PENGERTIAN ETIKA - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Selasa, 27 Maret 2018

PENGERTIAN ETIKA

Kumpulan MateriPada bagian ini, kita perlu menyamakan pemahaman tentang etika karena dalam kehidupan sehari-hari, terjadi begitu banyak salah pengertian dan kerancuan tentang etika. Dalam masyarakat, sering kali orang menggunakan kata etika dalam pengertian yang salah. Selain itu, pada bagian ini juga akan dibahas pengertian tentang moralitas, karena etika dan moralitas sering digunakan secara tertukar, atau digunakan dalam pengertian yang berbeda secara rancu. 

Namun, kesalahan pemakaian kedua kata ini tidak sepenuhnya salah. Karena, baik etika maupun moralitas mempunyai pengertian yang sama tetapi juga bisa berbeda. Yang penting, harus dipahami secara tepat. 

Secara teoritis, etika mempunyai pengertian, sebagai berikut. Pertama, secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya: ta etha), yang berarti “adat istiadat’ atau “kebiasaan”. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. 

Kebiasaan hidup yang baik ini lalu dibakukan dalam entuk kaidah, aturan atau norma yang disebarluaskan, dikenal dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Kaidah,norma atau aturan ini pada dasarnya menyangkut baik-buruk perilaku manusia. Singkatnya, kaidah ini menentukan apa yang baik harus dilakukan dan apa yang buruk harus dihindari. Oleh karena itu, etika sering dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup baik secara manusia. Atau, etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik buruhnya perilaku manusia, yaitu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari. 

Kaidah, norma atau aturan ini sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan penting oleh masyarakat tersebut untuk dikejar dalam hidup ini. Dengan demikian, etika juga berisikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegagangan dan menuntun perilaku. Sekaligus juga berarti, etika memberi kriteria bagi penilaian moral tentang apa yang harus dilakukan dan tentang apakah suatu tindakan dan keputusan dinilai sebagai baik atau buruk secara moral. Kriteria ini yang dianggap sebagai nilai dan prinsip moral. 

Dari pengertian tersebut, etika secara lebih luas dipahami sebagai pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang yang baik. Etika memberi petunjuk, orientasi, arah bagaimana harus hidup secara baik sebagaimana manusia. 

Yang menjadi pusat perhatian di sini adalah hidup baik sebagai manusia. Si A dinilai sebagai orang baik dalam kualitasnya sebagai manusia. Seorang guru bisa dinilai sebagai guru yang baik dalam hal dia mengajar dengan sangat menarik, mempersiapkan diri sebelum menajar, dan sebagainya. Akan tetapi, dia bukan orang yang baik, kalau dia memberi nilai secara diskriminatif dan tidka obyektif, memperjualbelikan nilai, dan seterusnya. Yang terakhir itu adalah penilaian moral. 

Kata menarik, dalam pengertian tersebut bisa berarti etika dan moralitas. Secara etimologis, moralitas berasal dari kata Latin mos (jamaknya: mores) yang juga berarti “adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Jadi, dalam pengertian harfiah, etika dan moralitas sama-sama berarti adat kebiasaan yang dibakukan dalam bentuk aturan (baik perintah atau larangan) tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia. Dalam arti itu, keduanya berbicara tentang nilai dan prinsip moral yang dianut oleh masyarakat tertentu sebagai pedoman dan kriteria dalam berperilaku sebagai manusia. 

Pada umumnya, sistem nilai, yang telah dihidupi sebagai sebuah kebiasaan hidup yang baik, diturunkan dan diwariskan melalui agama dan kebudayaan, yang dianggap sebagai sumber utama norma dan nilai moral. Ini tidak berarti bahwa norma dan nilai moral yang dikenal dan diajarkan dalam satu agama dan kebudayaan dengan sendirinya berbeda dari norma dan nilai yang dikenal dan diajaran dalam agama dan kebudayaan lain. Tanpa ingin memasuki diskusi yang rumit tentang hal ini, secara umum dapat dikatakan bahwa norma dan nilai moral yang dianut dalam semua agama dan kebudayaan sampai tingkat tertentu sesungguhnya sama. Alasan sederhananya, karena etika dan moralitas berbicara tentang baik-buruk perilaku manusia sebagia manusia terlepas dari agama dan kebudayaan. Ang berbeda sesungguhnya hanya menyangkut prioritas atau penekanan yang berlainan diantara berbagai agama dan kebudayaan (yang satu menekankan dan mengutamakan cinta kasih, yang lain menekankan dan mengutamakan sikap saling percaya atau kejujuran, dan sebagainya). Selain itu, dalam penerapan dari nilai moral yang sama. Dalam kasus euthanasia, misalnya, yang satu membenarkan dokter mencabut alat-alat bantu agar saudaranya yang berada dalam keadaan koma bisa meninggal dengan tenang. Sementara yang lain, tetap berusama memberikan segala bantuan medis untuk mempertahankan hidup saudaranya itu, sampai Tuhan sendii yang mencabut nyawanya. Di balik tindakan yang berbeda ini ada nilai moral yang sama : sama-sama mencintai saudaranya tersebut. Pada yang satu, karena sangat mencintainya, tidak tega membiarkan dia menderita sehingga memberikan dia pergi menghadap Sang Pencipta. Pada yang lain, justru karena cintanya kepada saudaranya itu maka berjuang untuk mempertahankan hidupnya dan tidak membiarkan pergi. 

Kedua, etika dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi kontret. 

Bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia? Bagaimana manusia harus bertindak? Terhadap pertanyaan ini, etika dan moralitas dalam pengertian pertamakan menjawab bertindaklah sebagaimana kebiasaan, norma, dan nilai yang dikenal sejauh ini. Dengan kata lain, ada pegangan baku dalam bentuk norma dan nilai tertentu yang siap pakai. Misalnya, janji harus ditepati, jangan menipu, katakan yang sejujurnya, bantulah orang yang berada dalam keadaan kesulitan, dan sebagainya. Tetapi, dalam situasi konkret sehari-hari, jawaban dari etika dan moralitas dalam pengertian pertaa belum tentu memadai dan membantu. Sering kali, situasi konkret yang dihadapi adalah situasi dilematis, situasi di mana kita dihadapkan pada dua atau lebih pilihan nilai yang sama-sama sahnya, dan kita hanya bisa memilih salah satu dan berarti melanggar yang lain. Dalam situasi demikian, etika dan moralitas dalam pengertian pertama tidak memadai. 

Oleh karena itu, kita membutuhkan etika dalam pengertian keua, berupa refleksi kritis untuk menentukan pilihan, menentukan sikap, dan bertindak secara benar sebagai manusia. Refleksi kritis ini menyangkut tiga hal. Pertama, refleksi kritis tentang norma dan nilai yang diberikan olehh etika dan moralitas dalam pengertian pertama, tentang norma dan nilai yang kita anut selama ini. Apakah norma dan nilai moral itu harus saya patuhi begitu saja dalam situasi konkret yang sama hadapi? Ataukah, saya boleh melanggarnya? Atas dasar apa saya boleh melanggarnya, tetapi kendati demikian saya tetap bertindak sebagai orang yang baik? Kedua, refleksi kritis tentang situasi khusus yang kita hadapi dengan segala keunikan dan kompleksitasnya. Ketiga, refleksi kritis tentang berbagai paham yang dianut oleh manusia atau kelompok masyarakat tentang apa saja. Misalnya, paham tentang manusia, Tuhan, alam, masyarakat dan sistem sosial-politik, sistem ekonomi, kerja, dan sebagainya. Refleksi kritis yang ketiga ini penting untuk menentukan pilihan dan prioritas moral yang akan diutamakan, baik dalam hidup sehari-hari maupun dalam situasi dilematis 

Ketiga hal ini harus dikaji dan dipertimbangkan secara kritis untuk sampai kepada sebuah keputusan: mana di antara norma dan nilai yang saling bertentangan itu yang harus pilih. Berdasarkan refleksi kritis itu, kita harus yakin bahwa apa yang kita putuskan, apa yang kita lakukan dalam situasi khusus itu benar, dan menurut keyakinan moral kita semua orang yang berebda dalam situasi yang sama akan melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan. 

Pada tingkat ini, etika membutuhkan evaluasi kritis atas semua dan seluruh terkati-tergantung dari berat ringan dan kompleks tidaknya, kasus itu. Ada kasus yang ringan dan kompleks tiddaknya, kasus itu. Ada kasus yang membutuhkan keputusan moral secepatnya, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu lama sebelum mengambil keputusan. Hal ini karena diperlukan informasi sebanyak mungkin yang menyangkut kasus tesebut, baik kasus konkret itu sendiri, dampaknya, siapa yang terkena dampaknya, apa yang terkena, kerugian yang ditimbulkan, pro dan kontra, dan sebagainya. Untuk itu, etika membutuhkan bantuan dari berbagai disiplin ilmu untuk bisa sampai pada keputusan moral yang benar. Oleh karena itu, etika juga dianggap sebagai sebuah ilmu interdisipliner. Sebagai ilmu interdisipliner, di satu pihak ia bertumpi pada norma dan nilai sebagaimana diberikan oleh etika dan moralitas dalam pengertian pertama. Di pihak lain, ia mengandalkan informasi dan kajian dari ilmu-ilmu lain untuk bisa mengambil keputusan moral yang tepat, baik sebelum melakukan suatu tindakan maupun dalam mengevaluasi suatu tindakan atau kebijakan yang diambil. 

Sebagai contoh, lihat kasus imajiner ini: Pada suatu sore, seorang pemuda lari terbirit-birit masuk ke rumah Anda dalam keadaan ketakutan dan sangat terancam. Ia meminta perlindungan di rumah Anda, dan memohon agar ia diizinkan bersembunyi di rumah Anda. Sekadar untuk menyederhanakan kasus, sebagai orang baik Anda langsung menolongnya dengan mengizinkan bersembunyi di rumah Anda. Selang beberapa menit kemudian, datang orang lain yang bertama kepada Anda apaah ada orang yang lari masuk bersembunyi di rumah Anda. Pertanyaan moral yang harus dijawab di sini adalah: Apa yang harus Anda lakukan? Mengataan sejujurnya bahwa orang yang dicari itu ada di rumah Anda, atau berbohong? Disini ada nilai kejujuran, kepercayaan (Anda dipercaya untuk menyelamatkan nyawa orang yang bersembunyi di rumah Anda), janji harus ditepati (Anda berjanji untuk melindunginya) dan ada nilai nyawa orang tadi (seandainya diserahkan begitu saja, karena mau jujur, orang itu bisa dipukul babak belur dan mungkin mati). Kalau begitu, apa yang harus Anda lakaukan? 

Dalam kasus ini, etika dan moralitas dalam pengertian pertaa tidak memadai, karena ada situasi dilematis ketika Anda harus memilih nilai tertentu dengan melanggar nilai lainnya. Dalam situasi seperti itu, Anda membutuhkan etika dalam pengertian kedua. Anda perlu melakukan refleksi kritis untuk memutuskan tindakan yang tepat menurut pertimbangan matang Anda. Dalam hal ini, kita harus memutuskan secara otonom, dalam pengertian bahwa dalam kasus tertentu kita bisa meminta masukan dan pertimbangan dari orang lain (kalau situasi memungkinkan). Pada akhirnya, hanya kita sendiri yang haruss memutuskan berdasarkan keyakinan moral kita (yang berarti berdasarkan norma, nilai, dan kebiasaan hidup yang dianut). 

Tidak berarti kita lalu memutuskan sesuka hati. Sebagaimana dikatakan Immanuel Kant, kita memutuskan secara otonom dalam rangka dan berdasarkan sikap hormat pada nilai-nilai dan hukum universal yang bertanam dalam hati kita masing-masing. Oleh karena itu, kendati memutuskan secara otonom, kita harus terbuka kepada pertimbangan dan gugatan pihak lain. Kita terbuka bahwa orang lain bisa saja mempersoalan dan mengecam tindaan yang kita lakukan. Kita pun terbuka untuk mempertanggungjawabkan tindakan kita sekaligus mengubahnya (kalau bisa diubah) kalau ternyata keliru. 

Dengan kedua perbedaan ini, etika lingkungan hidup yang dipaparkan dalam buku ini adalah etika dalam pengertian kedua, sebuah refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dalam kaitan dengan lingkungan dan refleksi kritis tentang cara pandan manusia tentang manuia, alam dan hubunan antara manusia dan alam serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Dari refleksi kritis ini lalu disodorkan cara pandang dan perilaku baru yang dianggap lebih tepat terutama dalam kerangka menyelamatkan krisis lingkungan. 



Sumber: Sonny Keraf A. (2002). Etika lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. (Hal 1-8)

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer