Kumpulan Materi - Kita telah melihat secara garis besar gambaran klinis pasien kita. Meskipun demikian, pasien kita secara pasti menghadirkan potret yang sama. Kita tidak sedang menunjukkan pada fakta bahwa kadang – kadang ia bertingkah laku sebagai individu normal, mengambil bagian dalam pembicaraan umum dan sama sekali tidak keluar dari patologinya. Perhatian kita lebih terarah pada fakta bahwa daerah simptom – simptomnya bervarias dan perubahan – perubahan terjadi menurut keadaan tertentu. Ada dua sikap pasien yang perlu kita bedakan.: kadang – kadang unsur depresifnya sangat dominan, tetapi terkadang unsur delusional dan delinriumnya yang dominan. Perubahan kedua sikap dan perilaku tersebut tidak berlangsung dalam cara yang teratur, sebaliknya perubahan tampaknya ditentukan, paling tidak sebagian, oleh factor – factor tertentu yang spesifik dan tunduk pada motif – motif tertentu. Di sini kita berhadapan dengan dua melodi yang telah saya kemukakan tadi. Kalau kita sudah merasa lelah memusuhi seseorang, dan kita merasa perlu sedikit bersantai, secara pribadi kita akan berkata pada lawan kita, “Mati kita berdamai.” Kepada pasien saya, sayapun berkata demikian, dan ia bereaksi dengna episode depresi yang sederhana. Ia lalu mengasihi diri sendiri, emnghitung ketidakberuntungan atau kegagalan – kegagalannya, dan meminta saya untuk merasa terharu. Interpretasi – interpretasinya yang meluas, dipihak lain, kemudian “Dilupakan.” Dalam melakukan yang demikian, ia seolah – olah sedang menggali gudang senjata situasi patologisnya, yang bisa digunakan untuk membangun kontak tertentu dengan rekannya. Setelah ia mengulang keluhan – keluhan melankolisnya dan menangisi penderitaan – penderitaannya, (seharusnya) keluhan – keluhan dan penderitaan – penderitaan itu tidak lagi menguasai atau mendendalikan dirinya. Namun, kenyataannya tidak demikian, penderitaan – penderitaannya tersebut tetap bertahan dalam hidup pasien.
Pasien sering curiga dan menuduh saya secara pribadi. Ia tidak dapat menerima “Penghianatan” saya, disatu pihak saya sama bersahabatnya dengna sikap keluarganya, tetapi di lain pihak saya adalah salah seorang dari anggota kemplotan musuh yang aktif dalam plot yang dirancang untuk melawan dirinya. Suatu hari anak saya mengunjungi saya. Saya dikira sedang bersama dengan koplotan musuhnya, yang sedang bermaksud mencuri dompetnya, uang pasien, sangatlah memalukan, membawa – bawa anak saya sendiri ikut serta dalam kejadian yang tidak manusaiwi seperti itu. Akhirnya ia memanggil saya “Pembunuh” dan memberi nama saya “Deilbler.” Dalam keadaan seperti itu, semuanya menjadi berantakan tidak ada yang tertinggal kecuali dua orang yang tidak saling mengerti satu sama lain dan, akibatnya, justru saling bermusuhan. Saya menjadi marah, demikian juga pasien saya. Ia mengekspresikan kemarahannya dengan caranya sendiri, yakni mengambil sikap antisosial, ia pergi ke taman, memungut setiap ranting yang jatuh dan bermain – main dengan tongkat yang dipungut di bawha sebatang pohon.
Perubahan simptom – simptom dan berbagai bentuknya membangun jenis arus yang mengalir antara kehidupan normal dan jiwa patologis. Sama seperti pasang surut arus laut, pada satu saat, ia tampak tenang dan sikap lazimnya adalah kontak (maka saya bisa berhubungan dengannya). Pada saat yang lain, ia terbawa ombak yang teramat tinggi dan segala sesuatunya lepas tidak terkendali maka semuanya tenggelam dalam diam.
Di samping perubahan – perubahan sikap tersebut, aktivitas intelektualnya ( yang jelas – jelas mengalami delusi) dijadikan seabgai petunjuk hidupnya dalma bayang – bayang kepribadin yang sakit. Aktivitas itu memiliki karakter khusus, yakni mengarahkan setiap objek untuk ditempatkan di dalam perutnya. Pernah pada suatu hari, secara tidak hati – hari saya mengantongi karcis kereta api.
Sumber: ANALISIS EKSISTENSIAL. Sebuah Pendekatan Alternatif untuk Psikologi dan Psikiatri. Dr. Zainal Abidin, M.Si.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar