Perkembangan
bimbingan dan konseling di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan
di negara asalnya yaitu Amerika Serikat. Bermula dari banyaknya pakar
pendidikan yang menamatkan studinya di negeri Paman Sam itu kembali
ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan konseling
yang baru. Hal itu terjadi sekitar tahun 60-an. Tidak dapat dibantah
bahwa pakar pendidikan itu telah menggunakan dasar-dasar pemikiran
yang diambil dari pustakan Amerika Serikat. Khusus mengenai pandangan
mengenai anak didik yaitu bahwa anak didik mempunyai potensi untuk
berkembang karena itu pendidikan memberikan situasi kondusif bagi
perkembangan potensi tersebut cara optimal.
Potensi
yang dimaksudkan adalah potensi yang baik, yang bermafaat bagi anak
dan masyarakatnya. Pandangan itu bersumber dari aliran filsafat
humanistik, yang mana menganggap bahwa manusia adalah unggul dan
mempunyai kemampuan untuk mengatasi segala, persoalan kehidupannya di
dunia. Manusia menjadi sentral kekuatan melalui otaknya. Karena itu
pendidikan haruslah mengutamakan otak (kognitif dan daya nalar).
Akibatnya manusia itu amat sekuler, hanya mengutamakan duniawi saja,
dan mengabaikan kekuasaan Tuhan. Terjadilah apa yang disebut
kesombongan intelektual (intellectual arrogance).
Namun aspek lain yang dianggap positif adalah paham demokrasi, dimana
manusia dihargai setiap harkat kemanusiaan, mengembangkan sikap
empati, terbuka, memahami, dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut amat
mendukung bagi kegiatan bimbingan dan konseling.
Untuk kondisi Indonesia, sebaiknya diterapkan paham
humanistik-religius. Artinya menghargai manusia atau potensinya,
namun ketaatan kepada Tuhan tetap tidak terabaikan. Sehingga
bimbingan dan konseling menjurus kepada pengembangan potensi dan
penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan penyerahan diri
yang bulat, maka masalah yang dihadapi akan lebih mudah diatasi.
Karena persoalan diri yang rumit biasanya dari adanya jarak individu
dengan Yang Maha Kuasa.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia secerung
berorientasi layanan pendidikan (intruksional) dan pencegahan. Sejak
tahun 1975 bimbingan dan konseling digalakkan di sekolah-sekolah
(Rochman Natawidjaja, 1987). upaya ini bertujuan untuk memberikan
bantuan kepada siswa sehingga ia dapat berkembang denga seoptimal
mungkin. Disini amat terlihat konsep Barat mendominasi bimbingan dan
konseling di sekolah.
Dalam pelaksanaannya bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah lebih
banyak mengangi kasus-kasus siswa bermasalah daripada pengembangan
potensi siswa. Disamping itu, konsep perkembangan optimal harus dalam
keseimbangan perkembangan otak dan agama. Karena itu aspek penting
yakni agama harus mendapat tempat yang layak dalam bimbingan dan
konseling.
Sumber: Buku KONSELING INDIVIDUAL Teori dan Praktek. Prof. Dr. Sofyan
S.Willis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar