Psikologi
kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental
manusia. Menurut para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak
tidak dapat diukur dan diterapkan tanpa melibatkan proses mentalnya,
seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Pendekatan
kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behaviorisme. Akan
tetapi, ini tidak berarti, psikologi kognitif menolak secara radikal
terhadap aliran behaviorisme. Para ahli psikologi kognitif menyatakan
bahwa pandangan aliran behaviorisme tidak tepat dan sempurna
dikatakan sebagai sebuah teori psikologi. Sebab, mereka tidak
memerhatikan proses kejiwaan yang berdimensi psikis seperti berfikir,
membuat pertimbangan, dan mengambil keputusan. Selain itu, aliran
behaviorisme juga tidak tahu urusan rasa.
Psikologi
kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah perstiwa mental, bukan
peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
kadang-kadang tampak kasat mata dalam setiap peristiwa belajar
manusia, seseorang yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan
mulut dan menggerakkan pena yang dilakukan bukan sekedar respons dan
stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan
mental yang diatur oleh otaknya. Barlow (1985), sambil mengutip
pandangan Peaget, menyebutkan bahwa seorang anak memiliki kabutuhan
yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.
Kehadiran
aliraan belajar psikologi kognitif, tampaknya, menjadi pengikis
aliran behaviorisme yang selalu menekankanpada aspek perilaku lahir.
Teori-teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang
memuaskan para psikolog yang jelas-jelas memproklamasikan diri
sebagai orang yang tidak puas dengan behaviorime.
Aliran
behaviorime menyakini seratus persen bahwa setiap manusia lahir tanpa
warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan, dan warisan
genetik lainnya. Kecakapan, kecerdasan. Dan perasaan baru timbul
setelah manusia melakukan kontak dengan dunia sekitar, terutama dunia
pendidikan. Seorang manusia bisa pintar, terampil, dan berperasaan
hanya sekali terhadap peranan refleks, yaitu reaksi fisik yang
dianggap tidak memerlukan kesadaran mental, adalah sekadar kegiatan
refleks, reaksi manusia atas rangsangan-rangsangan yang ada.
Refleks-refleks ini, jika dibiasakan yang dikuasai manusia. Dengan
demikian, proses belajar seseorang, menurut kaum behavioris, adalah
proses melatih refleks-refleksnya sehingga menjadi kebiasaan.
Pandangan inilah yang ditolak keras oleh aliran psikologi kognitif.
Sumber:
Buku Psikologi Pendidikan
Dr.H.Mahmud, M.Si., pengantar: Prof. Pupuh Fatturahman
0 komentar:
Posting Komentar