Bukti-bukti yang mendukung keberadaan memori sematik dan episodik didemonstrasikan secara dramatis oleh Tulving (Tulving, 1989a, 1989b; Tulving dkk., 1994), yang menyajikan dokumentasi fisikal mengenai sistem-sistem memori. Terdapat dua jenis studi yang telah dilaporkan. Dalam sebuah studi, Tulving mendeskripsikan sebuah studi kasus mengenai seorang pria bernama “K.C”., yang mengalami cedera otak akibat kecelakaan sepeda motor. Kecelakaan tersebut merusak lobus perital-oksipital kanan sekaligus lobus frontal-parietal kiri dalam otak K.C. Studi kedua yang dilaporkan Tulving berkaitan dengan berkaitan dengan sulving pencitraan.
Pada musim gugur 1980, seorang pria berusia 30 tahun (dalam literatur diidentifikasikan dengan nama “K.C.”) mengalami kecelakaan sepeda motor yang serius saat sedang dalam perjalanan pulang ke rumah dari tempat kerjanya di Toronto. Kejadian yang menyedihkan tersebut ternyata menjadi suatu contoh gamblang mengenai hakikat neurologis dari memori episodik dan sematik. Sebagai akibat kecelakaan tersebut, K.C. Tidak mampu mengingat apapun, namun tetap megetahui banyak hal.
K.C memiliki memori semantik namun kehilangan memori episodik. Sebagai contoh, ia mengetahui bahwa keluarganya memiliki pondok musim panas, dan ia mengingatkan lokasinya. K.C bahkan dapar menunjuk lokasi pondok tersebut di sebuah peta. Dia mengetahui bahwa dirinya bahwa dirinya telah melewatkan sejumlah akhir pekan di pondok tersebut, namun tidak mampu mengingat satu pun liburan dan tidak mampu mengingat kejadian apapun yang berlangsung selama liburannya disana. Dia mengetahui cara bermain catur, namun tidak mampu mengingat seorang pun yang pernah menjadi lawan mainnya. Dia mengetahui dirinya memiliki mobil, dan ia juga mengetahui pabrik pembuat mobi itu beserta tahun perakitannya, namun ia tidak mampu mengingat satu pun mobil perjalanan yang dilakukannya dengan mobil itu. Defisiensi yang serupa juga didapati pada kemampuan K.C. Untuk membentuk kesan atau bayangan mengenai masa pada ketidakmampuan K.C. Untuk membentuk kesan atau bayangan mengenai masa depannya. Betapa menyedihkan , K.C. Seolah membeku di suatu dunia kognitif yang tidak mengnal masa lalu dan tidak dapat mengangankan masa depan.
Regiona-region di otak K.C. Yang mengalami cedera serius mencakup lobus frontal-parietal kiri dan lobus parietal-oksipital kanan. K.C. Mengalami kesulitan serius, namun jenis amnesia itu sendiri mengangkan. K.C. Mengalami kesulitan mengingat pengalaman sehari-hari, pengalaman normal, pengalaman sadar. Ia tidak dapat mengingat “setiap hal yang telah dilakukannya atau dialaminya” (Tulving, 1989b). meskipun demikian, K.C. Bukanlah seseorang yang mengalami keterbelakangan mental. Ia mampu terlihat dalam kecelakaan normal, ia mampu membaca dan menulis, ia dapat mengenali objek-objek dan foto-foto yang familiar, dan ia menyadari apa yang telah dilakukannya selama satu atau dua menit setelah ia melakukan aktivitas tersebut. Tampaknya, kecelakaan yang dialami K.C.menyebabkan kerusakan serius di bagian otak yang berperan penting dalam kinerja memori episodik dan dalam cukupan yang jauh lebih sempit, pada sistem sematik.
Studi kedua mengidentifikasi letak lokus (pusat) kortikal dari memori semantik dan memori episodik, yakni melalui pengukuran terhadap aliran darah serebral regional (rBCF, regional cerebral bloog flow, lihat Bab 2). teknik-teknik dan penemuan-penemuan tersebut telah dibahas dalam Bab 2 (dan juga di awal bab ini ) sehingga kami tidak akan mengulanginya lagi, kecuali hanya sebagai rangkuman. Melalui pengkuran aktivitas neural yang terpusat) dengan menggunakan suatu prosedur pencitraan PET yang telah dimodifikasim para peneliti dapat menyusun suatu peta kortikal otak selama yang telah dimodifikasim para peneliti dapat menyusun suatu peta kontikal otak selama berlangsung proses memori yang berbeda-beda. Ketika seseorang terlihat dalam aktivitas memori semantik. Sebagai contoh, regional-regional tertentu di otak akan “menyala”, sedangkan aktivitas-aktivitas episodik menyebabkan pengaktifan area-area lain dalam korteks.
Dalam kasus pemetaan area-area otak yang disosiasikan dengan memori-memori spesifik dan fungsi-fungsi memori, terdapat tiga area otak yang tampaknya terlibat secara langsung dakam proses-proses tersebut (namun kami perlu menekankan bahwa fungsi-fungsi memori tetap tersebar di seluruh otak). Ketiga area tersebut adalah korteks, yakni permukaan luar otak yang terlibat dalam aktivitas kognisi tingkat tinggi seperti berfikir, pemecahan masalah, dan mengingatkan, serebelum, yakni struktur berbentuk adalah kubis di dasarkan otak yang terlibat dalam pengendalian fungsi-fungsi motori dan memori motorik; dan hipokampus, sebuah struktur berbentuk S yang terletak jauh di dalam kedua hemisfer serebral dan berfungsi memproses informasi baru dan mentrasfer informasi tersebut ke bagian-bagian korteks untuk disimpan secara permanen. (Dalam kasus C.W., yang akan didiskusikan nanti, para peneliti menyakini terdapat kerusakan oada hipokampus pasien yang bersangkutan karena C.W. Memiliki memori masa lalu yang masih utuh namun mengalami kesulitan membentuk memori-memori baru). Studi-studi lebih lanjut tentang otak mengidentifikasikan keberadaan dua jenis memori, yakni memori prosedural (prosedural memory) dan memori deklaratif (declarative memory), yang keduanya dihubungkan dengan aktivitas ketiga area penting di atas. Memori prosedural berkaitan dengan keterampilan motorik seperti menulis, mengetik, dan (masih merupakan asumsi) deklaratif terdiri dari informasi dan pengetahuan mengenai dunia ini, seperti nama tante kita, lokasi gerai pizza terdekat, makna kata-kata tertentu, dan sejumlah besar informasi lain memori deklaratif tersimpan di korteks serebral.
Melalui penggunaan teknik-teknik mutakhir, para peneliti semakin memahami struktur arsitektural otak manusia. Sebuah hal yang bahkan lebih menarik lagi bagi para psikologi kognitif adalah penentuan karakteristik-karakteristik tersebut; dan hubungan antara karakteristik-karakteristik tersebut dengan memori, persepsi, emosi, bahasa, dan proses-proses kognitif yang lain. Sebagai hasil dari penemuan-penemuan tersebut, para psikolog mampu menyusun hipotesis menganai keberadaan du jenis memori; memori jangka pendek dan memori jangka penjang. Sejumlah besar data-data penelitian psikologi mendukung gagasan tersebut, namun pada masa kini bukti-bukti tersebut ditambah dengan adanya bukti-bukti fisiologi berdasarkan karakteristik-karakteristik struktural dan karakteristik-karakteristik pemrosesan informasi di otak.
Selain itu, mejadi semakin jelaslah bahwa informasi-informasi sensorik dikirim ke korteks sesegera mungkin setelah informasi tersebut diterima sebagai stimuli. Dalam proses tersebut, terbentuklah jalur-jalur temporer di antara neuron-neuron. Jalur-jalur memungkinkan terjadinya tindakan-tindakah yang sederhana. Seperti mempertahankan suatu nomor telepon di benak kita saat menghubungi nomor yang bersangkutan. Agar impresi-impresi sementara tersebut menjadi permanen, diperlukan sebuah proses yang disebut long-term potentiation (LTO: potensiasi jangka panjang). LTP terjadi saat sel-sel saraf dipaparkan pada stimuli yang diulang-ulang dengan cepat, sehingga meningkatkan tendensi respons sel-sel tersebut untuk jangka waktu yang lebih lama LTP telah didapati terjadi di sinapsis-sinapsis hipokampus pada mamalia. Sebuah teori mengajukan gagasan bahwa dendrit-dendrit yang terstimulasi melalui proses LTP akan mendorong perkembangan dendrit-dendrit baru, yang selanjutnya melalui proses LTP akan mendorong perkembangan dendrit baru, yang selanjutnya memudahkan pembentukan memori jangka panjang. Memori-memori deklaratif jangka panjang diyakini berawal dari proses pengiriman informasi dari korteks serebral ke hipokampus—sebuah proses yang memperkuat memori yang bersangkutan melalui perangsangan cepat dan berulang-ulang terhadap sirkuit neural di korteks. Penguatan memori jangka panjang dapat terjadi melalui upaya sadar, seperti mengulangi suatu nomor telepon berulang-ulang atau, dalam sejumlah kasus, melalui upaya tidak sadar, sebagaimana yang dapat terjadi dalam peristiwa traumatik atau peristiwa emosional. Sebagai contoh, kita mungkin mengingat dengan jelas detail-detail suatu peristiwa kecelakaan mobil tanpa pernah secara sadar mengulang-ulang peristiwa tersebut dalam benak kita.
Sebagai kesimpulan, meskipun masih banyak hal yang perlu dipelajari lebih lanjut mengenai hakikat neurobiologis pada memori, sesungguhnya kita juga telah mengetahui sejumlah hal yang penting. Stimuli fisik dari dunia eksternal, seperti energi cahaya dan energi suara, dideteksi oleh sistem sensorik, ditransduksikan menjadi impuls-impuls saraf, dan ditransmisikan ke otak. Di otak, impuls-impuls tersebut awalnya dianalisis dan secara serempak dikirimkan ke pusat-pusat pengolahan informasi seperti hipokampus, yang salah satu fungsinya adalah mengenali makna emosional dalam informasi. Jejak tersebut (yang terkadang disebut engram—satu jejak atau bekas hipotetis yang tertinggal dalam sistem saraf sebagai hasil upaya belajar) lebih lanjut dikirim balik ke korteks dan lokasi-lokasi lain tempat pengaktifan senyawa-senyawa kimiawi saraf (neurochemicals). Proses tersebut terkadang menyebabkan pembentukan jejak-jejak memori permanen sehingga tatkala impresi sensorik yang serupa (atau sama) diterima pada lain waktu, jejak memori tersebut dapat diaktifkan. Melalui pemahaman mendasar tentang struktur neurokognitif memori sebagainama dijelaskan di atas, kita sekarang berpaling ke studi-studi psikologi dan teori-teori memori yang bersifat tradisional.
Sumber: PSIKOLOGI KOGNITIF. Edisi kedelapan. Robert L. Solso. Otto H. Maclin. M. Kimberly Maclin.
0 komentar:
Posting Komentar