KONSEP STRATIFIKASI - Kumpulan Materi
Breaking News
Loading...
Kamis, 02 November 2017

KONSEP STRATIFIKASI

Kumpulan MateriIn all socialities—from societies that are meagerly developed and have barely attained the dawning of civilization, down to the most advanced and powerful societies—two classes of people appear—a class that rules and a class that is ruled (Mosca, 1939)

Dalam pembahasan kita terdahulu mengenai interaksi dan tatanan sosial kita telah berkenalan dengan konsep status: status utama (master status), status yang diraih (achieved status), status yang diperoleh (ascribed status). Dalam bab ini kita akan memusatkan perhatian pada suatu ciri yang menandai tiap masyarakat, yaitu pada adanya ketidaksamaan (inequality) di antara status individu dan kelompok yang terdapat di dalamnya.

Dalam kebudayaan masyarakat kita menjumpai pernyataan yang menyatakan persamaan manusia. Di bidang hukum, misalnya, kita mengenai anggapan bahwa di hadapan hukum semua orang adalah sama; pernyataan serupa kita jumpai pula di bidang agama. Dalam adat Minangkabau kita mengenal ungkapan “tagok sama tinggi, duduk samo rendah” yang berarti bahwa setiap orang dianggap sama.

Namun, dalam kenyataan sehari-hari, kita mengalami adanya ketidaksamaan. Dalam kutipan dari buku Mosca tersebut di atas, misalnya, kita melihat bahwa dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan di bidang kekuasaan: sebagai anggota masyarakat mempunyai kekuasaan, sedangkan sisanya dikuasai. Kita pun mengetahui bahwa anggota masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan kriteria lain; misalnya berdasarkan kekayaan dan penghasilan, atau berdasarkan prestise dalam masyarakat. Pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang dimilikinya dalam sosiologi dinamakan stratifikasi sosial (social stratification).

Kita telah melihat uraian Raiph Linton bahwa sejak lahir orang memperoleh sejumlah status tanpa memandang perbedaan antarindividu atau kemampuan. Berdasarkan status yang diperoleh dengan sendirinya ini, anggota masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok tertentu seperti kasta dan kelas (lihat Linton 1968:358-363). Berdasarkan status yang diperoleh ini, kita menjumpai adanya berbagai macam stratifikasi.

Suatu bentuk dari stratifikasi berdasarkan perolehan ialah stratifikasi usia (age stratification). Dalam sistem ini anggota masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban berbeda dengan anggota masyarakat yang lebih tua. Dalam hukum adat masyarakat tertentu, misalnya, anak sulung memperoleh prioritas dalma pewarisan harta atau kekuasaan. Elizabeth, putrid sulung Raja Inggris George mewarisi Tahta Kerajaan Inggris tatkala ayahnya meninggal dunia pada tahun 1952, setelah Kaisar Jepang Hirohito meninggal dunia tahta kekaisaran Jepang diwarisi putra sulungnya, putra Akihito, di kala Ratu Juliana dari Negerti Belanda turun tahta beliau digantikan putrid sulungnya Beatrix sedangkan Juliana sendiri pernah mewarisi tahta dari ibunya Ratu Wilhelmina.

Asas senioritas yang dijumpai dalam stratifikasi berdasarkan usia ini dijumpai pula dalam bidang pekerjaan. Dalam berabgai organisasi, modern, misalnya, kita sering melihat adanya hubungan erat antara usia karyawan dengan pangkat mereka dalam organisasi, atau persamaan usia antara karyawan yang memangku jabatan sama. Ini terjadi karena dalam organisasi tersebut pada asasnya karyawan hanya dapat memperoleh kenaikan pangkat setelah berselang suatu jangka waktu tertentu—misalnya dua tahun, atau empat tahun; karena jabatan dalam organisasi hanya dapat dipangku oleh karyawan yang telah mencapai suatu pangkat minimal tertentu; dank arena hanya hal terdapat suatu lowongan jabatan baru, karyawan yang dipertimbangkan untuk mengisinya ialah mereka yang dianggap paling senior. Sistem yang dianut di kalangan pegawai negeri kita, misalnya merupakan perpaduan antara merit system (sistem penghargaan terhadap prestasi) dan sistem senioritas. Oleh sebab itu tidaklah terlalu mengherankan bilamana kita menjumpai bahwa jabatan yang dipangku dosen di dalam struktur organisasi perguruan tinggi negerti (seperti jabatan ketua jurusan, pembantu dekan, dekan dan sebagainya) serta jabatan fungsional mereka (seperti asistem ahli, lector, guru besar) memperlihatkan hubungan erat dengan usia para pemangku jabatan, meskipun usia memang bukan satu-satunya ukuran yang dipakai untuk mengusulkan seorang pemangku jabatan.

Masih pentingnya asas senioritas dijumpai pula dalam sistem kenaikan pangkat dosen. Dosen tetap pada perguruan tinggi negerti yang tidak berhasil naik pangkat ke golongan IV sebelum mencapai usia tertentu, misalnya, akan dipensiunkan dan tidka dapt dipertimbangkan untuk jabatan guru besar, apa pun gelar akademik yang dimilikinya dan apa pun prestasi dan sumbangannya dalam bidang keahliannya.

Stratifikasi jenis kelamin (sex stratification) pun didasarkan pada faktor perolehan; sejak lahir laki-laki dan perempuan memperoleh hak dan kewajiban yang berbeda, dan perbedaan tersebut sering mengarah ke suatu herarki. Dalam banyak masyarakat, status laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Laki-laki sering memperoleh pendidikan formal lebih tinggi daripada perempuan. Partisipasi perempuan dalam dunia kerja realtif lebih terbatas, dan dibandingkan dengan laki-laki para pekerja perempuan pun relative lebih banyak terdapat di strata yang rendah, degnan status di bidang administrative, dan sering menerima upah atau gaji lebih rendah daripada laki-laki, (Masalah jenis kelamin dan gender dibahas secara rinci dalam Bab 8).

Ada pula stratifikasi yang didasarkan atas hubungan kekerabatan. Perbedaan hak dan keewajiban antara anak, ayah, ibu, paman, kakek dan sebagainya sering mengarah ke suatu herarki.

Pun ada pula sistem stratifikasi yang didasarkan atas keanggotaan dalam kelompok tertentu, sepreti stratifikasi keagamaan (religious stratification), stratifikasi etnik (ethic stratification) atau stratifikasi ras (ractial stratification). Perbedaan hak dankewajiban warna masyarakat berdasarkan warna kulit tau kebudayaan kita jumpai antara lain di Israel, di mana orang Palestina dan Arab tidak mempunyai hak yang sama dengan orang Yahudi. Di jepang dijumpai perbedaan antara hak dan kewajiban orang Jepang asli dan orang keturunan Korea. Takkala di Afrika Selatan masih berlaku sistem. Apartheid, dijumpai perbedaan hak dan kwajiban antara orang KUlit Hitam dan orang Kulit Putih, suatu perbedaan yang di masa lalu pernah dilaksanakan pula di Amerika Serikat dan beberapa Negara Amerika Selatan.

Disamping dibeda-bedakan berdasarkan status yang diperoleh, anggota masyarakat dibedakan-bedakan pula berdasarkan status yang diraihnya, sehingga menghasilkan berabgai jenis stratifikasi. Salah satu di antaranya ialah stratifikasi pendidikan (education stratification): hak dan kewajiban warga masyarakat sering dibeda-bedakan atas dasar tingkah pendidikan formal yang berhasil mereka raih.

Sistem stratifikasi lain yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari ialah stratifikasi pekerjaan (accupational stratification). Di bidang pekerjaan modern kita mengenal berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya perbedaan antara manajer serta tenaga eksekutif dan tenaga administrative, antara asisten dosen, lector, dan guru besar, antara tamtama, bintara, dan perwira pertama, perwira menengarh, perwira tinggi.

Stratifikasi sekonomi (economic stratification), yaitu perbedaan warga masyarakat berdasarkan penguasaan dan pemilikan materi, pun merupakan suatu kenyataan sehari-hari. Dlam kaitan ini kita mengenal, antara lain, perbedaan warga masyarakat berdasarkan penghasilan dan kekayaan mereka menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Dalam masyarakat kita terdapat sejumlah besar warga yang tidak mampu memenuhi keperluan minimum manusia untuk hidup layak karena penghasilan dan miliknya sangat terbata, tetapi ada pula warga yang seluruh kekayaan pribadinya bernilai di atas Rp 1 miliar. Di kalangan pertanian di pedesaan kita menumpai kriteria pemilikan atas alat produksi untuk membedakan antara kaum borjuis dan kaum proletar.







Sumber: Sunarto K. (2004) Pengantar sosiologi. (Rev. ed.). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (Hal 83-85).

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Toggle Footer