Sabtu, 03 November 2012

PENELITIAN TENTANG LATAR BELAKANG KELUARGA PARA FINALIS LKIR DAN LPIR


Dedi Supriadi (1994) telah melakukan penelitian tentang peubah pribadi dan lingkungan keluarga para finalis Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) dan Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR).

LKIR diselenggarakan setiap tahun sejak tahun 1969 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoensia (LIPI) bekerja sama dengan Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan LPIR diselenggarakan setiap tahun sejak 1977 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keduanya bersifat nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang lingkungan keluarga dan pribadi finalis LKIR dan LPIR. Responden penelitian terdiri atas 125 finalis LKIR dan LPIR tahun 1986 dan 1987, yaitu 91% dari 138 finalis kedua lomba itu yang memberikan respons terhadap instrumen penelitian yang dikirimkan melalui pos ke alamat rumah atau sekolah mereka. Sebagai pembanding dipilih 120 siswa kelas III SMA Negeri yang prestasi akademik para siswanya termasuk menonjol.

Mengutip Dedi Supriadi (1994), hasil studi ini menemukan bahwa sebagian besar finalis LKIR dan LPIR adalah laki – laki, anak pertama dan kedua, mempunyai orangtua berpendidikan dan berpenghasilan baik, menempuh pendidikannya di kota, berasal dari keluarga dengan iklim kehidupan yang baik, dan memiliki pengalaman bermakna yang kaya dalam hidupnya. Secara umum, mereka memiliki latar belakang kehidupan dan lingkungan yang lebih unggul daripada kelompok pembanding.

Proporsi yang dominasi dari laki – laki di antara finalis ditafsirkan oleh Dedi Supriadi bahwa jenis kelamin merupakan faktor penting dalam kreativitas keilmuwan, dan bahwa dominasi laki – laki agaknya disebabkan oleh karena tantangan yang ditawarkan oleh penelitian keilmuwan “lebih sesuai untuk laki – laki”. Namun, tidak dikemukakan oleh peneliti bahwa faktor sosial budaya mungkin berpengaruh terhadap kurang tampilnya perempuan sebagai finalis, termasuk tekanan dan harapan dari orangtua, sekolah, dan teman sebaya. Monks dalam teorinya Multi – Faktor tentang Keberbakatan menekankan bahwa lingkungan keluarga, sekolah, dan teman sebaya mempunyai peranan menentukan dalam perkembangan keberbakatan. Di samping itu perlu dipertimbangkan faktor internal seperti fear of success dan Cinderella complex yang menyebabkan cukup banyak perempuan berbakat menjadi underachiever, yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab 11.

Mengenai tingkat pendidikan orangtua ditemukan Dedi Supriadi bahwa khususnya tingkat pendidikan ayah berkaitan dengan ragam pengalaman peran ayah dalam mendorong anaknya untuk memperoleh pengalaman bermakna erat kaitannya dengan fungsi ayah sebagai figur sentral dalam keluarga. hal ini menarik jika dibandingkan dengan kecenderungan yang menemparkan peran ibu lebih menonjol dalam menciptakan iklim kehidupan keluarga yang berkualitas. Jadi, sementara ayah lebih banyak mendorong anaknya “ke luar” untuk memperkaya pengalaman, ibu lebih banyak berperan “kedalam” dalam memeliharanya kehidupan keluarga.” (1994 : 150).

Jika dibandingkan dengan penelitian Utami Munandar di atas yang menemukan bahwa tingkat pendidikan ibu lebih berkaitan dengan prestasi sekolah dan kreativitas anak daripada tingkat pendidikan ayah, tampaknya hal ini berkaitan dengan penelitian Utami Munandar yang menyangkut siswa pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP), sedangkan penelitian Dedi Supriadi adalah terhadap finalis LKIR dan LPIR yang rata – rata berpendidikan menengah dan perguruan tinggi yang sudah lebih memerlukan pengayaan pengalaman belajar di luar, sementara ibu lebih berperan dalam mendampingi anak belajar di luar, sementara ibu maupun peranan ayah amat penting dalam memupuh dan meningkatkan kreativitas dan bakat anak.



Sumber: Kreativitas & Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat. Prof Dr. S.C. Utami Munandar. (Hal. 123 – 124)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar