudian hal
yang tidak kalah pentingnya dalam menghadapi globalisasi budaya adalah
nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan,
tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang
dibawa globalisasi. Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak
asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap
negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi lokal yang
dimiliki Indonesia, misalnya di Bali yang dikenal dengan ”Tri Hita Karana”, yang
mengajarkan pada masyarakat Bali, bagaimana harus bersikap dan berperilaku
yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan
hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan hidup.
Oleh karena itu
globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan
pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang
dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan
pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib dan sepenanggungan
diantara warga sehingga perlu dilakukan revitalisasi budaya daerah dan perkuatan budaya daerah.
Perjanjian
bongaya tahun 1666 M
Isi perjanjian :
raja Hasanuddin dari makasar menyerah kepada
VOC.
Perjanjian
Jepara tahun 1676 M
Isi perjanjian:
Sultan Amangkurat 11 Raja Mataram harus
menyerahkan pesisir Utara Jawa jika VOC menang dalam pemberontakan Trunojoyo.
Perjanjian
Glanti tahun 1755 M
Isi perjanjian:
Kerajaan Mataran dibagi menjadi dua bagian
yaitu Yogyakarta dan Surakarta
Perjanjian
Salatiga tahun 1757 M
Isi perjanjian:
Surakarta dibagi menjadi dua bagian Kasunanan
dan Mangkunegaran
Perjanjian
Linggajati tanggal 25 maret 1947
Isi perjanjian:
Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
atas Sumatra, Jawa, dan Madura.
Belanda dan Republik Indonesia bekerja sama
membentuk Negara Indonesia Serikat.
Perjanjian
Renville tanggal 7 Januari 1948
Isi perjanjian:
Republik Indonesia mengakui daerah-daerah yang
diduduki Belanda pada Agresi I menjadi daerah Belanda.
Perjanjian
Roem Royen tanggal 7 mei 1949
Isi perjanjian:
Pemerintah indonesia akan diserahkan ke
yogyakarta. Indonesia dan Belanda akan segera mengadakan perundingan.
Perjanjian KBM tanggal 23 Agustus 1949
Isi perjanjian:
Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia
Serikat.
Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah
pengakuan kedaulatan.
Perjanjian
New York tanggal 5 Agustus 1962
Isi perjanjian:
Belanda menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia melalui PBB.
Akan diadakan penentuan pendapat masyarakat
Irba.
Perjanjian
Bangkok tanggal 11 Agustus 1966
Isi perjanjian:
Republik Indonesia menghentikan konfrensi
de-ngan Malaysia.
0 komentar:
Posting Komentar