HOME PROGRAM DILAKSANAKAN BERDASARKAN KURIKULUM TERTENTU - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Minggu, 03 Desember 2017

HOME PROGRAM DILAKSANAKAN BERDASARKAN KURIKULUM TERTENTU

Kumpulan MateriMateri home program tergantung pada kondisi anak autis yang menjalankannya, tidak seperti kurikulum di sekolah. Biasanya, kita menetapkan target program. Target ini disesuaikan dengan perkembangan anak normal, misalnya anak autis yang berusia delapan bulan belum mencapai kemampuan anak seusianya maka targetnya adalah agar anak memiliki kemampuan yang sama dengan anak seusianya, seperti kemampuan motorik halusnya diolah kembali dan kemampuan bicaranya dilatih.

Setiap anak punya materi home program sendiri. Materinya dibuat secara mendadak kasus per kasus. Metode home program bisa mengacu pada metode terapi, seperti invaas, sonrise, dan snoozle. Namun, dalam aplikasinya harus ada modifikasi yang sesuai dengan anak.

Hal yang juga harus diketahi orangtua adalah satu metode tidak bisa dipakai untuk semua anak. Pada prinsipnya tidak ada anak autis yang sama karena mereka unik dan mereka bukan robot. Mestinya, metode disesuaikan dengan anak, bukan sebaliknya.

Selain itu, home program harus selalu dilakukan di bawah pemantauan ahli medis. Jika memungkinkan, pelaksanaannya dipantau setiap bulan, atau minimun tiga bulan sekali. Jangan sampai anak autis diterapi selama satu tahun tanpa pemantauan sama sekali. Melalui pemantauan berkala, ahli medis bisa memberi masukan pada orangtua, misalnya setelah satu tahun dipantau tidak ada atau sedikit sekali kemajuan, ahli medis bisa memberikan materi program yang berbeda atau mungkin terapinya harus diganti karena tidak sesuai lagi. Materi program juga harus berubah-ubah sesuai perkembangan umur dan kondisi bilogis anak. Materi program anak berumur tujuh bulan berbeda dengan anak yang berumur satu atau dua tahun karena umur tujuh bulan belum berjalan.

Pemantauan dilakukan oleh ahli medis yang menangani anak autis sejak awal, seperti dokter spesialis anak atau psikiatri anak. Biasanya, mereka miliki tim yang terdiri dari sejumlah terapis atau pekerja sosial. Hal ini menjadi kendala jika di daerah tempat tinggal tidak ada ahli medis. Saat ini, jumlah psikiatri anak di Indonesia minim, sedangkan jumlah dokter spesialis anak ribuan. Jadi, mereka lebih mungkin menjadi ujung tombak penanganan anak autis.

Harus diakui, fasilitas untuk terapi anak autis di Indonesia yang berkualitas masih terbatas. Orangtua harus hati-hati memilih pusat terapis bagi anak. Ini karena tidak semua pusat terapis cukup baik. Bahkan, ada yang melanggar kode etik karena mematok tarif sangat mahal hingga puluhan juga rupiah per program. Selain itu, lihat juga latar belakang terapisnya karena ada pusat terapis yang memperkerjakan bukan terapis sebenarnya, tetapi guru TK, orangtua, atau sarjana kimia.

Di indonesia belum ada batasan siapa yang boleh menjadi terapis. Selain itu, belum ada pengawasan profesional yang memadai. Orangtua harus mengetahi hal ini.





Sumber: Danuatmaja B. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara, Anggota Ikapi. (Hal. 20-21)).

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer