Memori Otobiografis
Memori
otobiografis dapat digambarkan dengan dua ciri utama: periode seumur
hidup dan kejadian-kejadian umum yang berlangsung selama periode
seumur hidup tersebut. Terdapat sejumlah area di otak yang, terluka,
menyebabkan gangguan dalam memori otobiografis. Penemuan tersebut
menyebabkan para peneliti menyakini bahwa memori otobiografis
adalah suatu proses berurutan yang terdistribusi di sebuluruh otak.
Hal tersebut menjelaskan mengapa sebuah trauma (cedera) otak dilokasi
yang berbeda-beda kesemuanya dapat menyebabkan defisit memori
otobiografis. Analisis terhadap pasien-pasien amnesia retrograde
(yang mengalami cedera otak di lokasi yang telah dipahami peneliti)
menghasilkan suatu model kognitif tentang memori otobiografis yang
mendemostrasikan dalam region-region posterior (region-region bagian
belakang otak) yang diakses oleh sistem memori otobiografis
“superordinat”, melalui jaringan-jaringan saraf di lobus frontal
dan temporal. Proses seperordinat tersebut dapat mengalami gangguan
pada sepanjang proses rangkaian yang bersifat temporal tersebut.
Dengan demikian, lenyapnya memori otobiogfis tidaklah berupa
lenyapnya memori itu sendiri, melainkan disebabkan karena adanya
problem-problem dalam proses memori tersebut.
Alzheimer dan Para Biarawati
Berdasarkan bukti-bukti dari sebuah studi yang mempelajari penyimpanan memori jangka panjang, kami mempu mempertahankan sejumlah besar informasi dalam memori jangka panjan kami. Gangguan neurologis seperti Alzheimer awalnya tampak menyerupai suatu defisit pada memori jangka pendek, namun dalam tahap yang lebih parah, memori jangka panjang pun terganggu. Dalam kasus-kasus yang ekstrem, para pasien tidak mampu makan atau bergerak tanpa bantuan orang lain. Penyebab Alzheimer belumlah jelas, namun telah ditemukan sejumlah faktor yang dapat mengurangi dampak Alzheimer, yakni pola makan dan olagraga. Sebuah sumber informasi yang menarik mengenai Alzheimer berasal dari David Snowden, yang mempelajari sebuah kelompok biarawati, lanjut usia yang tinggal di Minnesota, tahun 1986. para biarawati tersebut tergabung dalam ordo Sisters of Nortre Dame, suatu organisasi yang memiliki catatan biografis dan kesehatan yang hampir-hampir sempurna dan menyajikan gaya hidup yang homogen di antara anggotanya. Dengan sendirinya tempat tersebut menjadi tempat penelitian longitudinal yang sangat ideal bagi Snowden. Setelah ia mendapat izin untuk memeriksa rekaman arsip di tempat itu. Sebuah aspek penting lain dalam penelitian itu adalah para biarawati bersedia melakukan check-up rutin dan bersedia menjalani pengambilan sampel darah dan DNA. Para biarawati tersebut juga bersedia mendonorkan otak mereka setelah mereka meninggal. Hal ini sangat penting karena diagnosis yang definitif mengenai Alzheimer hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan kerusakan otak pascakematian. Snowden rekan rekannya menemukan adanya korelasi yang kuat antara isi tulisan-tulisan biografis yang dibuat para biarawati (unit-unit ide; baca bab1 untuk penjelasan tentang unitof analysis) dengan bobot otak pascakematian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa luwes (articulate) seorang biarawati dalam mengekpresikan ide-idenya dalam tulisan, semakin kuat pula pertahanannya terhadap kemungkinan terserang Alzheimer (Riley Snowden, Desrosters, & Markesbery, 2005). Penemuan-penemuan semacam itu telah mendorong para pakar medis untuk merekomendasikan “latihan otak” berupa aktivitas-aktivitas seperti membaca dan mengerjakan teka-teki silang.
Sumber:
PSIKOLOGI KOGNITIF. Edisi kedelapan. Robert L. Solso. Otto H. Maclin.
M. Kimberly Maclin.
0 komentar:
Posting Komentar