Asesmen kepribadian merupakan
istilah yang umum dalam upaya untuk menemukan terhadap perilaku dan pola
pikiran atau penyesuaian diri seseorang secara khas terhadap lingkungannya. Sumberg, 1976, Meehl, 1952, dan lain – lain menyatakan laporan kepribadian sebagi
laporan yang menandakan ia tidak seperti seorang lainnya. Kadang – kadang
seorang psikolog diminta untuk mengakses kepribadian seseorang yang sedang
memiliki masalah dan berada dalam suatu kondisi lebih buruk daripada biasanya.
Salah satu sifat yang khas dalam laporan kepribadian adalah bahwa satu –
satunya bentuk yang memadai adalah laporan yang bersifat dinamis yang
menggambarkan interaksi antarkomponen dalam kepribadian sehingga melahirkan
suatu pola perilaku tertentu yang sifatnya khas. Dengan cara deskriptif, uraian
tidak akan mencapai gambaran kepribadian yang khas. Begitu juga dengan para
topologis, yang dalam dasawarsa ini makin nampak disukai dan dibutuhkan,
khususnya untuk bidang organisasi dan industri.
Dalam asesmen kepribadian,
pendapat psikoanalisis tentang adanya substansi yang direpresi, merupakan
asumsi yang tidak dapat dihindarkan. Setiap gejala yang tampil dalam perilaku,
selain didasari oleh intensi yang sadar juga sangat penting mengenai peran yang
tidak sadar. Dalam banyak kasus bisa ditemukan, bahwa perilaku yang didasari
atau disengaja, sering dilatarbelakangi kebutuhan atau motivasi yang tidak
sadar. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk latarbelakang motivasi di balik
tingkah laku sadarnya. Tentu saja harus dimengerti lebih dahulu mengenai apa
yang dimaksud dengan perilaku yang sadar dan yang tidak sadar.
Berbeda dengan laporan psikologi
yang bersifat deskriptif maupun tipologis, laporan kepribadian bersifat
dinamis, dan berarti menggunakan teori – teori yang menggunakan pendekatan
psikodinamik, tetapi tidak harus selalu psikoanalisis dari Sigmund Freud.
Seperti asesmen lainnya, dalam
asesmen kepribadian pada dasarnya terdapat pembagian menjadi projective assessment dan objective assessment.
Projective Assessment
Projective assessement berkembang
dari perspektif teoritis yang menampilkan karakteristik dinamis sebagai inti
kepribadian (seperti teori psikoanalitis). Karena itu, metode dasarnya
melibatkan upaya menyiapkan subyek dalam suatu bentuk kisah, ambifus, dan
hampir tanpa isi terhadap mana untuk berespon bersama suatu minimun struktur
atau instruksi. Secara teoretis, pemeriksa menganggap bahwa bila semua alat tes
berisikan suatu isi yang minimum maka respons subyek hanya merupakan fungsi
kepribadian subyek. Dapat dikatakan, makin banyak kesempatan subyek harus
berespons bebas idiosinkratis, makin personal dan bermaknalah respon – respon
itu. Berdasarkan pandangan teori psikodinamik mengenai kepribadian, proyeksi
dilihat sebagai alat yang sensitif bagi aspek tak sadar perilaku. Mekanisme
pertahanan diri dan kecenderungan laten disimpulkan dari data fantasi tak
terstruktur yang dihasilkan dalam konteks di mana tidak ada jawaban yang benar
dan salah.
Menurut Lindzey, teknik projective
merupakan alat yang dianggap memiliki sensitivitas yang khusus untuk aspek
perilaku yang tertutup dan tak sadar, memungkinkan atau menggali varietas
respon subyek yang luas, sangat multidimensional, dan menggali data respon yang
kaya atau sangat kaya dan bersewa dengan kesadaran subyek yang minimum
menyangkut tujuan dari tes. Lebih lanjut, sangat sering benar bahwa material
stimulus yang disajikan tes proyektif ambigus, interprestasi berdasarkan
analisis holistik, tes menggali respon fantasi, dan tidak ada respons yang
benar atau salah terhadap tes tersebut.
Banyak jenis alat tes proyeksi. Lindzey membaginya berdasarkan kategori
tipe respon, yaitu (1) asosiasi, (2) konstruksi, (3) melengkapi, (4) memilih
atau membuat peringkat, dan (5) ekspresi.
Yang dimaksudkan dengan teknik
asosiasi ialah meminta subyek untuk mengasosiasikan atau menjawab stimulus yang
diberikan pemerkasa, misalnya tes
Rorscahch atau asosiasi kata. Tes
konstruksi meminta subyek untuk membangun atau menciptakan cerita atau gambar.
Tes konstruksi merupakan aktivitas kognitif yang lebih rumit daripada teknik
asosiasi. Thematic Apperception Test merupakan salah satu contohnya.
Dengan teknik penyempurnaan, dimaksudkan bahwa material tes merupakan sesuatu
yang belum lengkap. Adapun cara melengkapinya diserahkan kepada subyek. Sebagai
misal adalah tes Picture Completion
dari Wartegg atau Sentence Completion
Test dari Harry S. Sullivan dan Murray. Tes dari Szondi merupakan contoh tes dengan tipe choice atau ordering
projecitive technique, karena subyek diminta untuk memilih gambar – gambar
dari yang paling disukai sampai yang paling tidak sukai. Pengukuran projektif
yang ekpresif meminta subyek untuk menciptakan produksi, seperti metode
konstruksi, tetapi di sini subyek memainkan peranan aktif dalam menentukan apa
yang harus dikonstruksikan. Kedua kreasi dan pola menciptakan dianalisis yang
sejalan dengan isi kreasi. Bermain, menggambar, melukis, dan psikodrama dapat
disebut contoh alat ukur proyektif yang ekpresif.
Objective Assessment
Pendekatan obyektif asesmen
kepribadian merupakan usaha yang secara ilmiah berusaha menggambarkan
karakteristika atau sifat – sifat individu atau kelompok sebagai alat untuk
memprediksi perilaku. Menurut Butcher,
1971, ada tiga perbedaan mendasar antara asesmen proyektif dan asesmen
obyektif. Pertama, asesmen proyektif
sangat menaruh perhatian pada dinamika intrapsihik sementara asesmen obyektif
mencari deskripsi sifat. Yang dimaksud dengan deskripsi sifat ialah desktripsi
kebiasaan seseorang atau gaya karakteristiknya. Kedua, tes proyektif bersifat samar – samar dan memiliki kebebasan
untuk menjawab, sementara tes obyektif memiliki stimuli yang dirancang secara
jelas dan meminta jawaban – jawaban yang terbatas. Ketiga, isi respons tes proyektif secara tipikal ditafsirkan tiap
orang tanpa referensi norma. Skor tes obyektif membandingkan hasil seseorang
dengan orang – orang lainnya. Oleh karena itu, standarisasi sangat penting
dalam tes obyektif. Secara singkat, asesmen obyektif merupakan pendekatan yang
terstruktur, ilmiah, dan nonsubyektif dalam deskripsi individual.
Yang paling terkenal dalam
pemakaian klinis, terutama di kalangan psikiatri, adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventori (MMPI), California Psychologicala Inventory (CPI),
dan Sixteen Personality Factor
Questionnair (16 PF).
Minnesota Multiphasic Personality
Inventory (MMPI)
(Tes) Inventori ini dikembangkan
oleh Hathaway dan McKinley, pada tahun 1942, dan terdiri
dari 550 butir pernyataan yang dapat dijawab betul, salah, atau tidak dapat
mengatakannya. Skor akan menggambarkan 4 skala validitas dan 10 skala klinis.
Skor kemudian dikonversikan ke dalam T score dan ditempatkan pada profil MMPI.
Skor T merupakan skor paling standar. Skota T 50 merupakan rata – rata untuk
subyek populasi umum. Secara tipikal, berdasarkan distribusi normal skor T ini,
68.7% pengisi tes akan mendapatkan skor T antara 40 dan 60. Tidak ada makna klinis berhubungan dengan
angkat – angka dalam rentang rata – rata ini. hanya 16% skor yang lebih tinggi
atau lebih rendah dari skor T60, dan skor lebih besar dari 60 yang termasuk 2 %
normal. Skor ini jarang mengidentifikasi bahwa subyek menyimpang dan nilai rata
– rata. Makna klinis biasanya bersangkutan dengan besarnya penyimpangan skor.
Hal – hal yang bersangkutan Skala
Dasar MMPI:
Skala Validitas
? :Tidak
dapat mengatakan.
L :Skala bohong.
F :
Skala Palsu yang buruk.
K :Sikap
defensif yang subtil
Skala Klinis
Hs :Hipokhondriasis (1)
D :Depresi
(2)
Hy :Histeria (3)
Pd :Psychopathic – Deviant (4)
Mf :Maskulinitas – Femininitas (5)
Pa :Paranio (6)
Pt :Psikhastenia (7)
Sc :Skizofrenia (8)
Ma :Mania (9)
Si :Introversi Sosial (10)
California Psychological
Inventory (CIP)
California Psychological
Inventory merupakan tes dengan butir pernyataan, yang terdiri dari 18 skala,
sedikit berbeda dengan MMPI, CPI mengandung pernyataan – pernyataan yang
berisikan pola perilaku dan perasaan, pendapat dan sikap sosial subyek mengenai
etika sosial serta masalah keluarga. CPI terutama digunakan bagi subyek yang
tidak terganggu, normal, dan lebih menampilkan karakter kepribadian daripada
dekskripsi diagnostik. Dengan demikian, sebagai pengukur obyektif digunakan
dalam asesmen, CPI lebih bermanfaat untuk mendapatkan pemahaman subyek sebagai
suatu pribadi dan kurang bermanfaat untuk menampilkan diagnostik. Skala dasar
CPI terbagi dalam empat kelas skala.
Empat Kelas Skala Dasar CPI
Asesmen kepribadian tidak dengan
sendirinya secara langsung memberikan sumbangan diagnostik kepada psikologi
klinis, karena pada dasarnya pemeriksaan kepribadian tidak berbicara mengenai
penilaian, buruk – baik, normal – abnormal. Kita perlu mengingat pendapat Hall
dan Lindzey, bahwa kepribadian adalah karakter yang tidak dievaluasi, sedangkan
karakter adalah kepribadian yang dievaluasi. Dengan demikian, kalau kita
melakukan pemeriksaan dalam rangka kepribadian, maka pada dasarnya kita membuat
suatu dinamika psikofisik tentang pola perilaku atau bagaimana cara khas
individu menyesuaikan diri atau berespons terhadap lingkungannya. Barulah
setelah itu kita berbicara mengenai psikodiagnostika, ialah menjawab, apakah
penyesuaian dirinya efektif atau tidak. Disebut efektif, kalau tingkah laku
penyesuaian itu berupa tindakan yang sesuai dengan tuntutannya (rangsangan
obyek tertentu atau situasi lingkungannya). Biasanya kesesuaian ditandai oleh
adanya rasa nyaman individu ybs. Sebaliknya, kalau tidak ada kesesuaian maka
menjadi tidak efektif, ialah tidak sesuai dengan tuntutan rangsang atau
situasi, yang dapat menimbulkan perasaan tak nyaman.
Selain dapat menentukan efektif
dan tidak efektifnya penyesuaian, kita dapat melanjutkannya dengan menentukan
kategori dari taraf kesesuaian/ketidaksesuaian tingkah laku tsb. Sehingga dapat
menentukan pola perilaku bagiamana yang ditampilkan individu tsb. Pola perilaku
ini kemudian diterjemahkan dalam psikodiagnostik masing – masing, mengacu pada
jenis penggolongan gangguan yang kita gunakan (DSM, ICD, atau PPDGJ).
Sumber: Pengantar Psikologi Klinis. Edisi revisi. Prof. Dr.
SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi. (Hlm. 104 – 108).
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSumber: Pengantar Psikologi Klinis. Edisi revisi. Prof. Dr. SUTARDJO A. WIRAMIHARDJA, Psi. (Hlm. 104 – 108).
BalasHapusAssalamu'alaikum wr wb, izin bertanya admin, apakah bisa admin menyebutkan sumber dengan lebih detail lagi? Seperti penerbit dan kotanya, Terimakasi sebelumnya admin..