DIMENSI SIKAP - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Senin, 02 April 2012

DIMENSI SIKAP

22.04


Prasangka

Dalam hubungan antarkelompok sering ditampilkan sikap yang khas. Dalam kaitan ini, salah satu konsep yang banyak diulas oleh para ilmuwan sosial ialah prasangka (prejudice).


Prasangka (prejudice) merupakah suatu istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun dalam kaitannya terhadap hubungan antarkelompok istilah ini mengacu pada sikap bermusuhan yang ditujukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan. Sikap ini dinamakan prasangka sebab dugaan yang dianut orang yang berprasangkantidak didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup memadai. Pandangan laki-laki bahwa perempuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup memadai. Pandangan laki-laki bahwa perempuan lebih banyak emosi dan kurang rasio, pandangan orang Kulit Putih di daerah selatan Amerika Serikat bahwa orang Kulit Putih adalah orang yang tidak tahu diri dan yang bertekad untuk menyaingi karyawan Kulit Putih serta memperkosa perempuan Kulti Putih (lihat v. d. Berghe, 1967:87), pandangan di kalangan orang Pribumi kita di Sukabumi bahwa Orang Thionghoa terlalu lihai dan curang dalam berdagang dan semata-mata tertarik pada uang (lihat Tan, 1963:274), pandangan di kalangan orang Tionghoa di Semarang bahwa mereka lebih cerdas dan lebih mampu daripada orang Indonesia (lihat Willmott,1970), pandangan di kalangan orang Sunda bahwa orang Batak kasar dan agresi (lihat Bruner, 1974) merupakan contoh mengenai prasangka antarkelompok.


Menurut Banton (1967:293-314) dalam hal tertentu istilah prasangka mempunyai makna hampir serupa dengan istilah antagonisme dan antipun. Beda utamanya ialah bahwa antagonisme atau antipati dapat dikurangi atau diberantas melalui pandidikan, sedangkan sikap bermusuhan pada orang yang berprasangka bersifat tidak rasional dan berada di bawah sadar sehingga sukar diubah meskipun orang yang berprasangka tersebut diberi penyuluhan, pendidikan atau bukti yang menyangkal kebenaran prasangka yang dianut.


Mengapa suatu kelompok berprasangka terhadap kelompok lain? Salah satu teori yang dipelopori Dollard ialah teori frustasi-agresi (frustration-aggression theory). Menurut Banton (1967:294-299) teori ini mengatakan bahwa orang akan melakukan agrasi manakala usahanya untuk memperoleh keputusan terhalang. Jika agresi tidak dapat ditunjukan pada pihak yang menghalangi usahanya, maka agresi tersebut dialihkan (displaced) ke suatu kambing hitam(scapegoat). Menurut teori ini, dimasa lalu orang kulit putih miskin di daerah Selatan Amerika Serikat yang berdaa, yaitu orang Kulit Hitam. Penelitian Selo Soemardjan terhadap perilaku kolektif di Sukabumi pada tahun 1963 mengungkapkan bahwa perusakan orang pribumi terhadap harta benda orang Tionghoa antara lain dilandasi rasa tidak puas terhadap Pemerintah, yang dialihkan pada orang Tionghoa. Kesulitan ekonomi yang dihadapi banyak orang Jerman bagian Timur setelah terjadinya penyatuan Jerman Timur dengan Jerman Barat diduga menjadi salah satu sebab terjadinya serangan fisik terhadap para migran dan pengungsi asing yang bermukim di negara itu.

Stereotip

Strereotip (stereotype) merupakan suatu konsep yang erat kaitannya dengan konsep prasangka: orang yang menganit strereotip mengenai kelompok lain cenderung berprasangka terhadap kelompok tersebut. Menurut Kornblum (1988:303) stereotip merupakan citra yang kaku terhadap kelompok ras atau budaya yang dianut tanpa memperhatikan kebenaran citra tersebut. Menurut Banton (1967: 299-303) stereotipe mengacu pada kecenderungan bahwa sesuatu yang dipercaya orang bersifat terlalu menyederhanakan dan tidak peka terhadap fakta objektif. Stereotipe mungkin ada benarnya, tetapi tidak seluruhnya benar. Menurut stereotipe yang dipunyai orang Amerika mengenai orang keturunan Polandia, misalnya, orang Polandia antara lain bodoh, kotor, tidak berpendidikan, tidak berbudaya (lihat Komblum, 1988:304). Menurut Komblum stereotipe ini berasal dari abad ke-19, tatkala orang polandia yang bermigrasi ke Amerika Serikat adalah petani yang tak berpendidikan.

Stereotipe yang dikemukakan diatas bersifat negatif. Namun stereotipe dapat pula bersifat positif. Contoh dari stereotipe positif ialah, misalnya, bahwa perempuan antara lain bersifat menyenangkan, halus, hangat, berhati lembut, memahami, sopan, lembut (lihat Light, Keller dan Calhoun, 1989: 337)


suatu klasifikaasi menarik dikemukakan oleh Pettigrew (1969:277-282). menurutnya kita perlu memperhatikan dua macam stereotipe negatif yang saling beruntung, yang diajukan oleh Janowitz dan Bettelheim. Stereotipe superego (the superego steretype) dan stereotip id (the id stereotype). Stereotipe superego melihat bahwa suatu kelompok mempunyai sifat pribadi tertentu seperti sifat berambisi, rajin, penuh usaha, cerdas, curang, tidak jujur. Menurut Pettigrew stereotip ini melekat pada kelompok tertentu yang sering menjadi perantara seperti orang Yahudi, orang Tionghoa di Asia, dan orang keturunan India di Afrika. Sebagaimana nampak dari pembahasan di atas, menurut Tan stereotipe sejenis ini dipunyai orang pribumi di Sukabumi mengenai orang Tionghoa.


Stereotipe id, dipihak lain, melihat bahwa suatu kelompok yang cenderung berada pada lapisan bawah masyarakat bersifat malas, tanpa tanggung jawab, tidak berambisi, bodoh, malas, tidak dapat menahan diri. Menurut Pettigrew stereotipe seperti ini antara lain dipunyai orang kulit putih di Amerika mengenai orang kulit hitam, dan orang Italia mengenai orang yang berasal dari Italia Selatan. Sebagaimana telah dikemukakan di kala membahas prasangka, menurut Willmaott stereotipe sejenis ini dipunyai pula oleh orang Tionghoa di Semarang mengenai orang Indonesia.





Sumber: Buku Pengantar Sosiologi, edisi revisi. Kamanto Sunarto.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer