Banyak orang mengasumsikan bahwa efek dari obat bersifat otomatis, dampak yang tidak dapat dihindari dari pengaruh senyawa kimia obat-obat tersebut (“saya tidak dapat menahannya-minuman ini membuat saya melakukannya”). Tetapi reaksi dari obat psikoaktif melibatkan lebih dari sekedar karakterisitik kimiawi. Reaksi tersebut juga tergantung pada karakterisitik, pengalaman dengan obat, kondisi lingkungan, dan sel mental sang pemakai.
Faktor individu mencakup berat badan, metabolisme, tahap awal dari
rangsangan emosional, karakter kepribadian, dan toleransi fisik untuk obat
tersebut
Contohnya, wanita biasanya lebih
cepat merasa mabuk dibandingkan pria ketika mengkonsumsi alkohol dalam jumlah
yang sama karena secara rata-rata tubuh wanita lebih kecil, dan tubuh mereka
mengolah alkohol dengan cara yang berbeda (Fuchs dkk. 1995). Serupa dengan itu,
banyak orang Asia yang mengalami penolakan reaksi secara genetis terhadap
pengaruh alkohol walau dalam dosis kecil, karena alkohol dapat menyebabkan
sakit kapala, muka memerah, dan diare (Cloninger,1990). Untuk beberapa
individu, sebuah obat dapat menghasilkan suatu efek setelah mengalami hari yang
melelahkan dan menimbulkan efek yang berbeda setelah mengalami pertengkaran
hebat, atau efeknya dapat bervariasi pada waktu tertentu dalam satu hari karena
ritme sirkadian tubuh. Bukti baru menunjukkan bahwa beberapa perbedaan repsons
individu terhadap obat terletak pada sifat kepribadian mereka. Pindai PET
menunjukkan bahwa ketika seseorang yang mudah marah dan mudah terganggu
menggunakan nikotin tablet. Sekumpulan ledakan aktivitas yang dramatis terjadi
dalam otak ini tidak terjadi pada orang yang lebih santai dan ceria, atau pada
subjek di kelompok kontrol yang menggunakan tablet palsu (Fallon dkk. 2004).
Pengalaman dengan obat mengacu pada berapa kali seseorang telah mengkonsumsinya
Mencoba sebuah obat-sebatang
rokok, segelas minuman beralkohol, atau stimulan-untuk pertama kalinya sering
kali menghasilkan pengalman biasa saja atau tidak menyenangkan. Reaksi ini
biasanya berubah ketika seseorang mulai terbiasa dengan efek dari obat
tersebut.
“latar belakang lingkungan” mengacu pada konteks di mana seseorang
menggunakan obat-obatan.
Seseorang mungkin hanya
mengkonsumsi satu gelas anggur sendirian di rumah dan merasa mengantuk tapi
pada saat lain mengkonsumsi tiga gelas anggur pada sebuah pesta dan merasa
penuh energi. Seseorang dapat merasa gembira dan merasa melayang ketika minum
bersama teman-teman akrabnya, tetapi takut dan gugup jika minum bersama
orang-orang asing. Dalam suatu penelitian
tentang reaksi terhadap alkohol. Kebanyakan peminum menjadi depresi,
marah, bingung, dan tidak ramah. Kemudian menjadi jelas bagi peneliti bahwa
setiap orang mungkin merasa depresi, marah, bingung, dan tidak ramah bila
diminta untuk meminum anggur bourbon pada pukul 9 pagi dalam sebuah ruang
isolasi di rumah sakit, yang merupakan tempat pelaksanaan eksperimen ini
(Warren & Raynes, 1972).
“set mental” mengacu pada espektasi seseorang terhadap pengaruh obat
tersebut dan alasan mengkonsumsinya.
Beberapa orang minum untuk mejadi
orang yang lebih ramah, mudah bergaul atau terlihat menggoda, beberapa minum
karena ingin mengurangi rasa cemas atau depresi; dan beberapa minum untuk
memiliki alasan agar dapat bertindak kasar atau keras. Pecandu menggunakan
obat-obatan untuk melarikan diri dari dunia nyata; orang yang hidup dengan rasa
sakit yang teramat sangat menggunakan obat yang sama untuk dapat berfungsi
dalam dunia nyata (Potenoy, 1994).
Harapan terkadang memiliki yang
lebih kuat dibandingkan dengan zat kimia yang terkadung dalam obat itu sendiri.
Dalam beberapa penelitian imajinatif , peneliti membandingkan mereka yang minum
minuman keras (seperti vodka dan tonik) dengan mereka yang berfikir mereka minum minuman keras namun ternyata hanya
mendapatkan tonik dan jus jeruk nipis. (Vodka memiliki rasa yang sangat sulit
dideteksi, dan kebanyakan orang tidak dapat membedakan antara minuman vodka
yang sesungguhnya dengan yang tidak.) Eksperimenter menemukan efek “think-drink”; kaum pria
berperilaku lebih agresif ketika mereka barfikir yang mereka minum adalah
minuman tonik, Terlepas dari isi
sesungguhnya dari minuman tersebut. dan kedua jenis kelamin melaporkan
perasaan terangsang secara seksual ketika mereka pikir mereka minum vodka. Terlepas
dari apakah mereka benar-benar mendapatkan vodka atau tidak (Abrams &
Wilson, 1983; Marlatt & Rohsenow, 1980).
Ekspektasi dan pikiran yang
dipercaya mengenai obat pada gilirannya, dibentuk oleh budaya tempat anda
tinggal. Banyak orang mengawali harinya dengan secangkir kopi karena kopi
meningkatkan kewaspadaan, tapi ketika kopi pertama kali diperkenalkan di Eropa,
masyarakat menentangnya. Para wanita sekarang mengatakan bahwa kopi
mengingkatkan kewaspadaan, tapi ketika kopi pertama kali diperkenalkan di
Eropa, masyarakat menentangnya. Para wanita sekarang mengatakan bahwa kopi
menekan kinerja seksual suami dan membuat para suami menjadi tidak perhatian
dan mungkin memang demikian! Pada abad ke-19, orang Amerika menganggap
mariyuana sebagai narkotik ringan tanpa kemampuan untuk mengalihkan pikiran. Mereka
tidak menyangka mariyuana dapat membuat mereka merasa melayang, dan kenyataanya
memang tidak, mariyuana banya membuat mereka mengantuk (Weil, 1972/1986). Sekarang,
alasan untuk menggunakan mariyuana sudah berubah, dan perubahan ini mempengaruhi
bagaimana orang meresponsnya.
Tidak satu pun dari hal yang
diungkapkan di atas berarti bahwa alkohol dan obat-obatan lainnya hanya sekedar
placebor; obat psikoaktif, seperti
yang telah kita lihat, memang memiliki pengaruh fisiologis, yang kebanyakan
sangat kuat. Tetapi suatu pemahaman akan faktor psikologis yang terlihat dalam
penggunaan obat dapat membantu kita berfikir kritis tentang debat nasional yang
sedang terjadi tentang obat mana, bila ada, yang seharusnya sah.
Sumber: Buku Psikologi, edisi kesembilan, jilid 1. Carole Wade. Carol Travris.
Sumber: Buku Psikologi, edisi kesembilan, jilid 1. Carole Wade. Carol Travris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar