Penelitian mengenai otak telah
mejelaskan kapasitas yang kita miliki sebagai manusia – pikiran, bahasa,
ingatan, dan emosi. Meskipun demikian penelitian mengenai otak juga telah
menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai individu dan masyarakat. akhir – akhir
ini mulai muncul sebuah spesialisasi interdisipliner baru – neuroetika, yang
membahas hal – hal yang menyangkut undang – undang, etika dan implikasi ilmiah
dari penelitian yang dilakukan (Gazzaniga, 2003).
Pelajar yang baik di bidang ini
akan mengeksplorasi implikasi dari penggunaan obat – obatan untuk meningkatkan
fungsi otak pada orang – orang yang
sehat maupun orang – orang yang mengalami kerusakan kognisi. Etika dari bahaya
apa yang perlu diperhatikan ketika obat – obatan yang dirancang untuk menangani
berbagai gangguan, digunakan untuk memperbaiki performa tes di sekolah atau
meningkatkan kewaspadaan di pekerjaan? Tentunya, jutaan orang “memancing” otak
dengan meminum kopi tiap hari, dan Funcional
MRI menunjukkan bahwa hanya dengan satu atau dua gelas kopi terjadi
peningkatan aktivitas lobus frontal di mana Working
memory terletak, dan juga pada bagian lain dari orang yang mengatur atensi
(Koppelstaetter dkk., 2005). Akan tetapi obat – obatan baru dapat menawarkan
efek yang lebih tahan lama. Beberapa ahli bioetika dan neurosains mengatakan
bahwa “peningkatan kognisi” (“cognitive
enhancement”) semacam itu baik. Merupakan sifat dasar manusia untuk mencoba
memperbaiki diri, dan masyarakat akan mendapatkan manfaatnya ketika orang –
orangnya dapat belajar lebih cepat dan mengingat lebih baik. Ahli – ahli lain
menganggap perbuatan itu sebagai bentuk kecurigaan yang akan memberikan
keuntungan yang tidak adil bagi mereka yang mampu membelinya. Steven Hyman,
direktur pendiri National Institute of
Mental Health mengatakan. “Masyarakat harus menentukan persetujuan mereka
untuk melarang penggunaan obat – obatan semacam itu, seperti halnya kami
melarang penggunaan obat steroid untuk mengingkatkan performa aktif dalam
olahraga (Dikutip dari Guterman, 2004).
Para ahli bioetika juga
melontarkan berbagai pertanyaan mengenai kemungkinan penggunaan pemindahan otak
di masa depan untuk mengetahui berbohong tidaknya seseorang. Hingga saat ini
hal tersebut belum dimungkinkan. Meskipun demikian, menurut para ahli
matematika, seandainya suatu saat teknologi semacam itu tersedia, akan ada
sejumlah orang yang akan menyalahgunakannya. Masyarakat sebaiknya juga bersiap –
siap menghadapi hal tersebut. Dalam bidang hukum, pengaruh sudah menggunakan
pindai otak siap untuk memberikan argumen bahwa kliennya seharusnya mendapatkan
hukuman yang lebih ringan, baikkah penggunaan teknologi ini, mengingat variabilitas
otak dan kompleksitas otak?
Beberapa kritikan juga
mencerminkan berbagai penekanan pada temuan terbaru mengenai otak, karena
betapa menariknya, temuan ini akan mengalihkan perhatian kita dari semua hal
lain yang ada di dunia sekitar kita: relasi kita, pengalaman – pengalaman kita,
dan kebudayaan – kebudayaan kita. Upaya menganalisis sifat dasar manusia yang
hanya terbatas secara fisiologis adalah seperti menganalisis Taj Mahal yang
terbatas pada materi – materi yang digunakan untuk membangunnya. Bahkan seandainya
kita dapat memonitor setiap sel dan jaringan otak, kita akan masih ingin
memahami lingkungannya, pemikiran – pemikirannya, dan aturan – aturan budaya
yang menetukan apakah kita akan dicambuk oleh kemarahan, dibelenggu oleh
kesedihan diangkat oleh cinta, dan dibuat oleh keceriaan.
Sumber: Psikologi,
edisi kesembilan, jilid 1. Carole Wade. Carol Travris. (Hlm. 144 – 145)
0 komentar:
Posting Komentar