Seperti perilaku abnormal,
istilah sakit mental atau gangguan mental tidak mudah untuk didefinisikan.
Untuk setiap definisi yang berhasil didefini dan berasumsi bahwa kita
seharusnya dapat menampung setiap gagasan yang menyangkut gangguan ini. Yang
paling penting adalah begaimana cara berfikir yang beradadi balik definisi
tersebut. Dengan demikian, penggunaan definisi itu disesuaikan dengan kebutuhan
nyatanya.
Adapun mengenai pentingnya
diagnosis, dapat dikemukakan bahwa pertanyaannya adalah: “Mengapa kita harus
menggunakan diagnosisi gangguan mental? Diagnosis kita yakini sebagai suatu
tipe kategorisasi taraf ekspert. Pengertian yang tertentu. Dengan penggunaan
diagnosis, yang tepat tentunya, kita dapat segera melakukan tindakan-tindakan,
sebagaimana kita lihat pada dunia kedokteran. Namun situasinya tidak
“sesederhana” kedokteran, karena jenis gangguan tidak sekedar ditentukan oleh
adanya factor-faktor luar yang menyebabkannya.
Sedikitnya terdapat empat keuntungan
dari ada digunakan diagnosis, yaitu:
Pertama, dan mungkin yang terpenting, fungsi utama diagnosis adalah
komunikasi. Misalnya di Indonesia, pemerintah telah menetapkan PPDGJ IIIsebagai pengangan diagnostic untuk gangguan kejiwaan bagi mereka yang bekerja
dalam kalangan rumah sakit jiwa, sehingga untuk seorang pasien terdapat
persamaan pendangan di antara pihak-pihak yang menanganinya (karena bias jadi
seorang pasien didiagnosis paranoid skizifrenia, akan dimengerti sama kalau ada
seorang pasien didiagnosis paranoid skizofrenia, akan dimengerti sama oleh ahli
lain ketika pasien itupun terpaksa harus pendah ke kota karena pekerjaan atau
tugasnya. Tetapi tentu saja antara pihak-pihak itu terdapat pemahaman yang sama
mengenai pengertian istilah yang dimaksud. Untuk itu perlu adanya keterangan
mengenai klasifikasi apa yang digunakan, misalnya DSM-IV TR, PPDGJ, atau ICD-10
dan lain sebagainya.
Kedua, Penggunaan diagnosis dapat membangun riset psikopatologi.
Klinikus, misalnya, dapat membandingkan pasien dengan diagnosis tertentu dengan
kelompok lain yang memperlihatkan gejala yang sama tetapi lain diagnosisnya.
Bias juga pasien dengan jenis gangguan tertentu dapat diteliti mengenai sisi
kepribadian dan gejala-gejala psikologis lainnya. Selanjutnya, cara konstruk
diagnosis didefinisikan dan dilukiskan akan merangsang riset mengenai criteria
gangguan individual, perangkat criteria alternative, dan komorbiditas (co-occurrence) di antara
gangguan-gangguan itu.
Ketiga, di antara gejala-gejala yang berbeda tipis, riset untuk
etiologi, atau penyebab-penyebab, mengenai perilaku abnormal akan hampir tidak mungkin
untuk dilakukan tanpa system diagnositik yang baku. Untuk memeriksa pentingnya
factor-faktor etiologi potensial untuk suatu sindrom psikopatologis, kita harus
pertama-tama menugaskan subyaj untuk memberikan gambaran yang lama.
Keempat, setidaknya menurut teori, untuk gangguan tertentu dapat
dipilih terapi mana yang kiranya dapat efekti digunakan.
Sumber:
Pengantar Psikologi Klinis.
Edisi revisi. Prof. Dr. SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar