Rabu, 11 April 2012

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami berbagai bentuk kekerasan. Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara paksa, kekerasan fisik ataupun pelecehan secara lisan. Ada yang berbentuk perkosaan, kekerasan sewaktu kencan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap mitra intim, dan pelecehan seks.


Perkosaan

Kejahatan berupa perkosaan seakan-akan telah menjadi bagian tetap kehidupan sehari-hari kita. Dalam media massa hampir tiap hari kita menemui berita mengenai berbagai bentuk perkosaan yang dialami warga masyarakat kita. Ada berita tentang pemerkosaan di luar negeri terhadap tenaga kerja perempuan asal Indonesia; tentang penumpang taksi yang diperkosa supir taksi dan temannya; tentang penghuni rumah yang diperkosa perampok, tentang anak perempuan di bawah umur yang diperkosa yang diperkosa laki-laki usia lanjut; tentang perempuan yang diperkosa sejumlah laki-laki secara bergantian (gang rape) pada waktu terjadi kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta Kota. Perkosaan tidak hanya dilakukan terhadap seseorang yang berjenis kelamin berbeda, tetapi dapat pula dilakukan terhadap seseorang laki-laki dewasa terhadap seorang laki-laki lain, terutama yang berusia muda atau masih di bawah umur.


Moore dan Sinclair (1995) menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan. Menurut data mereka perkosaan sering dilakukan terhadap perempuan berusia muda, oleh orang yang telah dikenal korban seperti tetangga, teman kencan, pacar, atau kerabat. Fakta lain ialah bahwa perkosaan jarang dilaporkan ke pihak berwajib. Karena perkosaan jarang dilaporkan atau didiagnosis, maka American Medical Association menganggap perkosaan sebagai epidemi kekerasan yang sunyi (silent-violent epidemic).


Mengapa perkosaan jarang dilaporkan kepada pihak yang berwajib? Menurut Giddens (1989) perkosaan sering tidak dilaporkan karena sang korban ingin secepat mungkin melupakan kejadian yang telah mempermalukannya itu. Selain itu sang korban mungkin pula tidak mau mengadu karena tidak bersedia menjalani pemeriksaan medik, pemeriksaan oleh polisi, dan pemeriksaan oleh hakim dan pengacara di pengadilan yang menurut pendapatnya akan semakin mempermalukannya. Keengganan korban untuk menepuh jalur hukum pun terjasi karena dalam pengadilan harus dibuktikan bahwa ia memang diperkosa, dan dalam proses pemeriksaan di pengadilan mungkin harus menjawab pertanyaan mengenai pribadinya.




Kekerasan Domestik

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang, baik perempuan maupun laki-laki, mengalami kekerasan jenis ini dinamakan domestik (domestic violece). The Family Violence Prevention Fund and Trauma Foundation (1994) merumuskan kekerasan domestik sebagai “tindakan ataupun acaman tindakan pelecehan fisik, seks, psikologis ataupun ekonomis oleh seseorang terhadap orang lain yang menjadi ataupun pernah menjadi mitra intinya.” dari perumusan ini nampak bahwa ruang lingkup kekerasan domestik cukup luas, karena tidak terbatas fisik saja tetapi mencakup pula berbagai bentuk pelecehan lain. Dampak kekerasan domestik pun beraneka ragam, pelecehan psikologis dapat berakibat gangguan emosi pada korban, tetapi pelecehan fisik dapat berakibat cedera fisik yang memerlukan perawatan medik intensif, dan bahkan maut.


Mangingat bahwa korban kekerasan sering terdiri atas mitra intim, maka centers for Diseaes Control (1999) memperkenalkan konsep kekerasan terhadap mitra intim (intimate partner violence). Centers for Disease Control pun mengamati bahwa kekerasan sering terjadi waktu dua orang yang belum terikat hubungan pernikahan sedang kencan, sehingga meng-anggap perlu ketiga konsep, maka nampak bahwa dalam hal bentuk ketiga jenis kekerasan tersebut tidak banyak berbeda. Ketiganya menekankan pada tindakan ataupun ancaman pelecehan fisik, seks maupun psikologis. Yang berbeda ialah penekanannya pada hubungan di antara anggota keluarga, sedangkan kekerasan waktu kencan berlangsung antara orang berhubungan intim namun belum terikat hubungan pernikahan.


Karena dalam ranah domestik maupun publik kekuasaan perempuan cenderung lebih kecul daripada laki-laki, maka korban kekerasan domestik, kekerasan terhadap mitra intim maupun kekerasan waktu kencan kecendungan terdiri atas perempuan. Dalam sejumlah rumah tangga misalnya, dijumpai suami yang sering memukul istri. Dan yang cenderung menjadi korban kekerasan dalam kencan pun biasanya kaum perempuan.


Pihak berwajib biasanya enggan turun tangan dalam kasus kekerasan domestik, dengan alasan tidak mau mencampuri urusan rumah tangga. Di samping itu para istri yang menjadi korban kekerasan (battered wives) pun sering tidak melakukan pengaduan ke pihak berwajib kerana berbagai alsan





Sumber: Buku Pengantar Sosiologi, edisi revisi. Kamanto Sunarto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar