OBIDIENCE: MENGIKUTI PERINTAH LANGSUNG - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Senin, 24 April 2017

OBIDIENCE: MENGIKUTI PERINTAH LANGSUNG

Kumpulan MateriTeknik compliance digunakan untuk mendorong seseorang secara lembut agar menyetujui sebuah permintaan. ,eskipun demikian, pada beberapa kasus, permintaan memerlukan obedience, perubahan dalam perilaku sebagai respon terhadap perintah orang lain. Meskipun obedience jauh kurang umum dibandingkan konformitas dan compliance, hal tersebut terjadi dalam beberapa macsmhubungan tertentu, misalnya kita dapat memperlihatkan obedience kepada atasan kita, guru kita, atau orangtua karena kekuatan yang mereka miliki untuk memberikan imbalan atau menjatuhkan hukuman.

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai ketaatan, perhatikan bagaimana anda akan bereaksi jika seseorang yang asing memberi tahu anda:

Saya telah menemukan cara baru untuk meningkatkan memori. Hal yang saya perlukan adalah anda mengajarkan kepada orang-orang serangkaian kata dalam daftar, kemudian menguji mereka. Prosedur tes tersebut adalah anda harus memberikan kejutan listrik setiap kali peserta tes melakukan kesalahan dalam tes tersebut. Untuk memberi kejutan listrik ini, anda akan menggunakan suatu “generator pengejut” yang mengeluarkan kejutan listrik berkisar dari 15 hingga 450 volt. Anda dapat melihat tombol yang diberikan label dari “kejutan listrik ringan” hingga “kejutan listrik berbahaya” yang terdapat tiga tanda X untuk kejutan tertinggi. Namun, angan khawatir; meskipun kejutan tersebut mungkin terasa sakit, mereka tidak akan menimbulkan kerusakan permanen.

Dihadapkan pada situasi ini, anda atau orang lain kemungkinan besar akan menyetujui permintaan aneh orang asing tersebut. Jelas, hal tersebut diluar batas apa yang kita sebut dengan kebaikan.

Apakah demikian adanya? Misalnya, seorang asing meminta bantuan Anda tersebut adalah seorang psikolog yang sedang melakukan eksperimen, atau permintaan tersebut datang dari guru, atasan, atau komandan anda-semua orang dalam otoritas yang terlihat memiliki alasan untuk mengajukan perintah.

Jika anda masih percaya bahwa anda kemungkinan besar tidak akan rela melakukan hal ini-pikirkan kembali.situasi yang disebutkan diatas menggambarkan eksperimen klasik yang dilakukan oleh psikolog sosial Stanley Milgram, pada tahun 1960-an. Dalam penelitian ini, seorang peneliti memberi tahu kepada para partisipan untuk memberikan kejutan yang semakin kuat kepada orang lain sebagai bagian dari penelitian tentang belajar. Pada kenyataannya, eksperimen ini sama sekali tidak terkait dengan proses belajar; masalah sebenarnya yang sedang diperhatikan adalah tingkat ketika partisipan akan rela untuk menjalankan permintaan dari eksperimenter. Pada kenyataannya, pelajar yang seharusnya mendapatkan kejutan merupakan seorang rekanan yang tidak pernah benar-benar mendapatkan hukuman (Milgram, 2005).

Mayoritas orang yang mendengar deskripsi dan penelitian Milgram merasa bahwa kemungkinan kecil ada partisipan yang akan memberikan kejutan dalam tingkat maksimal-atau dalam hal ini adalah tidak memberikan kejutan sama sekali. Bahkan, sekelompok psikiater yang diberi tahu tentang situasi tersebut mempredikdi bahwa kurang dari 2 persen partisipan yang akan sepenuhnya rela dan melakukan kejutan yang lebih besar.

Meskipun demikian, hasil aktualnya berlawanan dengan prediksi dari para ahli dan nonahli. Sekitar 65 partisipan akhirnya menggunakan kejutan tertinggi-450 volt-kepada sang pelajar. Obedience ini terjadi meskipun sang pelajar-yang telah menyebutkan pada awal eksperimen bahwa ia memiliki penyakit jantung-memohon untuk dilepaskan dan berteriak, “Keluarkan saya dari sini! Keluarkan saya dari sini! Saya punya penyakit jantung! Keluarkan saya dari sini!” Terlepas dari permohonan pelajar tersebut, kebanyakan partisipan terus memberikan terapi kejut.

Mengapa sangat banyak individu yang patuh terhadap permintaan eksperimenter? Partisipan yang diwawancarai secara mendalam setelah eksperimen mengatakan bahwa mereka patuh, terutama karena mereka percaya bahwa sang ekspetimenter akan bertanggung jawab atas setiap efek yang mungkin menyakitkan yang menimpa pelajar tersebut. Partisipan menerima perintah sang eksperimenter karena mereka berpikir bahwa mereka secara personal tidak dapat diandalkan untuk tindakan mereka-mereka selalu dapat menyalahkan sang eksperimenter (Blass, 1996, 2004).

Meskipun kebanyakan partisispan dalam eksperimen Milgram mengatakan bahwa mereka merasakan pengetahuan yang diperoleh dari penelitian tersebut memperingan ketidaknyamanan yang sebelumnya mereka rasakan, ekperimen etrsebut telah mengundang kritikan karena menciptaka lingkungan percobaan yang sangat menantang bagi para partisipan, sehingga meningkatkan perhatian etika yang serius. Tidak diragukan lagi, eksperimen yang sama tidak lagi dapat dilakukan saat ini karena pertimbangan etis.

Kritikan yang lain menyebutkan bahwa metode Milgram tidak efekitif untuk menciptakan situasi yang benar-benar mencerminkan obedience dalam dunia nyata. Misalnya, seberapa sering seseorang ditempatkan dalam situasi ketika seseorang memerintahkan mereka untuk melukai seorang korban, sementara mereka harus mengabaikan protes dari para korban tersebut (Blass, 2000, 2004)?.

Terlepas dari hal-hal tersebut, penelitian Milgram tetap menjadi demonstrasi laboratorium terkuat untuk menunjukkan obedience. Sebagian duplikasi dari pekerjaan Milgram yang dilakukan secara lebih etis ini menemukan hasil yang mirip dengan penambahan kepercayaan dari hasil kerja awal (Blass; Burger, 2009).

Terlebih lagi, kita hanya perlu mempertimbangkan hal-hal aktual dari obeidience terhadap otoritas untuk menyaksikan beberapa kehidupan nyata yang paralel. Misalnya, setelah Perang Dunia II, pertahanan utama yang diberikan oleh pasukan Nazi untuk mengizinkan partisipasi mereka dalam kekejaman pada saat perang tersebut adalah mereka hanya mengikuti perintah. Eksperimen Milgram yang sebagian dimotivasi oleh hasratnya untuk bertanya menjelaskan perilaku sehari-hari warga Jerman pada Perang Dunia II, memaksa kita untuk bertanya kepada diri kita sendiri: Akankah kita dapat bertahan dari kekuatan otoritas yang intens?




Sumber: Sumber: Feldman S. Robert. 2011. Pengantar Psikologi, Jakarta: Salemba Humanika.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer