Menurut Bion, Kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan cirri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri kelompok ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang terdapat pada manusia. Ia menganggap kelompok sebagai versi makrokosmos dari individu. Dengan demikian, pada kelomopok terdapat:
- Kebutuhan-Kebutuhan dan motif-motif (Fungsi Id)
- Tujuan dan mekanisme (fungsi ego); dan
- Keterbatasan-keterbatasan (fungsi superego).
Kelompok juga dikatakan mempunyai konflik-konflik yang senilai dengan konflik Oedipoes.
Kelompok Kerja
Kelompok kerja adalah kelompok yang bertujuan melaksanakan suatu tugas. Ia mempunyai sejumlah peraturan dan prosedur. Ia memeiliki sejumlah peraturan dan prosedur. Ia memiliki mekanisme administrasi untuk mencapai kerja sama mekanisme anggota kelompok. Oleh karena itu, Bion cenderung menanamkan kelompok kerja ini sebagai kelompok yang bertaraf tinggi (sophisticated) kelompok ini relative tidak beremosi dan berorientasi pada kenyataan.
Ciri-ciri emosional kelompok muncul pada saat dipertanyakan tentang alasan-alasan keberadaannya. Namun, emosi-emosi ini harus ditekan (repressed) demi keutuhan kelompok. System yang ada akan mengatur sedemikian rupa sehingga emosi-emosi yang timbul tidak saling konflik.
Fungsi kelompok kerja ini mirip dengan fungsi ego. Sebagaimana ego kelompok kerja ini memiliki sifat-sifat berikut:
- Dikuasai oleh prinsip realitas;
- Diaktifkan oleh kebutuhan untuk mempertahankan diri;
- Menyalurkan emosi-emosi untuk menengah konflik sambil member kesempatan untuk meredakan ketegangan;
- Berespons terhadap peraturan dan keterbatasan dari kelompok (superego) maupun terhadap tuntutan-tuntutan emosionalnya (id).
Asumsi – Asumsi Dasar Tentang Kelompok
Bion mengemukakan bahwa ada tiga asumsi dasar
tentang mekanisme kerja kelompok yang masing-masing berkaitan dengan keadaaan
emosi tertentu dari kelompok. Ketiga asumsi dasar itu adalah:
Asumsi Ketergantungan
- Asumsi ketergantungan;
- Asumsi pasangan;
- Asumsi melawan – lari.
Asumsi Ketergantungan
Dalam
asumsi ini kelompok dianggap terbentuk karena adanya perasaan-perasaan
ketidakberdayaan dan frustasi di kalangan anggotanya. Dalam keadaan merasa
tidak berdaya dan frustasi ini, individu-individu anggota kelompok itu mencari
dan mengharapkan perlindungan serta perawatan dari pemimpinannya. Pemimpin
dianggap mempunyai kemampuan dan kemampuan itu diharapkan dapat mengarahkan
perilaku kelompok dan interaksi antara anggota kelompok.
Ciri
dari kelompok semacam ini adalah inefisiensi dalam komunikasi antaranggota
karena komunikasi langsung yang ada hanyalah komunikasi antara anggota dan
pemimpin.
Asumsi Pasangan
Dalam asumsi ini kelompok dianggap terbentuk karena adanya dorongan pada anggota untuk saling berpasangan. Komunikasi mantap yang terjadi antara dua orang dari jenis kelamin yang berbeda dianggap mempunyai tujuan-tujuan seksual. Timbul harapan bahwa akan terjadi keturunan-keturunan yang akan mempertahankan eksistensi (kekuatan) kelompok. Jadi, selain perasaan tidak mau terasing satu sama lain, kelompok ini terbentuk juga atas dasar emosi mengharap. Fungsi pemimpin adalah sebagai juru selamat (Mesiah) yang bertugas menjaga kelestarian pasangan dan mempertahankan keutuhan kelompok serta memperkecil kemungkinan pecahnya kelompok.
Asumsi Melawan – lari
Emosi yang mendasarkan asumsi ini adalah kemarahan, ketakutan, kebencian, dan agresifitas. Cara satu-satunya yang diketahui oleh kelompok untuk mempertahankan eksistensi (kekekalan) mereka adalah berkelahi melawan sesuatu atau lari menghindari sesuatu. Tugas pemimpin adalah memungkinkan anggota-anggota kelompoknya untuk melawan atau melarikan diri.
Bion tidak menutup kemungkinan adanya asumsi-asumsi lain, tetapi ia menyatakan bahwa dalam observasinya, ketiga asumsi inilah yang sering terjadi. Suatu kelompok bisa saja berubah mekanisme kerjanya dari asumsi ke asumsi yang lain, tetapi ketiga asumsi itu masing-masing berdiri sendiri. Pada saat tertentu hanya satu asumsi yang berlaku, tidak bias atau tiga sekaligus.
Mentalitas Kelompok
Mentalitas kelompok merupakan fungsi superego dari kelompok. Ia merupakan kesepakatan atau kemampuan bersama dari anggota-anggota. Bagaimana anggota-anggota itu menyalurka pendapatnya masing-masing sampai membentuk kesepakatan kelompok, individu itu sendiri tidak menyadarinya. Ia hanya mengetahui bahwa bila ada seorang yang bertingkah laku menyimpang dari kesepakatan bersama, ia tidak senang, tidak setuju.
Jadi, jika ada anggota kelompok yang bertingkah laku menetang asumsi dasar yang sedang berlaku dalam kelompok, maka aka nada suatu mekanisme yang mengembalikan perilaku orang itu ke jalan yang benar.
Kebudayaan Kelompok
Kebudayaan kelompok adalah struktur kelompok pada suatu waktu tertentu, pekerjaan yang dilakukan dan organisasi yang dianutnya. Kebudayaan kelompok itu merupakan hasil konflik antara kemampuan-kemampuan individual dan mentalitas kelompok. Contoh kelompok egalitarian, kelompok agresif, kelompok pembuat keputusan, dan sebagainya.
Setiap kelompok bias mempunyai beberapa struktur sekaligus. Salah satu struktur yang dominan pada saat tertentu adalah yang menentukan asumsi dasar yang berlaku pada saat itu.
Sistem
Protomental
Sistem Protomental adalah kesatuan yang bersifat abstrak dari ketiga asumsi dasar. System itu merupakan sebuah matriks yang terdiri dari semua elemen kejiwaaan dan fisik yang ada pada kelompok. Pada saat satu asumsi dasar sedang bekerja pada sebuah kelompok, asumsi dasar yang lain seakan-akan bersembunyi dalam system protomental, sampai tiba saatnya terjadi perubahan di mana terjadi perubahan pada serangkaian emosi yang menyebabkan berfungsinya asumsi dasar yang lain. Jadi, system in merupakan tempat penyimpanan asumsi-asumsi dasar yang sekaligus berfungsi sebagai pencegah kemungkinan terjadinya konflik antarasumsi dasar tersebut.
Sumber: Teori – Teori PSIKOLOGI SOSIAL. Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwona
Sumber: Teori – Teori PSIKOLOGI SOSIAL. Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwona
0 komentar:
Posting Komentar