Psikologi
adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi
pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada
pemahaman tentang proses belajar dan mengajar dalam lingkungan
pendidikan. Psikologi pendidikan adalah bidang yang sangat luas
sehingga dibutuhkan satu buah buku tersendiri untuk menjelasknnya.
Latar Belakang
Historis
Bidang
psikologi pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang
psikologi sebelum awal abad ke-20. Ada tiga perintis terkemuka yang
muncul di awal sejarah psikologi pendidikan.
William James.Tak
lama setelah meluncurkan buku ajaran psikologisnya yang pertama,
Principles of Psychology
(1890), William James (1842-1910) memberikan serangkaian kuliah yang
bertajuk “Talks to Teacher” (James, 1899/1993). dalam kuliah ini
dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak. James
mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali
tidak bisa menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengajar anak
secara efektif. Dia menegaskan pentingnya memperlajari proses belajar
dan mengajar di kelas guna meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu
rekomendasinya adalah mulai mengajar pada titik yang sedikit lebih
tinggi di atas tingkat pengeluaran dan pemahaman anak dengan tujuan
untuk memperluas cakrawala pemikiran anak.
John
Dewey. Tokoh kedua yang
berperan besar dalam membentuk psikologi pendidikan adalah John Dewey
(1859-1952). Dia menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan
psikologi di tingkat praktis. Dewey membangun laboratorium psikologi
pendidikan pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894.
kemudian, di Columbia University, dia melanjutkan karya inovatifnya
tersebut. Kita banyak mendapat ide penting dari John Dewey
(Glasseman, 2001, 2002). Pertama,
dari Dewey kita
mendapatkan pandangan tentang anak sebagai pembelajar aktif (active
learner). Sebelum Dewey
mengemukakan pandangan ini, ada keyakinan bahwa anak-anak mestinya
duduk diam di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara pasif
dan sopan. Sebaliknya, Dewey percaya bahwa anak-anak akan belajar
dengan baik jika mereka aktif. Kedua,
dari Dewey kita
mendapatkan ide bahwa pendidikan seharusnya difokuskan pada anak
secara keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaptasi
dengan lingkungannya. Dewey percaya bahwa anak-anak seharusnya tidak
hanya mendapatkan pelajaran akademik saja, tetapi juga harus diajari
cara untuk berfikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah. Dia
secara khusus berpendapat bahwa anak-anak harus belajar agar mampu
memeccahkan masalah secara reflektif.
Ketiga, dari Dewey kita
mendapat gagasan bahwa semua anak berhak mendapat pendidikan yang
selayaknya. Cita-cita demokrasi ini pada masa pertengahan abad ke-19
belum muncul, sebab saat itu pendidikan hanya diberikan pada sebagian
kecil anak, terutama anak keluarga kaya. Dewey adalah salah seorang
psikolog yang sangat berpengaruh—seorang pendidik yang mendukung
pendidikan yang layak bagi semua anak, lelaki maupun perempuan, dari
semua lapisan sosial-ekonomi dan etnis.
E.
L. Thorndike. Perintis ketiga
adalah E. L. Thorndike (1874-1949), yang memberikan banyak perhatian
pada penelitian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar
secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas
pendidikan di sekolah yang paling penting adalah menanamkan keahlian
penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar
dan mengajar secara ilmiah (Beatty, 1998). Thorndike mengajukan
gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus
berfokus pada pengukuran (O'Donnell & Levin, 2001).
Diversitas
dan Psikologi Pendidikan Awal.
Tokoh paling menonjol dalam sejarah awal psikologi pendidikan
kebanyakan adalah perubahan undang-undang dan kebijakan hak-hak sipil
pada 1960-an, hanya ada segelintir tokoh non-kulit putih yang
berhasil mendapatkan gelar dan bisa menembus rintangan diskriminasi
rasial untuk melakukan riset di bidang ini (Banks, 1998). Dua tokoh
Amerika keturunan Afrika-Amerika (Clark & Clark, 1939). pada
1971, Kenneth Clark menjadi orang Afrika-Amerika pertama yang menjadi
presiden dari negara latin, George Sanchez melakukan riset yang
menunjukkan bahwa tes kecerdasan secara kultural telah dibiaskan dan
merugikan anak-anak etnis minoritas.
Seperti
minoritas etnis lainnya, perempuan juga menghadapi rintangan untuk
mendapatkan pendidika yang lebih tinggi dan karenanya mereka lambat
dalam mendapatkan pengakuan atas konstribusi mereka terhadap riset
psikologis. Salah satu orang yang sering diabaikan dalam sejarah
psikologi pendidikan adalah LetaHollingworth. Dia adalah orang
pertama yang menggunakan istilah gifted
untuk mendeskripsikan
anak-anak yang mendapatkan skor istimewa dalam tes kecerdasan
(Hollingworth, 1916).
Perkembangan
Lebih Lanjut. Pendekatan
Thorndike untuk studi pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi
psikologi pendidikan di paruh pertama abad ke-20. Dalam ilmu
psikologi Amerika, pandangan B. F. Skinner (1938), yang didasarkan
pada ide-ide Thorndike, sangat memengaruhi psikologi pendidikan pada
pertengahan abad ke-20. Pendekatan perilaku ala Skinner, yang akan di
deskripsikan secara rinci pada Bab 7, menggunakan cara menentukan
kondisi terbaik untuk belajar secara tepat. Skinner berpendapat bahwa
mental yang dikemukakan oleh psikolog seperti James dan Dewey dalah
proses yang tidak dapat diamati dan karenanya tak bisa menjadi subjek
studi psikologi ilmiah yang menuntutnya adalah ilmu tentang perilaku
yang dapat diamati dan ilmu tentang kondisi-kondisi yang
mengendalikan perilaku. Pada 1950-an, Skinner (1954) mengembangkan
konsep progremmed
learning (pembelajaran
terprogram), yakni setelah murid melalui serangkaian langkah ia terus
didorong (reinforced)
untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Skinner menciptakan sebuah
alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor dan mendorong murid
untuk mendapatkan jawaban yang benar (Skinner, 1958).
Akan
tetapi, muncul keberatan terhadap pendekatan behavioral yang dianggap
tidak memedulikan banyak tujuan dan kebutuhan pendidika di kelas.
(Hilagrd, 1996). sebagai reaksinya, pada 1950-an Benjamin Blomm
menciptakan taksonomi keahlian kognitif yang mencakup pengingat,
pemahaman, synthesizing,
dan pengevaluasian, yang menurutnya harus dipakai dan dikembangkan
oleh guru untuk membantu murid-muridnya (Bloom & Krathowohl,
1956). sebuah ulasan, di Annual
Review of Psychology (Wittorock & Lumsdaine, 1977)
menyatakan, “Perspektif kognitif mengimplikasikan bahwa analisis
behavioral terhadap pembelajaran.” Revolusi kogitif mulai
berlangsung pada 1980-an dan disambut hangat karena pendekatan ini
mengaplikasikan konsep psikologi kognitif—memori, pemikiran,
penalaran, dan sebagainya—untuk membantu murid belajar. Jadi,
menjelang akhir abad ke-20 banyak ahli psikologi pendidikan kembali
menekankan pada aspek kognitif dari proses belajar seperti pernah
didukung oleh James dan Dewey pada awal abad ke-20. Selama dekade
terakhir abad ke-20, ahli psikologi pendidikan juga semakin
memerhatikan pada aspek sosiemosional dari kehidupan murid. Misalnya,
mereka menganalisa sekolah sebagai konteks sosial dan mengkaji peran
kultur dalam pendidikan. Guru yang baik adalah Guru yang punya
barang-barang yang dapat menarik perhatianmu. Kadang-kadang kamu
mulai belajar dan kamu bahkan tidak menyadarinya. Guru yang baik
adalah guru yang membuat kamu berfikir (Nikola-Lisa & Burnaford,
1994)
Sumber:
Buku Psikologi Pendidikan , edisi kedua. John W. Santrock, Universty
of Texas-Dallas.
0 komentar:
Posting Komentar