Minggu, 26 Februari 2012

PSIKOLOGI DARI PENGARUH OBAT


Banyak orang mengasumsikan bahwa efek dari obat bersifat otomatis, dampak yang tidak dapat dihindari dari pengaruh senyawa kimia obat-obat tersebut (“saya tidak dapat menahannya-minuman ini membuat saya melakukannya”). Tetapi reaksi dari obat psikoaktif melibatkan lebih dari sekedar karakterisitik kimiawi. Reaksi tersebut juga tergantung pada karakterisitik, pengalaman dengan obat, kondisi lingkungan, dan sel mental sang pemakai.

Faktor individu mencakup berat badan, metabolisme, tahap awal dari rangsangan emosional, karakter kepribadian, dan toleransi fisik untuk obat tersebut
Contohnya, wanita biasanya lebih cepat merasa mabuk dibandingkan pria ketika mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama karena secara rata-rata tubuh wanita lebih kecil, dan tubuh mereka mengolah alkohol dengan cara yang berbeda (Fuchs dkk. 1995). Serupa dengan itu, banyak orang Asia yang mengalami penolakan reaksi secara genetis terhadap pengaruh alkohol walau dalam dosis kecil, karena alkohol dapat menyebabkan sakit kapala, muka memerah, dan diare (Cloninger,1990). Untuk beberapa individu, sebuah obat dapat menghasilkan suatu efek setelah mengalami hari yang melelahkan dan menimbulkan efek yang berbeda setelah mengalami pertengkaran hebat, atau efeknya dapat bervariasi pada waktu tertentu dalam satu hari karena ritme sirkadian tubuh. Bukti baru menunjukkan bahwa beberapa perbedaan repsons individu terhadap obat terletak pada sifat kepribadian mereka. Pindai PET menunjukkan bahwa ketika seseorang yang mudah marah dan mudah terganggu menggunakan nikotin tablet. Sekumpulan ledakan aktivitas yang dramatis terjadi dalam otak ini tidak terjadi pada orang yang lebih santai dan ceria, atau pada subjek di kelompok kontrol yang menggunakan tablet palsu (Fallon dkk. 2004).

Pengalaman dengan obat mengacu pada berapa kali seseorang telah mengkonsumsinya
Mencoba sebuah obat-sebatang rokok, segelas minuman beralkohol, atau stimulan-untuk pertama kalinya sering kali menghasilkan pengalman biasa saja atau tidak menyenangkan. Reaksi ini biasanya berubah ketika seseorang mulai terbiasa dengan efek dari obat tersebut.

“latar belakang lingkungan” mengacu pada konteks di mana seseorang menggunakan obat-obatan.
Seseorang mungkin hanya mengkonsumsi satu gelas anggur sendirian di rumah dan merasa mengantuk tapi pada saat lain mengkonsumsi tiga gelas anggur pada sebuah pesta dan merasa penuh energi. Seseorang dapat merasa gembira dan merasa melayang ketika minum bersama teman-teman akrabnya, tetapi takut dan gugup jika minum bersama orang-orang asing. Dalam suatu penelitian  tentang reaksi terhadap alkohol. Kebanyakan peminum menjadi depresi, marah, bingung, dan tidak ramah. Kemudian menjadi jelas bagi peneliti bahwa setiap orang mungkin merasa depresi, marah, bingung, dan tidak ramah bila diminta untuk meminum anggur bourbon pada pukul 9 pagi dalam sebuah ruang isolasi di rumah sakit, yang merupakan tempat pelaksanaan eksperimen ini (Warren & Raynes, 1972).

“set mental” mengacu pada espektasi seseorang terhadap pengaruh obat tersebut dan alasan mengkonsumsinya.
Beberapa orang minum untuk mejadi orang yang lebih ramah, mudah bergaul atau terlihat menggoda, beberapa minum karena ingin mengurangi rasa cemas atau depresi; dan beberapa minum untuk memiliki alasan agar dapat bertindak kasar atau keras. Pecandu menggunakan obat-obatan untuk melarikan diri dari dunia nyata; orang yang hidup dengan rasa sakit yang teramat sangat menggunakan obat yang sama untuk dapat berfungsi dalam dunia nyata (Potenoy, 1994).

Harapan terkadang memiliki yang lebih kuat dibandingkan dengan zat kimia yang terkadung dalam obat itu sendiri. Dalam beberapa penelitian imajinatif , peneliti membandingkan mereka yang minum minuman keras (seperti vodka dan tonik) dengan mereka yang berfikir mereka minum minuman keras namun ternyata hanya mendapatkan tonik dan jus jeruk nipis. (Vodka memiliki rasa yang sangat sulit dideteksi, dan kebanyakan orang tidak dapat membedakan antara minuman vodka yang sesungguhnya dengan yang tidak.) Eksperimenter menemukan efek “think-drink”; kaum pria berperilaku lebih agresif ketika mereka barfikir yang mereka minum adalah minuman tonik, Terlepas dari isi sesungguhnya dari minuman tersebut. dan kedua jenis kelamin melaporkan perasaan terangsang secara seksual ketika mereka pikir mereka minum vodka. Terlepas dari apakah mereka benar-benar mendapatkan vodka atau tidak (Abrams & Wilson, 1983; Marlatt & Rohsenow, 1980).

Ekspektasi dan pikiran yang dipercaya mengenai obat pada gilirannya, dibentuk oleh budaya tempat anda tinggal. Banyak orang mengawali harinya dengan secangkir kopi karena kopi meningkatkan kewaspadaan, tapi ketika kopi pertama kali diperkenalkan di Eropa, masyarakat menentangnya. Para wanita sekarang mengatakan bahwa kopi mengingkatkan kewaspadaan, tapi ketika kopi pertama kali diperkenalkan di Eropa, masyarakat menentangnya. Para wanita sekarang mengatakan bahwa kopi menekan kinerja seksual suami dan membuat para suami menjadi tidak perhatian dan mungkin memang demikian! Pada abad ke-19, orang Amerika menganggap mariyuana sebagai narkotik ringan tanpa kemampuan untuk mengalihkan pikiran. Mereka tidak menyangka mariyuana dapat membuat mereka merasa melayang, dan kenyataanya memang tidak, mariyuana banya membuat mereka mengantuk (Weil, 1972/1986). Sekarang, alasan untuk menggunakan mariyuana sudah berubah, dan perubahan ini mempengaruhi bagaimana orang meresponsnya.

Tidak satu pun dari hal yang diungkapkan di atas berarti bahwa alkohol dan obat-obatan lainnya hanya sekedar placebor; obat psikoaktif, seperti yang telah kita lihat, memang memiliki pengaruh fisiologis, yang kebanyakan sangat kuat. Tetapi suatu pemahaman akan faktor psikologis yang terlihat dalam penggunaan obat dapat membantu kita berfikir kritis tentang debat nasional yang sedang terjadi tentang obat mana, bila ada, yang seharusnya sah.

Sumber: Buku Psikologi, edisi kesembilan, jilid 1. Carole Wade. Carol Travris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar