Pada kenyataannya, banyak sekali macam gangguan yang dialami pasien atau klien yang kalau diketahui secara teoritis, bahkan menjadi tidak terbatas, bahkan menjadi tidak terbatas jumlahnya. Setiap pasien atau klien memiliki ciri yang khas, yang penyembuhannya memerlukan penanganan sendiri. Hal demikian tidak mengherankan karena secara teoretik, psikologi abnormal dan psikologi klinis mempunyai sumber utama berupa psikologi atau studi kepribagian. Klien atau psien adalah seseorang dengan kepribagian yang terganggu, ia adalah orang terganggu, bukan sekedar gangguan. Oleh karena itu, setiap gangguan akan tampil khas.
Tentu saja, dengan cara berpikir
khas semacam itu akan sangat sukar bagi seorang profesional untuk secara
konseptual memahami dan menangani gangguan psikologis ini. oleh karena itu,
para ilmuwan mengembangkan cara berpikir awam yang mencoba untuk mengelompokkan
gangguan tersebut dalam berbagai jenis gangguan. Landasarn pengelompokkan itu
bermacam – macam. Ada yang berdasarkan bagian atau aspek apa yang terganggu,
sesuai dengan prodisposisi kepribagian, dan lain – lain.
Gangguan psikologis juga dapat
dikelompokkan berdasarkan model, yaitu struktur teoritis yang bersifat tentatis
yang digunakan untuk mengurai dan menjelaskan disfungsi psikologis atau
perilaku abnormal itu. Model adalah suatu analogi konseptual yang memiliki
kualitas “seandainya”, yang membimbing pemikir kita mengenal perangkat kejadian
tertentu. Misalnya, komputer dapat digunakan sebagai model otak karena dapat
digambarkan berfungsi sebagai apa yang dilakukan komputer. Secara ideal, model membantu klinikus dengan cara,
(10 mengidentifikasi pengubah atau kejadian yang memerlukan telaah lanjutan
atau pendalaman, (2) menyediakan suatu konteks yang dapat mengintegrasikan
informasi, dan (3) menduga spesifikasi hubungan antara pengubah dan kejadian
yang akurat.
Banyak model psikologi atau
perilaku abnormal diajukan para ahli, termasuk model kultural, model sistem,
model eksistensial, model genetik, model humanistik, model belajar, mode medis,
model moral, model psikodinamik, dan lain – lain. Dari sekian banyak model
tersebut, terdapat empat model yang paling banyak digunakan orang yaitu model
medis, model dinamik, model belajar, dan model sistem.
Model Medis
Model ini sering juga disebut
model penyakit atau model organik. Menurut konseptualisasi model ini, perilaku
abnormal bersangkutan dengan kelemahan fisik (simptom patologis) dilihat sebagai akibat dari penyakit,
kekuarangan dan kelemahan biologis/kimiawi. Banyak psikoater menggunakan model
medis, meskipun model yang modern mulai lebih melirik perspektif belajar. Inti
dari model medis adalah adanya hubungan antara suatu gejala dengan sebab
tertentu. Misalnya paresis umum, ialah infeksi sifilitik pada kortek serebral,
sebagai penyebab sifilis dan penyakit fisik tertentu yang disebabkan oleh
kelemahan dan kerusakan psikologis tertentu.
Model medis ini, sering juga
disebut medical orientation, yakni
orientasi yang menyatakan bahwa gangguan kejiwaab mempunyai landasan biologis,
termasuk fisik, syaraf, dan organik. Orientasi ini didasarkan pada salah satu
pendekatan psikologi, yakni pendekatan biologis atau psikologi biologis, yang
dalam terapannya antara lain muncul dalam pemahaman yang terutama menyangkut
psikologis klinis, yaitu psikologi medis. Istilah psikologi medis ini merupakan
nama lain (dengan pendekatan khusus, medis) untuk psikologi. Pertama kali
istilah psikologi medis ini dikemukakan pada tahun 1941 oleh Zilboorg dan Henry (Trull, 2005).
Model Psikodinamik
Model ini berkembang terutama
berdasarkan pendapat seorang psikoanalitik, Sigmund Freud atau mereka yang menjadi pengikutnya. Ada beberapa
asumsi dasar dalam model psikodinamik ini, yaitu:
1. Proses
pikiran tak sadar memainkan peranan sentral dalam menentukan perilaku
(abnormal).
2. Tiga
agen psikologis, yaitu id, ego ,dan superego berinteraksi bilamana konflik
psikologi harus diselesaikan.
3. Pemfungsian
yang dewasa ditentukan oleh keefektifan (re)solusi konflik pada beberapa taraf
perkembangan psikoseksual.
4. Konflik
psikologis membawa orang pada keadaan cemas, di mana ego berusaha mereduksinya
dengna memanfaatkan mekanisme pertahanan diri yang tidak sadar.
Proses ketidaksadaran sebagai
penentuan perilaku didasarkan pada pembagian pengalaman manusia ke dalam tiga
tipe, yaitu:
1. Pengalaman
sadar, terjadi saat manusia berada dalam keadaan sadar.
2. Bawah
sadar atau prasadar, termasuk pikiran, gagasan, dan ingatan yang dimiliki
orang, tetapi tidak terjadi dalam kesadaran.
3. Ketidaksadaran
yang meliputi ingatan, ketakutan, impuls, dan harapan yang jarang ada pada
orang yang sedang berada pada keadaan sadar.
Material ini terpikir sebagai hal
yang secara psikologi menyakitkan, yang akibatnya tidak mudah untuk diangkat ke
alam sadar. Gangguan lebih ditekankan sebagia akibat dari pengalaman masa kecil
yang menyakitkan sehingga menjadi model cara orang yang bersangkutan
berperilaku ketika telah dewasa.
Model Belajar
Model belajar menganggap bahwa
gangguan perilaku terjadi karena pengalaman salah belajar (faulty learning). Yang dimaksud dengan salah satu belajar ini
adalah:
- Mempelajari dengan benar contoh perilaku yang tidak baik, atau
- Mempelajari dengna salah contoh perilaku yang baik.
Dalam model belajar ini, yang
terutama dipelajari adalah perilaku sosial (Illmann dan Krasner, 1975). Faktor Faali sebagai faktor penyebab perilaku
salah dilihat sebagai faktor kedua dalam kebanyakan kasus.
Dibandingkan dengan model – model
lain, model belajar memusatkan diri pada perilakunya itu sendiri daripada
terhadap proses konflik internal atau faktor – faktor faali yang mempengaruhi
perilaku. Melalui perilaku aktual yang pasti, model belajar memungkinkan untuk
menggunakan prinsip motode ilmiah dengan asumsi yang lebih sedikit daripada
model lain. Model belajar pun dapat menjadi prinsip terbentuknya perilaku
maladaptif dalam usaha mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif.
Model Sistem
Para teoritikus di bidang sistem
menggunakan konsep – konsep ilmu kealaman (terutama biologi), proses informasi
(terutama “ilmu” komputer), dan sosial (terutama antropologi) untuk
mengkonseptualisasikan interaksi manusia, baik adaptif maupun disfungsi,
sebagai komponen dalam sistem sosial. Jejaring sosial , seperti keluarga atau
kelompok pertemanan dilihat sebagai pola interaksi yang bergerak statis atau
berulang untuk memelihara keseimbangan (equilibrium)
yang memaksimalkan perubahan jejaring untuk bertahan. Setiap perubahan, baik
dari dalam maupun luar jejaring, baik yang bersifat konstruktif maupun
destruktif, mengancam “hoemeostatic
equilibrium”. Jejaring berfungsi memantau mekanisme kemungkinan terjadinya
simpangan dari pola yang telah terbangun, melalui umpan balik.
Dihubungkan dengan sistem model,
disfungsi psikologis terjadi dalam dua bentuk berikut, (1) jika orang harus
berpikir, merasa, atau bertingkah laku dalam situasi psikologis dan fisik yang
mengancam atau cara yang menyakitkan agar sesuai dengan jejaring sosial, dan
(2) jika orang berusaha untuk mengubah peran atau interaksinya dalam jejaring
sosialnya tanpa kekuatan dan keterampilan yang memadai untuk menanggulangi
kekuatan inter jejaring sosial.
Sebagai contoh, seorang yang
menderita gangguan skiziofrenia, menurut Bateson
dkk. (1956), telah mengembangkan pola pikir dan perilaku yang kacau karena
keluarganya menciptakan sistem “double
bind”, ialah mempelajari dua pedoman yang bertentangan sekaligus pada waktu
yang sama.
Sumber: Pengantar Psikologi Klinis. Edisi revisi. Prof. Dr.
SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi. (Hlm. 51 – 54)
0 komentar:
Posting Komentar