Secara besar, ada dua macam
berpikir: berpikir autistik atau berpikir realistik (Rahmat, 1994: 69).
Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Contoh berpikir autistik
antara lain mengkhayal, fantasi, atau wishful
thingking. Dengan berpikir autistik, seseorang melarikan diri dari
kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar – gambar fantastik. Adapun berpikir
realistik atau sering pula disebut reasoning
(nalar), adalah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Floyd L. Ruch (1967), seperti dikutip Rakhmat (1994 : 69), menyebut tiga macam
berpikir realistik: dedukatif, induktif, evaluatif.
Apa yang dimaksud berpikir
deduktif, berpikir induktif, dan berpikir evaluatif? Uraian berikut bisa
memberi sedikit penjelasan.
Berpikir Deduktif
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata dedukdi berasal dari kata Latin deducere
(de berarti “dari”, dan kata ducere berarti “mengantar”, memimpin”).
Dengan demikian, kata deduksi yang
diturunkan dari kata itu berarti “mengantar dari suatu hal ke hal lain”.
Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir
(penalaran) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru
yang berbentuk suatu kesimpulan (Keraf, 1994:57).
Reasoning yang deduktif berasal atau bersumber dari pandangan umum
(general conclusion) waktu itu, bahwa
matahari adalah suatu “heavenly body”
yang tidak mungkin ada cirinya.
Meskipun cara ini kurang
sempurna, tetap bermanfaat kalau deduksi ini didasarkan pada suatu perumusan
yang betul. Dasar dari pelajaran ilmu pasti dan alam adalah demikian pula
halnya. Dari suatu rumus umum, dapat ditarik berbagai kesimpulan. Mereka
berpikir ini dapat juga disebut berpikir analisis (analisis thingking).
Dilihat dari prosesnya, berpikir
deduktif berlangsung dari yang umum menuju yang khusus. Dalam cara berpikir
ini, orang bertolak dari suatu teori, prinsip, atau kesimpulan yang dianggapnya
benar dan sudah bersifat umum. Dari situ, ia menerapkannya pada fenomena –
fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi
fenomena tersebut. Jadi, untuk lebih jelasnya, berpikir deduktif adalah
mengambil kesimpulan dari dua pertanyaan: yang pertama merupakan pertanyaaan
umum. Dalam logika, ini disebut silogisme.
Contoh klasik yang biasa digunakan
sebagai pejelasan adalah seperti contoh berikut:
Semua manusia akan mati
(Kesimpulan umum)
Socrates adalah manusia
(Kesimpulan khusus)
Jadi, Socrates akan mati
(Kesimpulan deduksi)
Selain contoh di atas, ada pula
semacam kesimpulan deduksi yang tidak bisa kita terima kebenarannya, yang
disebut silogisme semu. Contohnya:
Semua manusia bernafas dengan
paru – paru (Premis Mayor)
Kerbau bernafas dengan paru –
paru (Premis Minor)
Jadi, kerbau adalah manusia
(Kesimpulan yang Salah)
Contoh lain:
Semua anggota PKI bukan warga
negara yang baik (premis Mayor)
Si Waru bukan seorang warga
negara yang baik (Premis Minor)
Sebab itu, Si Waru seorang
anggota PKI.
Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat
induksi. Induksi adalah proses
berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi).
Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena
– fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi
terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif,
proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir ilmiah. Namun, induksi
tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti oleh proses berpikir yang
pertama, yaitu deduksi, seperti telah kita bicarakan sebelumnya.
Berpikir induktif (induktive thingking) ialaha menarik
suatu kesimpulanumum dari berbagai kejadian (data) yang ada di sekitarnya.
Dasarnya adalah observasi. Proses berpikirnya adalah sintesis. Tingkatan
berpikirnya adalah induktif. Jadi, jelas pemikiran semacam ini mendekatkan
manusia pada ilmu pengetahuan.
Pada hakikatnya, semua
pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dari proses pengamatan (Observasi)
terdapat data. Rangkuman pengamatan data tersebut kemudian memberikan
pengertian terhadap kejadian berdasarkan reasoning
yang bersifat sintetis (synthesis).
Dalam ilmu pasti dan alam, metode
sintesis merupakan kelanjutan dari metode analisis. Sumber dari tingkatan
berpikir ini berpikir ini berasal dari the
philosophy of thingking”para ilmuwan pada waktu itu, seperti Galileo,
Newton, dan Descartes.
Dalam ilmu statistik, dikenal
istilah inductive statistics. Menaruk
satu general conclusion dari data
yang didapatkan dari suatu sampel, yang berlaku untuk seluruh populasi tempat
sampel itu berasal, adalah contoh berpikir induktif. Istilah lain yang sama
maknanya ialah generalizing atau integral (Effendy, 1981). Istilah lain
yang sama maknanya ialah generalizing
atau integral (Effendy, 1981).
Berikut ini adalah contoh berpikir induktif:
Seorang guru mengadakan
eksperimen – eksperimen menanam biji – bijian bersama murid – muridnya, jagung
ditanam, tumbuh ke atas; kacang tanah ditanam, di sebelah bawah, tumbuhnya ke
atas pula; biji – biji yang lain demikian pula. Kesimpulannya: semua batang tanaman, tumbuhannya ke atas mencari
sinar matahari.
Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang
diambil secara induktif ini terutama bergantung pada representatif atau
tidaknya sampel yang diambil, yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar
jumlah sampel yang diambil makin representatif dan makin besar pula taraf
validitasnya dari kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh objektivitas dari
si pengamat dan homogenitas dari fenomena – fenomena yang diselidiki (Purwanto,
1998:47 – 48).
Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah kritis,
menilai baik - buruknya, tepatnya atau
tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatis, kita tidak menambah atau
mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat.1994).
Perlu diingat bahwa jalannya
berpikir pada dasarnya ditentukan oleh berbagai macam fokus. Suatu masalah yang
sama, mungkin menimbulkan pemecahan yang berbeda – beda pula. Adapun faktor –faktor yang memengaruhi jalannya berpikir itu, antara lain, yaitu bagaimana
seseorang melihat atau memahami masalah tersebut, situasi yang tengah dialami
seseorang dan situasi luar yang dihadapi, pengalaman – pengalaman orang
tersebut, serta bagaimana inteligensi orang itu.
Sumber: Psikologi Umum. Drs. Alex Sobur, M. Si. (Hlm. 214 - 216)
0 komentar:
Posting Komentar