Pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori – teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling. Akan tetapi untuk kondisi Indonesia memilih satu pendekatan secara fanatik dan kaku adalah kurang bijaksana. Hal ini disebabkan satu pendekatan konseling biasanya dilatarbelakangi oleh paham filsafat tertentu yang mungkin saja tidak sesuati sepenuhnya dengan paham filsafat di Indonesia. Disamping itu mungkin saja layanan konseling yang dilaksanakan berdasarkan aliran tertentu kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kondisi sosial, budaya dan agama.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pendekatan yang dilakukan dalam konselng bukanlah pendekatan atau teori tunggal (single theory) untuk semua kasus yang diselesaikan. Akan tetapi harus dicoba secara kreatif memilih bagian – bagian dari beberapa pendekatan yang relevan, kemudian secara sintesis – analitik diterapkan kepada kasus yang dihadapi. Pendekatan seperti itu dinamakan Creative – Synthesis – Analytic (CSA). Alien E. Ivey (1980) menyebut pendekatan CSA ini dengan nama Eclectic Approach yaitu memilih secara selektif bagian – bagian teori yang berbeda – beda sesuai dengan kebutuhan konselor.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pendekatan CSA diasumsikan sesuai dengan kondisi Indonesia. Artinya kita tidak memilih satu pendekatan saja untuk kasus, akan tetapi memilih bagian – bagian teori yang berbeda secara selektif untuk dimanfaatkan terhadap kasus tertentu. Beberapa alasan dibawah ini dapat dipertimbangkan.
- Setiap teori mempunyai landasan filosofis tertentu yang mungkin bertolak belakang dengan paham filsafat Pancasila.
- Kalau digunakan satu pendekatan saja untuk semua kasusu, dikhawatirkan konselornya akan kaku dan pemecahan masalah belum tentu tuntas.
- Dengan pendekatan satu teori saja, kemungkinan konselor akan memaksakan diri dan mencocok – cocokkan teori tersebut terhadap kasus. Hal ini bisa menyebabkan konseling berantakan dan klien lari.
- Cara CSA membuat konselor lebih kreatif dan luas wawasannya.
- Dapat memilih secara kreatif – analitik beberapa aliran konseling atau aspek – aspek dari aliran itu yang relevan dengan kasus yang akan dibantu.
Pendekatan CSA mirip dengan Rational Approach yang dikemukakan oleh C.H Patterson (1980) yang menerangkan sebagai berikut.
“Rational theories of counseling or psychotherapy are those that tend to take a logical, intellectual approach to the process and/or to the solution of client’s problems or difficulties. These theories tend to be relatively simple in nature. They also tend to be eclectic; that is, a variety of rechniques is basic that different problems or different clients require difference methods or techniques, the choice of techniques is usually made on the basic common sense or empiricism.”
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendekatan Rational (Rational Approach) yang telah dikemukakan mempunyai ciri – ciri sebagai berikut.
- Bersifat logik dan intelektual dalam proses konseling serta solusi terhadap masalah.
- Pendekatan tersebut sederhana dalam hakekatnya.
- Menggunakan teknik konseling yang bervariasi.
- Lain masalah lain pula teknik, sesuai dengan pilihan konselor berdasarkan relevansinya dengan kasus.
Jadi kemungkinan seorang konselor hanya mengenal satu teori (single theory) dan menganutnya secara fanatik, tidak akan terjadi. Akan tetapi lebih baik memilih secara selektif aliran mana yang relevansi dengan masalah klien.
Untuk memudahkan pemahaman tentang pendekatan CSA maka berikut ini dikemukakan beberapa pendekatan konseling terkenal di dunia.
Sumber: KONSELING INDIVIDUAL Teori dan Praktek. Prof. DR. Sofyan S. Willis (Hal. 55 – 56)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar