Hukuman (punishment) menurut
Burrhus Frederic Skinner, terjadi ketika suatu respons menghilangkan sesuatu
yang positif dari situasi atau menambahkan sesuatu yang negatif. Dalam bahasa
sehari – hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah pemberian
sesuatu yang diharapkan organisme, atau memberi organisme sesuatu yang tidak
dinginkannya. Dalam masing – masing kasus, hasil dari responsnya akan
menurunkan probabilitas terulangnya respons itu secara remporer. Skinner dan
Thorndike memiliki pendapat yang sama soal efektivitas hukuman: hukuman tidak
menurunkan peobabilitas respons. Walaupun hukuman; bisa menekan suatu respons
selama hukuman itu diterapkan , namun hukuman tidak akan melemahkan kebiasaan Skinner
(1971) mengatakan,
Hukuman didesain untuk
menghilangkan terulangnya perilaku yang ganjil, berbahaya, atau perilaku yang
tak diinginkan lainnya dengan asumsi bahwa seseorang yang dihukum akan
berkkurang kemungkinannya mengulangi perilaku yang sama. Sayangnya,
persoalannya tak sederhana itu. Imbalan dan hukuman tidak berbeda hanya dalam
arah perubahan yang ditambahkannya. Seorang anak yang dihukum berat karena
bermain seks tidak selalu akan lebih kurang cenderung untuk berbuat lagi dan
lelaki yang dipenjara karena melakukan kekerasan tidak selalu berkurang
kemungkinannya melakukan kekerasan lagi. Perilaku yang dijatuhi hukuman tadi
kemungkinan akan muncul kembali setelah kontigensi hukuman dicabut atau selesai.
Percobaan yang menyebabkan
Skinner sampai pada kesimpulan ini dilakukan oleh salah satu mahasiswanya,
Estes (1944). Dua kelompo delapan tikus dilatih untuk menekan tuas dalam kotak
Skinner. Setelah training, kedua
kelompok itu diletakkan dalam proses pelenyapan respons. Respons satu kelompok
dilenyapkan dengan cara reguler; yakni dengan cara makanannya tidak diberikan
setelah tuas ditekan. Tikus di kelompok kedua, selain tak menerima makanan,
mereka juga disetrum ketika menekan tuas. Tikus dikelompok ini disetrum rata –
rata sembilan kali. Dilakukan tiga kali sesi pelenyapan respons, dan tikus - tikus itu hanya disetrum pada sesi pertama.
Kelompok yang dihukum (dengan setrum) memberi lebih sedikit respons selama sesi
pelenyapan pertama ketimbang kelompok yang tidak dihukum. Jumlah respons yang
muncul pada sesi kedua adalah sama untuk kedua kelompok yang tidak memberikan
sedikit lebih banyak respons. Dari data dua sesi pertama, seseorang dapat
menyimpulkan bahwa hukuman adalah efektif karena jumlah respons terhadap pelenyapan
lebih rendah untuk kelompok yang menerima hukuman. Tetapi, selama sesi
pelenyapan ketiga, kelompok yang dihukum memberikan lebih banyak respons
ketimbang kelompok yang tak dihukum. Jadi, dalam jangka panjang jumlah respons
kelompok yang dihukum akan sama dengan jumlah respons dari kelompok yang tak
dihukum. Kesimpulannya adalah bahwa nonpenguatan (pelenyapan) sama efektifnya
dalam melenyapkan kebiasaan dengan nonpenguatan plus hukuman.
Argumen utama Skinner yang
menetang penggunaan hukuman adalah bahwa itu dalam jangka panjang tidak akan
efektif. Tampak bahwa hukuman hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman
hukuman dihilangkan, tingkat perilaku akan kembali ke level semula. Jadi,
hukuman sering kelihatannya sangat berhasil padahal ia sebenarnya hanya
menghasilkan efek temporer. Argumen lain yang menentang hukuman adalah sebagai
berikut.
- Hukuman menyebabkan efek samping emosional yang buruk. Organisme yang dihukum menjadi takut, dan ketakutan ini digeneralisasikan ke sejumlah stimuli yang terkait dengan stimuli yang ada saat hukuman diterapkan.
- 2. Hukuman menunjukkan apa yang tidak boleh dilakukan organisme, bukan apa yang seharusnya dilakukan. Dibandingkan penguatan, hukuman tidak memberi informasi apapun kepada organisme. Penguatan mengidentifikasikan bahwa apa yang telah dilakukan adalah efektif dalam situasi tertentu, karenanya, tidak perlu ada pelajaran tambahan. Sering kali hukuman hanya memberi informasi bahwa respons yang dihukum itu adalah respons yang tidak akan melahirkan penguatan dalam situasi tertentu, dan karenanya dibutuhkan pelajaran tambahan untuk memberitahukan respons yang bisa melahirkan penguatan.
- Hukuman menjustifikasi tindakan menyakiti pihak lain. Hal ini juga berlaku dalam pengasuhan anak. Ketika anak dipukul, satu – satunya hal yang mereka pelajari adalah bahwa dalam situasi tertentu adalah diperbolehkan untuk menyakiti orang lain.
- Berada dalam situasi dimana perilaku yang dahulu kini dapat dilakukan tanpa mendapatkan hukuman lagi mungkin akan menyebabkan anak merasa diperbolehkan melakukannya lagi. Jadi, jika tidak ada agen yang menghukum, anak mungkin akan merobek kain, memecahkan kaca cendela, bersikap tidak hormat kepada orang yang lebih tua, memukuli anak yang lebih kecil dan sebagainya. Anak – anak ini telah belajar menekan perilaku ini ketika perilaku itu akan mendapatkan hukuman, tetapi ketika tidak ada agen atau pihak yang memberi hukuman, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak melakukan perilaku tersebut.
- Hukuman akan menimbulkan agresi terhadap pelaku penghukum dan pihak lain. Hukuman menyebabkan organisme yang dihukum menjadi agresif, dan agresi ini mungkin menimbulkan problem tambahan. Misalnya, institusi penjara kita, yang menggunakan hukuman sebagai alat kontrol utama, dipenuhi oleh individu – individu yang agresif yang akan terus berlaku agresif selama hukuman atau ancaman hukuman dipakai untuk mengontrol perilaku mereka.
Hukuman sering mengganti respons
yang tidak diinginkan dengan respons yang tak diinginkan lainnya. Misalnya,
anak yang digampar karena nakal mungkin akan menangis. Orang yang dihukum
karena mencuri mungkin akan menjadi agresif
dan melakukan kejahatan yang lebih besar jika ada kesempatan.
Dalam studi terhadap 379 ibu yang
mengasuh anak – anaknya sejah lahir sampai taman kanak – kanak di suburban New
England, Sears , Maccoby dan Levin (1957) menarik kesimpulan tentang efek
relatif dari penekanan penguatan, yang berbeda dengan hukuman dalam pengasuhan
anak:
Dalam diskusi kita tentang proses
training, kami telah mempertentangkan hukuman dengan imbalan. Keduanya adalah
teknik yang digunakan untuk mengubah kebiasaan anak. Apakah keduanya sama –
sama baik? Jawabannya jelas “tidak”; namun jawaban ini mesti dipahami dalam
konteks jenis hukuman yang bisa diukur dengan metode wawancara kami. Karena ini
tak sama dengan percobaan dengan tikus putih dan burung dara di laboratorium,
kami tidak bisa mengkaji efek hukuma terhadap beberapa perilaku yang
terisolasi. Pengukuran hukuman yang kami lakukan mengacu pada Levels od Punitiveness di pihak ibu.
Penghukuman yang berbeda dengan pemberian ganjaran atau imbalan, adalah cara
yang tidak bagus dalam mendidik anak.
Bukti untuk kesimpulan ini cukup
banyak. Efek buruk dari hukuman banyaka kami temukan dalam studi kami. Ibu yang
memberi hukuman berat karena si anak salah dalam memakai toilet akan mendapati
anak mereka suka ngompol. Ibu yang memberi hukuman pada anak yang manja pada
akhirnya mendapati anak mereka lebih manja ketimbang anak dari ibu yang tidak
memberi hukuman. Ibu yang memberi hukuman berat atas perilaku agresif pada
akhirnya akan memiliki anak yang lebih agresif daripada ibu yang hanya memberi
hukuman ringan. Hukuman fisik yang keras berkaitan dengan agresivitas anak yang
tinggi dan problem makan. Evaluasi kami terhadap hukuman adalah bahwa dalam
jangka panjang tidak efektif untuk menghilangkan jenis perilaku yang menjadi
hukuman (Hal. 484)
Lalu, mengapa hukuman dipakai
secara luas? Kata Skinner (1953), ini dikarenakan hukuman akan memperkuat si
penghukum:
Hukuman yang berat jelas punya
efek langsung dalam mengurangi tendensi untuk bertindak dengan cara tertentu.
Hasil ini jelas menyebabkan hukuman dipakai secara luas. Kita “secara naluriah”
menyerang siapa saja yang perilakunya tidak menyenangkan kita, mungkin bukan
serangan fisik saja, tetapi bisa jadi dengan kritik, penolakan, penyalahan,
atau ejekan. Efek segera dari praktik hukuman ini sudah cukup meyakinkan untuk
menjelaskan kenapa hukuman kerap dipakai. Tetapi dalam jangka panjang, hukuman
tidak benar – benar mengeliminasi perilaku, dan hasil temporer dari hukuman itu
diperoleh dengan biaya besar yakni mereduksi keseluruhan efisiensi dan
kesenangan satu kelompok. (Hal. 190)
Menarik untuk dicatat bahwa
Skinner sendiri tidak pernah dihukum secara fisik oleh ayahnya, dan hanya
sekali dihukum fisik oleh ibunya, yang mencuci mulutnya dengan sabun karena ia
berkata jorok (Skinner, 1967, Hal 390).
Sumber: THEORIES OF LEARNING
(Teori Belajar), Edisi Ketujuh. B. R. Hergenhahn. Mattahew H. Olson. (Hal. 198
– 101)
makasih banget buat datanya, sangat ngebantu skripsi saya :)
BalasHapus